"Siapa David?" Tanya Fahmi kemudian.
Nami yang tengah sibuk memijit kaki pria itu menghentikan kegiatannya. Wajahnya tegang seketika dengan jantung yang tiba-tiba berpacu cepat.
Susah payah gadis itu menelan salivanya.
Haruskah ia jujur? Bercerita tentang David pada pria itu?
Tapi...
Itu hanya akan membuat luka lama dalam hatinya kembali terasa perih.Nami menghirup oksigen dalam-dalam, tersenyum tipis pada pria dengan sorot mata sayu itu.
"Dia... dia David, orang yang dulu pergi pas hari pernikahan akan segera digelar."
Fahmi terdiam mendengarnya. Menelan saliva dengan perasaan campur aduk. Teringat bagaimana rupa pria bernama David itu. Pria tinggi kurus itu memiliki tampang yang ramah, siapa sangka ternyata dia bisa sejahat itu meninggalkan wanita dihari pernikahan?
"Sejak kapan dia datang ke sini?"
"I..ini udah ketiga kalinya sih.."
Berarti dari saat Fahmi pergi?
"Kenapa kamu nggak bilang sama aku kalau dia datang ke sini?"
Nami tergagap, bingung hendak menjawab apa. Ia hanya berpikir kalau ini adalah masalahnya, dan ia tidak mau mengganggu pekerjaan Fahmi dengan masalahnya itu.
"Itu, a..aku cuma nggak mau ganggu kerjaan Kak Fahmi ajah."
Terdengar helaan napas panjang Fahmi. Nami menunduk dalam.
"Apa yang dia lakukan selama tiga hari ini?"Dan Nami kembali terdiam, diapun tidak tahu apa yang hendak pria itu lakukan dengan menemuinya lagi. David mungkin ingin membahas perkara empat tahun lalu itu, dan Nami belum siap untuk menghadapi semuanya. Semua, dari mulai menghadapi David, sampai kenyataan apa yang akan ia terima dari pria ramah satu itu.
Sesak, mengingat rasa sakit yang ia terima kala itu membuat dadanya kembali sesak. Kenapa pria itu datang kembali? Setelah ia susah payah membenah hati dan memulai kehidupannya lagi.
Allah...
Kuatkan hati hamba..Nami memejamkan mata, menghalau tangis yang mulai menyeruak. Bahunya bergetar, menahan isak yang tiba-tiba mengguncang tubuhnya.
Kenapa dia begitu naif dulu?
Nami memutar wajah, menatap Fahmi dengan pandangan nanar.
"Sst.. nggak usah nangis."
Sebuah usapan lembut mendarat dipipinya. Nami tersentak, Fahmi tengah mengusap air matanya sekarang.Hangat, sentuhannya begitu hangat dan lembut, membuat Nami terkesima dan mendadak menjadi seperti patung. Diam tak berkutit.
Dirasakannya desiran hangat membanjiri relung hatinya, Nami merasa debaran jantungnya menggila.
Pria itu tanpa rasa berdosa sibuk mengusap air mata Nami yang menetes membanjiri pipi, memberikan seulas senyum manis pada gadis bermata bulat itu.Duh, ia merasakan wajahnya memanas. Gadis itu kembali menunduk, menyembunyikan semburat merah yang kini menghiasi wajahnya.
Dan Fahmi hanya bisa tersenyum melihat tingkah 'malu' dari Nami. Merasa gemas dengan kelakuan gadis mungil di hadapannya ini.
Sampai suara bel berbunyi dengan nyaring mengintrupsi keduanya untuk kembali pada kenyataan. Nami menjengit, Fahmi menoleh ke arah pintu.
Suara bel itu ditekan tanpa henti, membuat telinga keduanya merasa bising.Siapa gerangan orang tak sopan yang bertamu saat ini? Apa harus memencet bel tanpa henti begitu?
Nami menggerutu dalam hati."Biar aku buka." Kata Fahmi, mulai beranjak dari tempat tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dua Hati | END ✓
Spiritual⛔Nggak perlu baca cerita ini kalau menurutmu cuma buang-buang waktu⛔ SINOPSIS: "Allah, sebenarnya skenario apa yang telah Engkau buat untuk hamba?" Nami seperti tengah berjudi hati. Mempertaruhkan perasaannya hanya demi seseorang yang bahkan hampir...