47 [Usaha Raelisha]

21.9K 1K 8
                                    

Assalamu'alaikum
Apa kabar?
Aku update jam 12:28 adakah yang baca jam segini?
Kena insom belakangan ini, yang biasanya jam sepuluh diusahain sudah tidur, sekarang jam dua dini hari baru kerasa ngantuk :" adakah yang sama? Ada yang tahu obatnya?

Ok, semoga suka ^^
Happy reading ❤

🌹🌹🌹

Ini genap seminggu Nami tak pulang. Tesa sih senang-senang saja karena ada teman untuk diajak bicara ketika dirinya bosan. Namun tetap saja ia merasa khawatir dengan kondisi Nami yang kian hari kian murung, apalagi dimasa kehamilannya yang baru memasuki trimester pertama, mual dan pusing, juga nyidam yang sering datang tidak tepat waktu kadang membuat Tesa kewalahan juga. Pasalnya, Nami bisa tiba-tiba bangun dan bilang nyidam sesuatu, dan Tesa tidak bisa diam saja ketika mendengarnya, gadis itu sigap untuk segera mencarikan apa yang sahabatnya mau, dan menjalaninya dengan ikhlas. Karena bila bukan ia, siapa lagi sekarang yang akan membantu sahabatnya itu? Seorang sahabat selalu ada kapanpun dan disituasi apapun 'kan?

Tesa juga berusaha untuk selalu membuat sahabatnya itu merasa bahagia, ia sering membuat lelucon aneh yang mengundang gelak tawa, atau sekadar bercerita apapun yang ada dalam benaknya agar Nami tak melamun dan larut dalam pikirannya sendiri yang malah membuat pikirannya stress. Bukankah Ibu hamil disarankan untuk tidak stress berlebihan?

Meski tetap saja, ada kalanya Tesa mendapati Nami yang diam sambil menatap langit-langit kamar, helaan napas panjang dari bibir wanita itu, atau setetes yang jatuh dari pelupuk mata tanpa disadari. Dan itu membuat Tesa terenyuh, haruskah ia pertemukan Nami dengan Fahmi? Sudahkah ini waktu yang tepat? Namun ia takut salah perhitungan, dan malah membuat hubungan dua pasangan itu semakin runyam.

Selama Nami menginap di kosannya, Tesa tak pernah barang sedikitpun menyingguh soal masalah Nami dengan Fahmi. Takut malah membuat wanita itu sedih, dan berefek pada kesehatannya. Ia hanya akan bicara bila Nami yang menyinggung duluan.

Hari ini Erika kembali datang, mampir untuk memberikan kue pie susu yang ia buat bersama sang Ayah. Kedatangan gadis kecil yang kini berkuncir cepol itu membuat wajah murung Nami sedikit menghilang, diganti senyuman gemas akan tingkah laku Erika yang lucu.

"Neesan no me wa naze? Akai desuyo." Tanya Erika ketika menatap mata Nami yang memerah sembab. Pasti karena menangis diam-diam di kamar mandi tadi.

Nami hanya diam seraya tersenyum, tak mengerti apa yang diucapkan gadia kecil itu.
"Nazekara, neesan no me ga itai desuyo." Tesa yang menjawab, membuat mata Erika mengerjap.

"Nande?"

"Wakaranaiyo.."

Kini Erika mengulurkan tangannya, mengusap sekitar mata Nami yang nampak sembab.
"Daijoubu, daijoubu. Subete wa daijoubu yo!"

Melihatnya Tesa terkekeh, "Nggak apa-apa katanya, semua baik-baik saja." Ujarnya menerjemahkan.

Membuat Nami merekah senyum haru, "Apa bahasa Jepangnya terimakasih?" Tanya Nami.

"Arigatou.." Jawab Tesa.

Nami mengangguk, menggenggam kedua tangan mungil gadis itu, "Arigatou.." ucapnya pelan, lebih mirip bisikan, sebab tenggorokannya yang tercekat oleh sesak yang menghimpit parunya selama ini.

"Semoga anakku bisa secantik dan selucu kamu ya? Yang bisa menjadi penenang dan penyemangatku dikala resah seperti ini." Gumam Nami, mengusap pucuk kepala Erika dengan sayang.

🍂🍂🍂


Nami mengusap ujung matanya, usai menyelesaikan sholat duha kembali matanya menangis. Rasa rindu namun kecewa menyerangnya bersamaan, menyiksanya dan perlahan membelenggu hatinya dalam nestapa.

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang