Nami berdiri di depan pintu, suara nyaring dari bel yang di tekan berkali-kali menggema ke seluruh ruangan, namun Nami tak berniat membuka pintu sama sekali.
Ia mengintip dari lubang pintu.
Nampak pria dengan kaos putih dan celana jins berdiri di luar sana. Rambut coklatnya terlihat rapi, tak seperti terakhir kali ia lihat, begitu berantakan.Gadis bermata bulat itu mendengus, mau sampai kapan pria itu berdiri di sana? Tidakkah ia mengerti kalau saat ini, Nami tidak ingin menemuinya?
Semenjak kedatangan pria itu dua hari yang lalu, David tak pernah berhenti menemuinya. Bila Nami tidak keluar, David akan kembali keesokan harinya. Ini sudah kali ketiga, pria berambut coklat itu datang ke rumahnya.
Memencet bel beberapa kali, berdiri menunggu dengan sabar di depan pintu. Kadang, mengetuk pintu dengan tangan kurusnya. Lalu kembali menunggu.Dia akan berdiri di depan pintu selama tiga puluh menit. Jika Nami takkunjung membukakan pintu, David akan pergi.
Nami meremas dadanya, rasa sakit setiap kali melihatnya, terus membuatnya sesak. Nami berharap David segera pergi, dan jangan pernah kembali lagi untuk mencoba bertemu dengannya.
🍂🍂🍂
Fahmi menenteng tasnya dengan wajah lelah. Tiga hari ini ia hampir tidak istirahat. Menghadiri beberapa undangan sebagai pembicara, beberapa kampus dan stasiun TV ia datangi tanpa jeda sejenak. Akibatnya, ia merasa penat sekali sekarang. Yang ia inginkan saat ini hanyalah, tidur di kasurnya yang nyaman.Beruntungnya, hari ini libur. Jadi Fahmi bisa beristirahat dengan maksimal. Memulihkan kembali energinya untuk besok kembali menjalani kewajibannya sebagai pelayan masyarakat di rumah sakit nanti.
Fahmi berjalan memasuki lift, pikirannya teringat pada Namira. Sedang apa gadis itu sekarang? Dia baik-baik saja 'kan? Tiga hari ini ia tidak mengabari gadis itu sama sekali, karena selama ia pergi hampir rak pernah menggunakan ponselnya barang sebentar. Saat ia mengecek ponselnya tadi pagi, ratusan notifikasi memenuhi layar benda pipih berwarna hitam itu.
Suara khas dari lift saat sampai di lantai yang dituju menggema, membangunkan Fahmi dari lamunannya kala itu. Fahmi melangkah keluar menyusuri lorong gedung, berjalan menuju apartemennya berada.
Langkahnya terhenti saat matanya menangkap sosok pria dengan kaos putih berdiri di depan pintu apartemennya. Keningnya berkerut, siapa pria itu?
Tiba-tiba ia teringat Nami. Gadis itu tidak kenapa-napa 'kan? Seketika rasa khawatir menyeruak dalam dirinya.Ia menaruh curiga, namun Fahmi masih bisa mengendalikan emosinya. Fahmi kembali melangkah, berjalan mendekati pria berperawakan tinggi kurus itu.
"Mencari siapa?"
Suara baritone di sampingnya sukses membuat David menjengit. Pria itu mundur selangkah, dengan mata membulat ia menoleh ke arah kanannya. Ia hampir jantungan saking terkejutnya.
Fahmi menatap pria itu dengan tajam, sorot matanya sarat akan tanda tanya.
David menelan saliva. Mengatur kembali napasnya yang tak beraturan.
Pria kurus itu berdehem, menatap Fahmi dengan ramah."Mas pasti suami Namira?" Kata David menebak.
Fahmi hanya mengangguk.
David tersenyum, mengulurkan tangannya. "Saya David Yantoro, saya-
"Saya nggak ada waktu untuk bicara saat ini. Saya harus istirahat. Jadi, bisa anda pergi dari sini."
Selanjutnya, Fahmi memutar kunci, membuka pintu rumahnya dan masuk ke dalam. Tidak peduli pada David yang diam mematung di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dua Hati | END ✓
Spiritual⛔Nggak perlu baca cerita ini kalau menurutmu cuma buang-buang waktu⛔ SINOPSIS: "Allah, sebenarnya skenario apa yang telah Engkau buat untuk hamba?" Nami seperti tengah berjudi hati. Mempertaruhkan perasaannya hanya demi seseorang yang bahkan hampir...