13 [Sebuah Permintaan]

20.8K 1K 11
                                    

Spot favorit Nami di rumah barunya adalah, balkon yang mengarah langsung pada pemandangan kota. Jika Fahmi sudah pergi ke Rumah Sakit, Nami akan membawa mug berisi teh hangatnya ke balkon. Menenteng beberapa buah buku lalu mulai menghabiskan waktu di sana. Membaca sambil menikmati suasana pagi dan ditemani teh hangat adalah sensasi paling menyenangkan bagi Nami. Apalagi mengingat dirinya yang jarang sekali bersantai seperti itu, semakin membuat Nami betah berlama-lama duduk di sofa yang ada di sana.

Namun kegiatan paginya itu sedikit berbeda kali ini. Jika biasanya Nami akan membawa beberapa buah buku lalu membaca salah satunya, kali ini Nami hanya duduk terdiam menangkup mug hangatnya. Menatap pemandangan kota dengan pikiran yang entah kemana. Melamun. Beberapa kali menghela napas panjang.

Sampai dering pesan dari ponsel yang tergeletak tak jauh darinya, menyentak Nami dari lamuannya. Nami meraba-raba sekitar, mencari keberadaan benda pipih tersebut.

Ada beberapa pesan dari Tesa. Juga beberapa notif panggilan tak terjawab dari sahabatnya itu. Sejak kemarin Nami memang sengaja mengabaikan ponselnya. Sibuk bermuram durja, meringkuk di dalam selimut, menenangkan hatinya yang tak henti bergemuruh oleh banyak emosi yang berkecamuk di dalam sana.

Tesa : Nami!!!
          Namiraaaaa
          Woeiii, lo masih hidup 'kan???
          Nami! Bales dong. Jangan bikin gue khawatir!
          Namira!! Tega lo ya!
          Nami! Woi!

Nami menarik sudut bibirnya. Ada rasa haru ketika melihat sahabatnya yang sangat peduli seperti ini. Nami kemudian mengetikkan pesan balasan. Tidak tega membiarkan Tesa berlama-lama mengkhawatirkannya.

Nami : Iya, Ca. Alhamdulillah gue baik-baik ajah kok.


Kemudian, Nami kembali meletakkan ponselnya. Matanya menatap langit cerah pagi itu. Pikirannya mengingat kembali kejadian kemarin saat di mal. Kejadiannya singkat, namun amat membekas dalam hati Nami.

🍂🍂🍂


"Namira,"

Pria dengan rambut agak gondrong itu tiba-tiba saja sudah ada di depan Nami tanpa gadis itu sadari.

Tentu saja Nami sangat terkejut dengan kehadiran pria itu yang tiba-tiba seperti ini. Nami benar-benar tidak siap dengan kedatangan pria dengan sweeter coklat itu. Hingga yang ia lakukan hanya mematung dengan jantung yang berdetak kencang. Memori menyakitkan empat tahun silam tiba-tiba berputar dalam pikirannya, tumpang tinding dalam benaknya, membuat dadanya sesak.

Kenapa pria itu bisa tau ia di sini?

"David," Nami berbisik menyebut nama pria itu. Susah payah ia menelan saliva.
Begitu banyak tanya dan praduga untuk pria itu. Namun semua seakan tercekat di tenggorokan, tak bisa ia utarakan. Rasa tidak percaya memenuhi rongga hatinya, benarkah yang berdiri di hadapannya kini adalah pria itu?

Nami memilin ujung khimarnya, berdiri dengan gelisah. Bagaimana caranya kabur dari situasi ini?

"Apa kabar? Lama tidak bertemu." Pria bernama David itu menyapa.

Nami memejamkan mata, menghirup udara sebanyak-banyaknya. Terkejut dengan sikap David yang seperti tidak ada yang terjadi selama ini.

"Untuk apa kamu datang ke sini? Untuk apa kamu temui saya lagi?" Nami bertanya dengan penuh penekanan. Ketara sekali perasaan kesal dan marah menguasainya.

David diam, menatap Nami dengan pandangan yang sulit di artikan. Wajah yang dulu penuh semangat itu, kini dipenuhi penyesalan. Tubuh yang dulu nampak berisi, kini kurus tak terurus. Apa yang terjadi sebenarnya?

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang