Chapter 14 : Secrets Reveal

4.7K 285 14
                                    

REGHA

Setelah kejadian itu, aku hampir-hampir tak bisa lagi menatap wajah Zaki. Bahkan dengan sukses aku berhasil menghindarinya sepanjang sisa hari itu. Aku lebih memilih untuk mendekam dalam kamar. Beberapa kali aku hanya memandang kebagian bawah tubuhku dengan kening berkerut. Bahkan disaat aku hanya mengingat bagaimana tubuh kami bersentuhan, aku sudah menegang. GILA!!!! Aku mikir apa sebenernya sih? Kenapa reaksiku seperti ini? Masa sih gara-gara aku gak pernah pacaran, jadi hormonku gila-gilaan?

Gak mungkin kan kalo aku. . . . jadi seperti Regi? Aku tak pernah punya perasaan yang aneh saat melihat lelaki telanjang bulat didepanku. Bahkan aku sering melakukannya saat mandi bareng teman-temanku. Kami selalu -tanpa sungkan- melepas seluruh baju kami. Bahkan pernah saling ejek soal bentuk 'perkakas' kami. Waktu SMA bahkan aku pernah ngocok bareng beberapa temen cowok, sambil nonton bokep. Dan sumpah mampus, aku horny bukan karena ngeliat rudal temenku, tapi karena liat adegan di tv. Adegan sex antara cowok dan cewek. Jadi kemungkinan aku sama dengan Regi adalah kosong.

Tapi, apa penjelasan reaksi tubuhku ini?!!

Jangan-jangan aku sudah ketempelan ma bangsa halus kemarin! HIIIIIIIIIHHH!!!!

Hingga siang ini, saat kami harus kembali berkendara ke Bandung, duduk berdekatan dengan Zaki, aku masih merinding. Mau tak mau aku harus berhadapan dengannya lagi kali ini. Tapi meski begitu, sebisa mungkin aku menghindari kontak mata dengannya. Yang bikin super heran dan dongkol adalahreaksi keluargaku.Saat Zaki berpamitan, mereka memperlakukannya seakan-akan dia saudara jauh yang tak akan bisa mereka temui dalam waktu yang lama.

Mamah memeluknya dengan erat dan memastikan Zaki untuk berjanji, kalau suatu saat, dia akan kembali lagi. Asti merengek, meminta Zaki untuk mengabarinya begitu kami sampai. Agus dengan antusias menjabat tangan Zaki dan memeluknya, akrab. Bahkan Abah!!! Beliau dengan ramahnya meminta Zaki agar bisa mampir lagi kesini, lain waktu.

Ampun deh!!!

Kerasukan apa sih mereka? Nggak tau apa, kalo si Zaki itu dedengkotnya iblis?!! Masih kuingat bagaimana reaksi tubuhku, terakhir kali kami bersentuhan!

Sumpah mampus aku tak pernah menyangka kalau tubuhku bisa bereaksi seperti kemarin itu. Kalau dulu aku hanya menganggap omongan orang tua, bahwa senja adalah waktunya para lelembut mulai keluar, adalah isapan jempol, sekarang aku percaya. Waktu itu pasti benar-benar ada sesosok lelembut yg nempel padaku. Kalo nggak, gak mungkin aku bisa. . . .

GYAAAAAAAAAAAAA!!!!

"Kamu kenapa sih?!" tegur Zaki dari sampingku. Aku yg tadinya mengucek-ucek rambutku dengan kesal jadi mematung. "Gha. . . ?!" panggil Zaki lagi.

"Eeuuhh. . aku lupa sesuatu," jawabku cepat.

Zaki mendecak kesal mendengarku. "Kapan kau membuang sikap sembronomu itu? Should we go back?" tawarnya.

"NO!!!" sahutku keras. Kami sudah se jam lebih melaju. Gila aja kalo kudu balik lagi. Bisa-bisa, malem nyampenya di Bandung. Lagian, tumben dia nawarin gitu, bukannya ngamuk!

"Ntar aku minta si Agus buat kirim lewat pos."

Zaki cuma mengangkat bahu. "You know what, I think you are lucky!" tukas Zaki tiba-tiba. Dia menoleh sekilas padaku yg sedang meliriknya heran. "Kau punya keluarga yang mengagumkan," lanjutnya menjawab keherananku.

Aku mendengus keras mendengarnya. "Please! Jangan bilang kau berasal dari stereotype keluarga kaya yg orang tuanya terlalu sibuk dengan bisnis, sehingga kau terlantar. Itu sudah usang! Sudah banyak diceritakan dibuku atau film," selorohku. "Dan kalau itu benar, kau tetap harus bersyukur. You are rich! You have evreything. Cars, MONEY, awesome house! Basically everything."

Memoirs : The Triangle [ BoyXBoy] [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang