40 [Ego dalam Diri]

19.1K 1K 21
                                    

"Ca, Mita, tolong... jangan kasih tahu siapapun tentang hal ini, bahkan pada Fahmi sekalipun. Aku mohon, setidaknya sampai waktunya benar-benar tepat aku sendiri yang akan memberitahu hal ini padanya. Ya?"

"Hah? Nggak bisa gitu dong! Masa lo hamil suami lo nggak boleh tahu?!"
Tesa tak mengerti dengan jalan pikiran Nami. Hei! Disaat seperti ini seharusnya ada seseorang yang menjaga Nami dong, kenapa juga seseorang yang seharusnya menjadi sandaran Nami malah tak boleh mengetahui apapun?

Nami segera menggeleng cepat, menampik ucapan Tesa padanya.
"Nggak, aku mohon untuk kali ini saja. Aku..hanya butuh waktu, hanya sedang mencari waktu yang pas. Jadi tolong bantu aku dengan tutup mulut soal ini ya?"

"Nam, aku sebenarnya nggak setuju sama usul kamu. Tesa benar, suamimu harus tahu hal ini. Memang ada apa sih sampai kamu nggak mau kasih tahu kehamilanmu saat ini sama Fahmi? Kalian... ada masalah?" Mita ikut angkat suara seraya sibuk menenangkan bayi Anne dalam pangkuannya.

Nami diam, menatap kedua sahabatnya bergantian. Haruskah ia menceritakan apa yang terjadi?

🍂🍂🍂


Nami sampai di rumah ketika hari menjelang siang. Usai aksi muntah-muntahnya di rumah Mita, juga pertanyaan-pertanyaan dari kedua sahabatnya, pada akhirnya mereka memilih untuk melupakan sejenak perkara tersebut. Memilih untuk kembali berkumpul di ruang TV rumah Mita, mulai bertukar cerita, membangun quality time yang sehat dalam hubungan ketiganya.

"Nam, kita tahu mungkin kamu dan Fahmi sedang ada masalah sekarang. Tapi lebih baik kesampingkan dulu ego kalian, atau coba bicarakan baik-baik masalah kalian. Ini nggak cuma menyangkut hubungan kamu sama Fahmi, tapi juga tentang anak yang sekarang ada dalam rahim kamu. Kamu nggak bisa kaya gini terus, sulit membayangkan kamu yang sedang dalam masa-masa kehamilan mengurus semua sendirian. Apalagi ini baru masuk trimester pertama, semua serba repot. Dan bukankah sudah menjadi kewajiban Fahmi untuk memenuhi segala kebutuhan kamu? Termasuk dalam menjaga dan merawat kamu dan bayimu."

Itu yang Mita ucapkan pada Nami saat ia hendak pamit pulang.
Nami hanya tersenyum, mengangguk kala itu.
Perkataan Mita ada benarnya, Fahmi harus tahu akan hal ini. Setidaknya, dengan memberitahukan hal ini pada Fahmi ia jadi tahu bagaimana reaksi pria itu 'kan? Bagaimana tanggapan pria itu?

Dengan begitu Nami bisa mengambil langkah selanjutnya. Kalaupun Fahmi tak menginginkan atau merasa keberatan dengan kehamilannya, maka Nami akan mengurus sendiri anak ini. Namun bila hal ini membuat Fahmi kembali berubah, melupakan segala hal yang saat ini membuat hubungan mereka tanpa disadari merenggang, maka Nami akan amat sangat bersyukur. Dan semoga, kemungkinan kedualah yang nanti terjadi.

Maka, menjelang malam Nami menunggu kepulangan Fahmi dengan dada berdebar. Ia duduk di kursi meja makan, sesekali memirik ke arah pintu, bertanya-tanya pakankah pria itu pulang?

Tangannya meremas satu sama lain, test peck sudah ada dalam kantung baju tidurnya, makan malam sudah tersaji, harumnya menggugah selera. Rencananya ia akan memberitahu seusai makan malam nanti.

Namun, sampai seusai dirinya shalat isya dan makan malam menjadi dinginpun pria itu takkunjung menampakkan batang hidungnya.
Kemana Fahmi?
Nami diam, bersandar pada bahu sofa ruang TV. Tangannya membuka aplikasi chat di ponselnya, berharap mendapat kabar dari Fahmi jikalau pria itu ternyata pulang telat malam ini.
Tapi nihil, tak ada satupun pesan dari pria itu. Bahkan chatnya yang menanyakan apakah ia akan pulang malam inipun tak kunjung dibalas. Nami mendadak gelisah, apa yang terjadi pada Fahmi saat ini?

Nami diam menunggu, matanya tak jarang melirik antara pintu, jam dan ponsel.

Tak terasa waktupun berlalu.

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang