"Mama nggak pernah memaksa Fahmi tentang apa yang dia pilih dalam hidupnya. Termasuk tentang pasangan, Mama serahkan semua sama Fahmi, asalkan dia perempuan baik dan satu keyakinan dengan kami. Selama ini Mama pikir mungkin Fahmi memang sudah memantapkan hati untuk perempuan yang selama ini bersama dia. Tapi ternyata Allah punya rencana lain. Manusia bisa berencana, berangan sesukanya, tapi tetap segala ketetapan ada di tanganNya 'kan? Dan mungkin, Fahmi masih belum bisa menerima takdirnya, takdir dariNya. Takdir yang mengatakan kalau mereka memang bukan berjodoh, Fahmi dan perempuan itu punya jalan masing-masing. Tapi Fahmi masih belum bisa terima, hidupnya porak poranda Namira, hidupnya kacau sekarang..."Renata tergugu, tak tahan lagi ketika bayangan bagaimana anaknya kini sudah tak lagi semangat menjalani hari terngiang dalam benaknya. Ia ingat bagaimana sorot mata sayu tanpa gairah dari Fahmi ketika ia ajak bicara, menggambarkan seberapa besar lubang dalam hati pria itu menganga tak terelakan sakitnya.
Namira hanya bisa diam, tak tau harus bagaimana. Dirinya masih belum mengerti, mengapa Renata menceritakan hal ini padanya? Apa hubungannya dengan 'hal' yang hari ini begitu membingungkan otaknya? Apa hubungan semua ini dengan Namira?
Renata menghela napas berat, bersiap kembali menceritakan semua yang menjadi kegundahan hatinya sekarang. Ia meraup wajah Namira, mengusap pipi gadis yang masih kebingungan ini, membelainya dengan penuh kasih sayang. Hatinya tak tega jika harus membuat gadis ini menanggung sakit yang sama dengannya, tapi hanya ini satu-satunya cara yang ada. Hanya ini. Maafkanlah ia.
"Dia nggak pernah sekacau ini sebelumnya. Selama ini jika Fahmi merasa kecewa, dia hanya akan diam dan memendamnya sendiri. Dia akan berusaha membuat orang lain tidak sadar akan kekecewaan hatinya, dia akan bersikap seperti biasa, seperti tidak ada yang pernah terjadi padanya. Tapi sekarang, mungkin rasa kecewa yang dia rasakan sekarang lebih besar dari semua rasa kecewa yang pernah dia dapat. Akhirnya membuat Fahmi tak lagi dapat menanggungnya dalam hati, ia lampiaskan pada semua sikapnya yang berubah. Tidak, dia tidak ngamuk-ngamuk atau bersikap keras, ia tetap tenang, namun Fahmi sudah tidak bisa lagi hanya diam meratapi hari. Ia paksa tubuhnya untuk terus bekerja, mengambil sift temannya sekaligus, mungkin itu dia lakukan sebagai pengalihan. Tapi akibatnya, tubuhnya tak kuat lagi menahan lelah. Dia tumbang..."
Wanita itu diam, menahan isak yang keluar.
Nami mengerti kekhawatiran dari Renata, tak ada seorang Ibu manapun yang tahan dengan kondisi anaknya yang kacau seperti itu. Namun lagi, yang bisa Nami lakukan hanya diam, karena ia merasa disaat seperti ini diam adalah pilihan terbaik, dengan posisinya yang tak tau menahu duduk masalah yang terjadi, diam mendengarkan itu lebih baik daripada bicara omong kosong yang tak membantu apapun.Kembali, Renata menghela napas dalam. Kali ini lebih berat, sebab yang akan ia ucapkan nantilah yang akan menjadi awal dari hilangnya hari-hari biasa gadis ini. Satu permintaan egois dari orang tua tak tau diri ini, untuk anaknya yang sedang kehilangan arah hidup.
"Namira, maaf bila Mama terdengar egois, terdengar seperti menjadikanmu sebuah tempat pelarian bagi Fahmi atas segala rasa kecewanya. Hanya ini yang terpikir oleh Mama, hanya kamu harapan Mama, karena hanya kamu yang bisa diterima oleh Fahmi," Renata diam sebentar, menatap manik bulat milik Nami dengan penuh harap.
"Namira, Mama mohon.. menikahlah dengan Fahmi."
***
Tunggu dulu! Namira masih tidak paham dengan apa yang baru saja Renata katakan. Barusan dia seperti mendengar sebuah kalimat bernada seperti sebuah 'lamaran' tapi rasanya antara nyata dan tidak nyata.
Mungkinkah ini hanya mimpi? Namira sekarang masih berada di dalam kamar kosnya, tidur lelap menjelajah alam mimpi, tidak peduli dengan hari yang beranjak siang.
Tapi, tapi ketika Namira sengaja mencubit lengannya sendiri, kenapa rasanya sakit?
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dua Hati | END ✓
Spiritual⛔Nggak perlu baca cerita ini kalau menurutmu cuma buang-buang waktu⛔ SINOPSIS: "Allah, sebenarnya skenario apa yang telah Engkau buat untuk hamba?" Nami seperti tengah berjudi hati. Mempertaruhkan perasaannya hanya demi seseorang yang bahkan hampir...