REGHA
"GHAAAAAA!!!!!"
Panggilan cempreng itu jelas terdengar saat pertama kali aku memasuki ruang redaksi buletin kampus. Regi dengan heboh melambai padaku untuk mendekat kearahnya. Vivi yang ada disampingnya juga ikut melambai. Aku segera mendekat dan duduk disamping mereka yang menyambutku dengan senyum sumringah.
"Nek jij tahu gak sih, artikel yang jij tulis kemarin soal Zaki dapet reaksi bagus dari temen-temen. Untuk pertama kalinya buletin kita cetak ulang," kata Regi dengan semangat dan langsung joget ngebor dilokasi.
Aku mendengus keras, tak percaya. "Masa sih?" tanyaku skeptis dan meletakkan tas ranselku di atas meja, lalu duduk disamping Vivi.
"Iya Gha! Ada banyak surat yang masuk. Sebagian besar sih request," jelas Vivi.
"Request?!" tanyaku, makin heran.
"Benar!" tukas Mas Angga yang ternyata sudah datang dan ditangannya memegang sebuah kotak air mineral berukuran sedang. "Semua sudah datang kan? Kita mulai rapat redaksi pagi ini," ujar Mas Angga.
Ruangan yang tadi sedikit ribut jadi hening dalam hitungan detik.
"Seperrti yang sudah kalian ketahui," kata Mas angga dengan nada bangga yang jelas dalam suaranya, "untuk pertama kalinya dalam sejarah, buletin kita cetak ulang sebanyak 100 ekslempar!"
Mas Angga harus diam karena beberapa dari anggota redaksi langsung bersuit heboh dan bertepuk tangan. Beberapa bahkan menggebrak-gebrak meja dengan antusias. Kali ini tak ada teguran. Bahkan Mas angga yang biasanya tegas, tak bisa menahan senyum senangnya oleh reaksi teman-teman. Dia menunggu beberapa saat dan mengangkat tangannya untuk menertibkan mereka.
"Bahkan banyak sekali surat yang masuk. Dalam kotak ini," dia menunjuk pada kotak yang tadi dibawanya, "banyak sekali surat yang memuji hasil kerja kita. Beberapa dari mereka secara khusus meminta wawancara yang lebih mendetil dengan para pemenang kita kemarin. Juga permintaan agar fotonya diperbanyak. Regha, kau yang paling banyak mendapat sorotan. Banyak dari surat-surat yang masuk meminta agar kau kembali mewawancari Zaki dan memperbanyak foto."
Aku tak dapat menahan eranganku mendengarnya. "Hebat! Masterppiece yang kubuat dalam buletin adalah tentang si egomaniak sinting itu," gumamku kesal pada diriku sendiri.
"Dalam surat-surat ini juga banyak sekali pertanyaan yang diajukan oleh para pembaca tentang Zaki. Aku sudah membaca beberapa diantaranya. Hanya pertanyaan-pertanyaan umum. Kebanyakan khas cewek. Seperti warna favorit, cewek favorit atau istri idaman."
Aku sedikit mengulum senyum saat aku menangkap kesan kesal pada kalimat Mas Angga tadi.
"Kukira sebagai mahasiswa, mereka akan mengajukan pertanyaan yang berbobot. Tapi sepertinya pola pikir mahasiswi kita tidak jauh beda dengan anak SMA," lanjutnya dan kini jelas-jelas dengan nada sedikit mencela. "Tapi,bisnis adalah bisnis. Karena orang-orang seperti mereka juga, buletin kita mendapat respon seperti ini. Jadi Regha, tugasmu selanjutnya adalah kembali mewawancari Zaki. Ambil pertanyaan-pertanyaan dari surat-surat yang masuk. Cukup banyak bahan disana yang bisa kau pakai dan. . . . " Mas
Angga berhenti saat tanpa sadar aku mengumpat pelan.Gimana coba pendapat egomaniak sinting itu kalau aku mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu. Dari kata-kata Mas Angga tadi, aku sudah bisa menduga jenis dari pertanyaan-pertanyaan itu. Sudah pasti cuma tentang hal-hal yang akan memperbesar kesintingan manusia edan itu.
"Ada masalah Gha?" tanya Mas Angga dengan kening berkerut.
"Eeeuuhh. . . . Mas Angga bisa menunjuk teman lain untuk tugas ini?" tanyaku sedikit ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoirs : The Triangle [ BoyXBoy] [Completed]
Teen FictionRegha, seorang anak kuliahan dari Majalengka terjebak dikisah dilema dimana perang batin dan akal menyelimutinya. Zaki, Seorang Konglomerat yang begitu membenci Regha karena kecerobohannya menyebabkan mobilnya ringsek Rizky, Seorang Dokter yang meng...