49 [Lembar Usang dalam Kenangan 2]

21.8K 1K 8
                                    

Rae diam sejenak, menggigit bibir dalamnya kuat-kuat. Ia ingat sekali bagaimana semua itu terjadi, seolah baru kemarin ia lewati. Air matanya mengucur deras, rasa takutnya menyeruak membuatnya tak bisa menahan getar hebat pada tubuhnya, juga debar kuat dalam dadanya.

Nami terdiam, tak menyangka dengan apa yang Rae alami selama ini. Ia ingat sekali bagaimana sosok Raelisha saat masih di Sekolah Menengah Atas dulu. Memang, Rae tampak tak banyak bicara, seorang ambisius dan berjiwa tegas, namun tetap menyenangkan untuk dijadikan sebagai teman.

Nami ingat perkataan teman-temannya dulu ketika membicarakan seniornya itu saat memenangkan lomba sains tingkat provinsi, "Kak Rae udah cantik, baik, pinter pula! Sempurna banget deh, jadi iri..." kata mereka. Namun siapa yang sangka? Dibalik sifat 'sempurna' yang ia tampakkan, ada trauma dan kesedihan mendalam yang ia emban seorang diri.

"Sejak saat itu Fahmi selalu menyalahkan dirinya sendiri. Ia selalu berandai-andai, andai saja ia pulang bersamaku saat itu, dan andai-andai lainnya. Apalagi saat melihat keadaan Ibuku di rumah.."

Nami diam menunggu. Inilah yang selalu ia pertanyakan sejak dulu. Ada isu mengenai sosok Rae ketika di SMA dulu. Ada yang bilang Rae itu tinggal di panti karena tak pernah sekalipun orang tuanya datang ke sekolah bahkan untuk sekadar mengambil rapor sekolah. Atau bahkan isu mengenai Rae yang seorang anak angkat yang sering mendapatkan kekerasan sebab banyaknya bekas luka di tubuhnya.

🍂🍂🍂


Rae, semenjak kejadian itu menjadi memiliki trauma terhadap laki-laki. Gadis itu tak mengurung diri di dalam rumah, tak pergi ke sekolah selama berhari-hari lamanya.
Tubuhnya selalu bergetar ketakutan, tangannya tak berhenti mengusap pergelangan tangan kirinya seolah masih merasakan bagaimana sakitnya cekalan manusia biadab itu menyakitinya. Air matanya rasanya hampir kering sebab terlalu sering menangis.

Fahmi dan Angga, dua bocah laki-laki yang menyelamatkannya kala itu hampir setiap hari menjenguknya. Angga yang saat itu mengejar sang pelaku kehilangan jejak pria itu ketika berada di keramaian, berulang kali meminta maaf sebab tak bisa membantu Rae untuk mendapat keadilan atas apa yang terjadi padanya, dengan memberikan hukuman berat pada pelaku.

Sedang Fahmi, ia sudah tak bisa lagi menggambarkan bagaimana rasa sedih juga bersalahnya pada gadis yang kini selalu nampak ketakutan ketika dirinya dan Angga datang ke rumah.
Apalagi ketika mengetahui bagaimana keadaan keluarga Rae kala itu.

Fahmi bisa melihat bagaimana Rae yang kesusahan merawat sang Ibu yang memiliki gangguan kejiwaan.  Ditengah-tengah traumanya Rae selalu berusaha untuk merawat sang Ibu, memberinya makan, menenangkan wanita itu ketika dirinya berulah, ikhlas menerima segala perlakuan Ibunya yang tak segan melayangkan bermacam pukulan pada tubuhnya.

Ibu Rae memang memiliki gangguan kejiwaan semenjak perceraiannya dengan sang suami tiga tahun yang lalu. Siapa yang sangka? Ternyata selama ini ia hanya seorang wanita simpanan pria brengsek itu, dan ketika ulahnya terendus oleh pihak istri pertamanya, pria itu menceraikan lalu meninggalkan Agi-Ibu Rae- begitu saja.

Agi yang saat itu sebatang kara, tak memiliki saudara bahkan tak tahu bagaimana rupa orang tuanya, sebab besar di panti asuhan, lalu hanya bisa menangis meratapi nasib. Stress yang berlebihan membuatnya gila, ia melampiaskan semua emosinya pada gadis malang yang kala itu masih berusia dua belas.

Semenjak itu pula Rae menjadi penopang hidupnya dan sang Ibu. Dari mulai berjualan tisu, sampai berjualan gorengan ketika pulang sekolah tiba, semua ia lakoni tanpa putus asa. Beruntungnya ia ketika memasuki masa Sekolah Menengah Pertama, dirinya berhasil mendapat beasiswa penuh berkat ketekunannya dalam belajar.

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang