28 [Pertama Merindu]

19.7K 1K 7
                                    

Assalamu'alaikum
Di sini nggak ada Fahmi, mafkeun :'3
Semoga suka, selamat membaca ^^
Telat update? Ya maap, kemarin mood lagi ancur banget soalnya..


Pelukan hangat juga salam rindu dari sang Ayah-lah yang ia terima sesaat setelah mengetuk pintu dan masuk ke dalam rumah. Harum dari pewangi ruangan menguar diudara, rumah Ayahnya tidak besar dan hanya satu lantai saja. Namun, selalu nampak rapi berkat ketelatenan Siwi, Ibu tirinya yang baik hati, namun selalu tampak menjaga jarak dengan Nami, dalam mengurus rumah.

Entahlah, semenjak pernikahan sang Ayah dengan Ibu tirinya dua belas tahun yang lalu, tepatnya setelah enam tahun perpisahan Ayah dengan Mama Renata, Nami selalu merasa Ibu tirinya menjaga jarak dengannya. Padahal wanita cantik yang sudah memiliki beberapa kerutan di wajahnya itu sangat baik memperlakukannya. Tapi tetap saja, Nami selalu merasakan adanya jarak yang menghalangi antara Sang Ibu tiri dengan dirinya. 

Lihat saja, Ibunya hanya tersenyum kecil sesaat setelah memeluknya dengan singkat. Lalu membiarkan Ayah mengoceh tentang kerinduannya pada putri kesayangan beliau. Dan tak lama, Ibu pergi ke arah dapur, menyiapkan minuman segar untuk Nami.

"Tadi Fahmi sudah bilang sama Ayah lewat telepon kalau dia bakal nyusul nanti." Ujar Ayah.

Mereka duduk di sofa ruang keluarga. TV menyala, menayangkan acara gosip yang membicarakan mengenai kehidupan selebriti. TV itu dibiarkan begitu saja. Nami fokus mendengarkan sang Ayah.

Tak lama, Ibu datang dengan segelas jus jeruk. Diletakkannya di atas meja, berhadapan dengan Nami.

"Minum ini, kamu pasti capek 'kan?" Kata sang Ibu seraya tersenyum canggung.

Nami hanya mengangguk. "Makasih, Bu."

"Sama-sama, sayang."

Setelahnya, sang Ibu resmi meninggalkan keduanya. Pergi ke arah pintu menuju taman belakang. Tampak pakaian yang baru selesai dicuci memenuhi sebuah bak besar di sana. Sepertinya hendak menjemur pakaian.

"Gimana hubungan kamu sama Fahmi? Sudah ada perkembangan?" Tanya Ayah satu waktu.

Untungnya Nami sedang tidak meneguk minumannya. Kalau iya, mungkin minuman itu sekarang sudah nyembur keluar dari bibirnya karena terkejut dengan pertanyaan dari Ayah tadi.

"Ah, i..itu, gimana ya, Yah?" Gadis bermata bulat itu menggaruk tengkuknya, wajahnya merah padam, teringat moment-moment dirinya dengan Fahmi tempo kemarin.

"Ya... hubungan kami lebih baik daripada saat awal-awal sih.." kata Nami pada akhirnya, meraih gelas berisi jus jeruk di atas meja, meneguk isinya banyak-banyak. Berharap, rasa dingin itu dapat menghilangkan hawa panas yang merundungnya saat ini. 

Ayah terkekeh melihat tingkah malu-malu dari Nami. Pria penuh uban itu menggeleng-gelengkan kepala tak habis pikir. Pernikahan putrinya sudah berjalan hampir tiga bulan, tapi baru sekarang keduanya malu-malu saat ditanya tentang hubungan mereka.

"Ayah jadi inget, padahal dulu kalian itu deket banget loh.." ujar Ayah. Sukses membuat Nami memutar wajah seraya menatap serius sang Ayah.

"Oh ya?" Tanya Nami tak percaya. Matanya membulat sempurna. "Aku nggak inget." Lanjutnya menggeleng-geleng, kembali meneguk jus jeruknya.

"Iya dong. Kamu tuh dulu apa-apa pengennya sama Fahmi. Ke warung, jajan, harus sama Fahmi. Jalan-jalan ke taman, harus sama Fahmi. Main di lapangan, harus sama Fahmi. Minta digendong lah, minta disuapin lah, pokonya kamu tuh lengket banget sama Fahmi dulu itu.."

Mata Ayah menerawang, benaknya mengingat-ingat momen menyenangkan antara putri kecilnya dengan bocah kacamata dengan gigi penuh kawat itu dulu.

Kening Nami belipat-lipat, kebingungan sendiri. Benarkah ia sebegitu lengketnya dengan Fahmi dulu? Pikirannya mencoba mengingat-ingat kembali kejadian yang Ayahnya bilang tadi.

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang