REGHA
Aku kembali memijat keningku yang mulai berdenyut lagi. Rasa-rasanya kepalaku terbelah dan memiliki nyawa sendiri. Sial!! batinku kesal. Padahal banyak yang harus kuselesaikan. Tapi kepalaku terasa penuh dan berat.
Liburan semester bulan ini berbeda dengan liburanku sebelumnya. Saat Zaki bilang kalau dia ingin aku membantunya, dia tidak main-main. Aku yang sudah berencana untuk balik ke Majalengka liburan ini, harus mengubah rencanaku. Sepulang bekerja ditempat Bu Indri, Zaki langsung memintaku kerumahnya. Disana, dia akan memberiku setumpuk dokumen untuk ku kerjakan. Arus lalu lintas transaksi di Panti itu benar-benar cukup membuatku heran. Belom lagi berbagai kegiatan panti.
Baik kegiatan internal ataupun dari sponsor serta rekan kerja lainnya.
Benar-benar banyak dan rumit. Pantes aja si Zaki nodong aku bantuin dia.
Hampir setiap hari kami bekerja hingga menjelang malam. Beberapa kali sempat lembur hingga pukul 10. Terkadang waktu terasa melesat tak terasa saat kami sibuk dengan semua berkas yang harus kami bukukan. Meski melelahkan, jujur aku menikmati kesibukan kami. Aku banyak belajar tentang dunia bisnis dan pembukuan. Hampir semua ilmu yang kupelajari bisa terpakai. Jelas sekali perbedaan antara teori dan praktek di lapangan. Aku tak menyesali waktuku yang terpakai disini.
Tapi. . . . kehidupan pribadiku yang lain sedikit menyesakkanku.
Dimulai dengan keterus terangan Mas Rizky. Dia bilang dia mencintaiku. Bahkan saat ini, aku merinding bila membayangkan sorot matanya saat dia mengatakan hal itu. Kami yanng sedang berada di alun-alun, seakan-akan tersedot ke dalam sebuah ruang hampa, dimana hanya ada dia dan aku. Suara-suara disekitar kami nyaris tak terdengar dan hilang. Aku sendiri tak tahu harus bagaimana. Situasi saat itu tak pernah kubayangkan bisa ada dalam kehidupanku. Andai aku seorang cewek, mungkin aku akan merasa tersanjung kalau ada seseorang dengan kualitas seperti Mas Rizky menyatakan cintanya. Dengan keseriusannya waktu itu. Tapi. . . . kami sama-sama lelaki. Mustahil bagi kami untuk berhubungan.
"Gha?" tegur Mas Rizky waktu itu setelah keheningan yang lama, "Bagaimana?"
"Aku. . . . " aku menelan ludah sejenak, "Aku nggak bisa, Mas,"desahku pelan. Ekspresi kecewa yang kemudian terlihat dimatanya begitu menyakitkanku. Nyaris membuatku maju untuk memeluknya, "Tapi aku juga nggak ingin kehilangan Mas Rizky," sambungku lagi.
Mas Rizky jadi sedikit bingung, "Gha?"
"Aku senang bersama dengan Mas Rizky. Aku merasa tenang dan nyaman. Tapi. . . aku nggak yakin bisa menjadi sosok yang Mas Rizky inginkan."
"Gha. . ."
"Aku sayang Mas Rizky!" bahkan saat mengatakan itu aku tahu kalau aku benar, "Tapi. . . aku nggak tahu kalau sayangku, cukup untuk membuatku mau menjadi pacar Mas Rizky." gumamku lagi dan membuang muka, tak sanggup untuk beradu pandang dengannya.
"Gha. . . "
"Aku nggak pernah punya pikiran untuk menjadi seorang gay. Maaf, aku. . . . nggak yakin Mas," bisikku pelan dan mulai berbalik untuk pergi. Setidaknya aku sudah mengatakan apa yang sebenarnya kuurasakan. Aku benar-benar menyayangi Mas Rizky dan tak ingin berpisah dengannya. Tapi menjadi kekasihnya adalah hal lain yang kurasa perlu untuk ditelaah lebih dalam.
"Gha!" panggil Mas Rizky membuatku terhenti. "Kau butuh waktu?" tanyanya. Aku tak bisa menjawabnya. Hanya mampu tercenung, ragu. "Aku akan menunggu," ujar Mas Rizky kemudian.
Dan hingga kini, aku belum tahu apa yang harus aku lakukan atau apa sebenarnya yang kuinginkan.
Kemudian, kabar yang kuterima dari rumah beberapa hari yang lalu membuatku terjaga hampir semalaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoirs : The Triangle [ BoyXBoy] [Completed]
Teen FictionRegha, seorang anak kuliahan dari Majalengka terjebak dikisah dilema dimana perang batin dan akal menyelimutinya. Zaki, Seorang Konglomerat yang begitu membenci Regha karena kecerobohannya menyebabkan mobilnya ringsek Rizky, Seorang Dokter yang meng...