36 [Menyelimuti Lara]

20.7K 988 24
                                    

Hari-hari setelahnya dilewati keduanya begitu saja. Nami tak lagi berspekulasi buruk mengenai Fahmi, sebisa mungkin untuk tetap pada posisi yang tenang dan tidak berasumsi seenaknya. Fahmi masih sama seperti kemarin-kemarin, mengumbar senyum hangat, memeluknya erat, mengecup keningnya lama, atau sekadar berbasa-basi memecah keheningan yang ada. Tak membiarkan Nami berlarut dalam pikirannya sendiri mengenai hubungan mereka.

Oleh Fahmi sendiri, pria itu memang sudah merasakan gelagat tak mengenakkan dari Nami usai pertemuan mereka dengan Rae dan Andra waktu itu. Wanita berperawakan mungil itu sering melamun sendiri, dan tiba-tiba canggung bila berhadapan dengan Fahmi. Padahal dirinya sudah bersusah payah membuat suasana terkesan seperti tak terjadi apa-apa. Namun nyatanya itu sulit sekali, mungkin Nami juga bisa merasakan kalau ada yang lain dari dirinya.

Memang, pertemuan itu cukup mengganggunya. Membuatnya mau tak mau harus kembali teringat masalalu dan merasakan perasaan tak karuan itu lagi menggelayuti hatinya.
Namun teringat bahwa janjinya untuk melupakan semua membuat dirinya bisa sedikit mengontrol emosi, walau kadang tarikan napas berat itu tak bisa ia sembunyikan, namun selebihnya Fahmi berusaha untuk tetap waras dan menjalani hari seperti biasa.

Di sisi lain, Nami kini tengah uring-uringan. Kebingungan memikirikan cara untuk memberitahukan perihal berita bahagia yang sampai saat ini belum juga Nami utarakan.
Ia selalu mendapati waktu yang tak pas. Apalagi saat ini Fahmi sedang sibuk-sibuknya, katanya sekarang serbuan para koas di rumah sakit sedang menggebu-gebunya, Nami tidak mengerti perihal hal itu, tapi sepertinya Fahmi benar-benar sibuk saat ini. Bahkan pria itu pernah tidak pulang dan saat pulang keadaannya berantakan.

Ditatapnya test peck itu dengan perasaan gamang, Nami tengah bersandar pada bahu tempat tidur, memikirkan sebuah rencana untuk memberitahu Fahmi bahwa mereka kini sudah menjadi calon orang tua, In sya Allah.

Diusap perutnya yang masih rata dengan penuh kasih sayang. Kemarin Nami menyempatkan diri mengecek kandungan. Alhamdulillah dari hasil pemeriksaan semuanya baik, dirinya dan si jabang bayi dalam keadaan sehat. Usia kehamilannya baru dua minggu, dokter bilang dirinya harus selalu menjaga kesehatan, pola makan dan asupan vitamin, juga ia tidak boleh terlalu stress katanya, harus selalu tenang dan merasa senang, mengalirkan energi positif itu pada bayi yang ada di dalam rahimnya kini.

Mengetahui hal membahagiakan ini dirinya tak sabaran ingin segera mengumumkannya terutama pada Fahmi. Penasaran akan reaksi yang nanti pria itu tunjukkan.

Ini masih sore, Nami baru selesai membersihkan rumah dan ditutup dengan mandi lalu melaksanakan shalat ashar. Sebenarnya Nami hanya mencari-cari kesibukkan, rumah tak seberapa besar ini tidak memerlukan banyak sentuhan sana-sini, semua sudah tertata rapi sesuai tempatnya. Pikirannya selalu tak konsen, teringat kejadian pagi tadi yang hampir membuatnya bagai tersambar petir siang bolong.

"Kemarin aku ketemu David," ujar Fahmi usai menghabiskan sarapannya.

Nami yang tengah membereskan peralatan mereka seketika membeku. Sudah amat lama sekali ia tak lagi mengurusi tentang masalahnya dengan pria jangkung kurus satu itu. Dan tiba-tiba saja Fahmi membahas tentang David, jantung Nami seketika berdetak kencang.

"Ke..ketemu? Kok bisa?" Nami bertanya dengan gugup, melanjutkan pekerjaannya walau sedikit canggung.

"Nggak sengaja. Waktu itu di parkiran rumah sakit, tiba-tiba dia nyamperin aku yang baru mau naik ke mobil. Dia basa-basi sebentar, sebelum akhirnya bilang kalau dia mau minta izin dan tolong sama aku."

Kening Nami berkerut, "Tolong? Tolong apa?"

Fahmi menghela napas gusar, tampak tak suka dengan apa yang hendak ia beritahukan pada istrinya itu.
"Dia minta buat ketemu kamu, ingin selesaikan semua masalah antara kamu dengan dia."

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang