Chapter 32 : Something's Shifting

4.2K 211 14
                                    

ZAKI

Aku mencemaskannya!

Sial!!! Aku akan merasa lebih baik kalau saja Regha berteriak, memaki ataupun menangis. Bukan karena aku suka melihatnya sedih. Tapi setidaknya itu akan menjadi lebih normal, daripada sikapnya sekarang ini. Saat pertama kali dia mendapat berita kecelakaan yang dialami Abah dan Agus, aku bisa melihat kalau dia shock berat. Wajahnya memucat hanya dalam hitungan detik. Tapi yang mengejutkan adalah saat dia bisa menjadi tenang, terkendali. Namun toh aku bisa menangkap kehampaan yang menjadi indikasi shock berat yang di alaminya. Lucunya, anak error itu masih sempat memikirkan parcel yang masih belum terselesaikan.

Thank God dia dikelilingi oleh teman-teman yang menakjubkan seperti Regi dan Vivi. Mereka dengan sigap menjadi penolong, tanpa sedikitpun keraguan. Semula aku mengira sikap tenang Regha hanya berlangsung beberapa menit. Aku hampir yakin bahwa beberapa saat setelah kami melaju di jalan raya, dia akan kembali pada kenyataan dan kemudian histeris. Tapi lagi-lagi dia membuatku khawatir. Dia hanya duduk diam di sebelahku dengan pandangan kosong. Dia tak lebih dari sebuah tubuh kosong tanpa jiwa yang nyaris tak menyadari apa yang sedang di alaminya. Hanya wajahnya saja yang semakin terlihat pucat, hampir tak berwarna.  Tangan dan hampir seluruh tubuhnya gemetar tanpa disadarinya. Waktu itu aku hanya bisa menahan kekesalanku sendiri, merasa tak tahu harus berbuat apa. Jengkel karena aku ingin melakukan sesuatu, tapi begitu bodoh untuk tahu apa itu. Waktu itu aku hanya bisa memberikan jaketku padanya, lalu memintanya untuk tidur sejenak.

Dia melakukannya, kembali dengan ketenangan yang mencemaskan.  Dia kembali sedikit menampakan emosi saat kami hendak turun dari mobil. Ku lihat dia membutuhkan sedikit waktu untuk menguasai diri. Hanya sebentar, karena kemudian ekspresi wajahnya kembali datar. Dan saat ku kira dia tak bisa menjadi lebih pucat lagi, dia menjadi agak membiru saat kami tiba di bangsal tempat Abah dan Agus di rawat. Aku sudah bersiap-siap andai tiba-tiba saja dia pingsan. Untungnya itu tidak terjadi.  Aku sedikit menangkap kelegaan yang dia rasakan saat Mamah menjelaskan bahwa Abah dan Agus hanya mengalami luka luar. Setelah itu aku menjadi agak tenang dan mulai mengedarkan pandanganku. Tak bisa kupercaya kalau Abah dan Agus harus dirawat di bangsal yang penuh dan ramai seperti ini. Bagaimana mereka bisa istirahat? Yang lebih mengenaskan lagi, aku banyak melihat keluarga pasien yang bermalam disana dengan menunggui keluarga mereka. Mereka
harus tidur dilantai beralaskan tikar atau karpet kecil. Tadi Asti dan Mamahopun duduk di karpet kecil itu.

Aku segera pamit keluar dan mengatur agar Abah dan Agus dipindahkan. Yang sedikit menjengkelkanku, kamar vip di rumah sakit ini tidak dilengkapi dengan kursi sofa. Dan hanya ada satu tempat tidur di setiap kamarnya. Aku segera meminta mereka untuk menyiapkan kamar khusus dengan tiga ranjang dan kursi agar Abah dan yang lain merasa nyaman. Aku sedikit merasa lebih baik saat melihat ekspresi kelegaan Mamah. Meski sedikit mengerutkan, Abah sendiri hanya menurut.

Sampai kemudian beliau bertanya pada Regha soal kuliah dan pekerjaannya. Anak dodol itu kembali mengeluarkan pernyataan bodoh soal ujian semester yang akan kami hadapi. Juga soal tugas panti yang belum kami selesaikan. Meski sebenarnya aku juga memikirkan hal itu juga, but I don't think that's appropiate to discuss. Apa lagi di situasi dimana sekarang, Abah dan Agus memerlukan dukungannya. Seakan-akan Regha ingin mengatakan bahwa dia berharap kalau dia berada ditempat lain daripada disini bersama keluarganya yang sakit. Tentu saja aku menegurnya. Herannya, Abah dan juga yang lain justru menanggapinya biasa-biasa saja. Bahkan seakan-akan mereka ikut mendukungnya untuk segera pergi. Keluarga yang aneh.

Baru kemudian, saat perjalanan kami ke rumah Regha, dia menjelaskannya padaku. Dan............aku merasakan sedikit ironi karenanya.

Bagi Regha dan keluarganya, kuliah merupakan gerbang kebebasan yang akan mengangkat keadaan mereka. Gelar yang
akan Regha dapat menjadi semacam jimat bagi dia dan keluarganya agar mereka bisa menjalani kehidupan yang lebih baik.

Memoirs : The Triangle [ BoyXBoy] [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang