32 [Pengakuan]

20.5K 1.1K 19
                                    

Assalamu'alaikum
Apa kabar?
aku update bab baru, dan semoga masih ada yang nunggu cerita ini :'
Doain ya semoga aku bisa selese-in cerita ini sampe tamat!
Dan satu lagi,
🐏Selamat hari raya idul adha ><🐮

Happy reading~
semoga suka ^^

🌹🌹🌹

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 21)

🍂🍂🍂

Satu dari banyaknya kebiasaan baru yang terjadi, adalah bangun disepertiga malam sambil melaksanakan shalat sunnah tahajud bersama. Satu kebiasaan yang berhasil membuat Nami selalu merasa damai dan bersyukur atas semua yang terjadi dalam hidupnya kini.

Walau sering kali Nami dibangunkan dengan cara yang cukup 'menjengkelkan' menurutnya, yaitu mencipratkan air ke wajah atau mencubit pangkal hidungnya sampai memerah, tapi lebih daripada itu Nami tak bisa berhenti terkagum-kagum dengan sosok Fahmi yang sebelumnya tak pernah ia lihat.

Satu malam sesuai shalat, mereka berbincang sebentar. Adalah cerita Fahmi tentang hidupnya dahulu.
Selama ini Nami tak pernah tahu sosok keluarga yang Fahmi miliki selain Renata. Yang ia tahu Renata dan suaminya dahulu bercerai karena perselingkuhan sang suami, dan Nami tak pernah barang sedikitpun mendengar tentang sosok Ayah Fahmi seperti apa, bahkan sampai saat ini.

"Papa, seingatku dia bukan sosok yang jahat. Dia baik, sering mengajariku ketika belajar saat malam tiba. Menggendongku saat jatuh di taman. Dan menyuapiku ketika aku sakit dan tidak mau makan. Aku, sebenarnya tidak percaya kalau Papa yang menurutku baik itu ternyata bisa berkhianat seperti ini. Meski, ya.. perhatian Papa padaku itu tidak penuh, sering aku tidak menemukan sosoknya di rumah bahkan sampai berhari-hari. Atau Papa yang tidak menepati janji mengajakku ke taman bermain dengan alasan sibuk. Tapi tetap saja, Papa tak pernah berlaku kasar padaku."

Fahmi tersenyum, ada getar sedih dalam suaranya. Nami seakan bisa merasakan sesak yang merundung paru pria itu. Ia juga tak pernah merasakan kasih sayang seorang Ibu bahkan saat dirinya baru menginjak usia dua tahun. Ia tak tahu bagaimana rupa sang Ibu kalau bukan dari album foto yang disimpan Ayah, ia tak tahu bagaimana sosok sang Ibu kalau bukan dari cerita-cerita Kakak dan Ayahnya, ia bahkan tak tahu bagaimana rasanya kasih sayang seorang Ibu kalau bukan karena kedatangan Renata.

Ia benar-benar buta mengenai sosok Ibu.

Jadi, ia tahu bagaimana rasanya kehilangan satu orang tua dalam hidup seseorang. Bagaimana terasa begitu tak lengkapnya sebuah keluarga bila salah satunya tak ada. Betapa sepi, dan kosongnya sebagian hati ketika yang dicinta telah tiada.

"Tiga tahun lalu aku dapat kabar dari Kak Jia, Kakak perempuanku yang sudah lama tak bertemu. Hubungan kami memang sedari awal sudah tidak dekat, jadi ketika kami kembali bertemu setelah sekian lama, kami seperti dua orang asing tak saling mengenal. Kak Jia bilang, Papa terkena serangan jantung, sudah dilarikan ke rumah sakit namun tak tertolong.."

Fahmi menghirup udara dengan susah payah, seperti ada yang mencekik parunya lalu mengisinya dengan duri-duri tajam. Sakit sekali.

"Entahlah, aku tahu Papa tak ada untuk mengisi sebagian besar hidupku. Tapi mendengar berita duka itu tetap saja aku merasa sakit, sedih dan kehilangan. Rasa kecewa hinggap dalam diriku, ketika aku sadar bahwa selama ini aku tak pernah ada usaha untuk mencari keberadaannya. Mendengar dari cerita Kak Jia, Papa sering sekali tidur sambil menyebut namaku dalam mimpinya. Berusaha mencari keberadaanku walau hasilnya sia-sia. Papa juga menyesal, karena sudah menelantarkanku begitu saja."

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang