Chapter 22 : Thank You

4.4K 264 35
                                    

ZAKI

Regha belum membalas sms yang kukirim tadi. Entah apa yang dilakukan oleh si Ceroboh itu sekarang. Menjengkelkan! Aku harus menegurnya. Aku tadi menanyakan apakah file yang dia kerjakan semalam sudah dikirimnya atau tidak. Jam 10 tadi Lita, asisten Mommy, menelpon dan menagih laporan yang kami kerjakan itu. Regha seharusnya mengirim laporan itu pagi tadi. Dia pasti lupa! Kebiasaan!  Teledornya nggak sembuh-sembuh.

Aku sudah meneleponnya, tapi tidak diangkat. Sms pun tidak dibalas. Sepertinya aku harus menemuinya langsung. Padahal banyak yang harus kukerjakan hari ini, batinku kesal. Karena itu pas waktu istirahat, aku segera mencarinya. Tapi aku tak melihat batang hidungnya dari tadi. Aku sudah mengecek kantin, perpustakaan dan kantor redaksi. Nihil. Aku sudah hampir menelepon hape nya lagi saat sudut mataku menangkap bayangan familiar seseorang.

"VIVI!!!!" panggilku.

Sosok itu berhenti, tapi yang kuherankan adalah saat kulihat Jordan yang berjalan tak jauh dibelakangnya. Jordan terlihat cukup kaget dengan kemunculanku. Dengan sedikit salah tingkah, dia melambai padaku dan cepat-cepat pergi melewati Vivi yang cuma memutar bola matanya dengan kesal. Sepertinya hubungan mereka tetap saja buruk.

"Ada apa?" tanya Vivi.

Aku yang sedang memandang kepergian Jordan dengan kening berkerut segera berpaling padanya, "Are you okay? Apa Jordan mengganggumu lagi?" tanyaku. Meski aku tak bisa mengatakan kalau aku akrab dengan Vivi, tapi tetap saja, pemikiran kalau Jordan mengganggunya membuatku kesal.

"Don't worry. I can handle him," sahut Vivi santai membuatku tersenyum.

"Kau lihat Regha?" tanyaku langsung.

Vivi mengangkat bahu, "Hari ini aku sama sekali tak melihatnya. Sepertinya dia tidak masuk," jawab Vivi santai. Aku mengumpat pelan mendengarnya. What the heck is he doing?! batinku dongkol. "Ada masalah?" tanya Vivi lagi heran.

"No! It's nothing important," jawabku cepat sementara otakku berpikir. Tak ada jalan lain, aku harus ketempatnya. Kalau sampai dia tak. ada disana, or worse, if I found out that he's going out with that Rizky guy, akan kupastikan dia menyesal seumur hidup, tekadku dalam hati. "I need to go. Thanks!" pamitku pada Vivi yang masih menatapku heran. Dengan cepat aku menuju ke lapangan parkir lalu melesat menuju kostan Regha.

Sesampainya disana, aku mendapati tempat itu sepi. Sepertinya hampir semua penghuninya sedang beraktivitas. Aku semula ragu untuk masuk, tapi kemudian aku melihat salah seorang penghuninya yang muncul dari dalam hanya dengan memakai handuk. Aku segera mendekatinya.

"Maaf, Regha?" tanyaku langsung.

Dia segera paham, "Ohh, ada kok. Langsung aja kekamarnya," katanya langsung dan menunjuk kekamar Regha.

Tak perlu diberitahu 2 kali, aku segera kesana. "Gha?!!" panggilku dan mengetuk pintu. Tak ada sahutan, tapi aku mendengar suara keresekan dari dalam. Aku kembali mengetuk dan memanggilnya.

"Iya! Bentar," sahut Regha dari dalam. Keningku sedikit berkernyit saat mendengarnya. Suara Regha terdengar aneh. Mirip dengan orang yang habis nangis. Masa sih? pikirku tak percaya.

Pintu terbuka dari dalam. Dan Regha muncul didepanku dengan tampang yang lebih kacau dari biasanya. Dia memakai pakaian tebal, plus kaos kaki. Wajahnya pucat kucel dengan rambut yang awut-awutan dan aku mencium aroma kayu putih dari tubuhnya.

"You're sick," kataku datar. Pantas dia tak bereaksi saat kuhubungi.

"Sepertinya flu," jawab Regha dengan suara sengau. Dia menyusut hidungnya dengan tisu dan melangkah kedalam tanpa mempersilahkanku. Aku menyusulnya tanpa diminta. Regha berbaring ditempat tidur busanya dan memejamkan mata, seolah-olah mengacuhkanku.

Memoirs : The Triangle [ BoyXBoy] [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang