Mereka sampai di salah satu pusat perbelanjaan kota itu. Fahmi dan Nami keluar dari mobil, masuk ke dalam supermarket itu bersama-sama.
Nami agak terkejut sebenarnya ketika Fahmi mengajaknya berbelanja di supermarket besar nan megah ini. Ia biasa mengisi kulkas dari pasar tradisional yang becek dan bau, karena harga di sana lebih murah daripada di supermarket.
Dan ketika Fahmi membawanya ke sini, jiwa 'hemat' milik Nami menjerit saat melihat deretan harga yang tak masuk diakal."Kak, kenapa nggak ke pasar ajah sih? Di sini mahal-mahal lihat tuh!" Ujar Nami ketika Fahmi mendorong troli ke bagian daging.
"Pasar jam segini sudah pada tutup Nami, kamu mau cari apa di sana? Lagian di sini kualitasnya lebih baik kok." Kata Fahmi dengan entengnya.
Nami mendengus, "Tapi Kak, mahallll..."
Fahmi menegakkan punggungnya, menghela napas lalu menatap Nami. "Uangku masih cukup kok Nam, lagian aku nggak mau ngambil risiko dengan beli bahan makanan yang murah tapi kualitasnya kurang. Itu mempengaruhi kesehatan."
Nami bisa apa selain mengangguk pasrah. Begini ternyata kalau punya suami Dokter. Semua serba higenis. Tak peduli dengan harga yang tak masuk akal sekalipun.
Puas berbelanja bahan makanan yang berjumlah total setara dengan gaji Nami sebulan dulu, dan sukses membuat Nami hampir pingsan kalau saja ia tidak ingat tempat, mereka akhirnya memilih berkeliling-keliling dahulu sebelum pulang.
Nami menarik Fahmi ke timezone, zona surga para pecinta game. Nami memang bukan seorang gamers atau semacamnya, hanya saja tempat ini adalah tempat yang selalu ia sambangi dikala suntuk datang, bersama Tesa juga Mita bila sedang tidak sibuk dengan pekerjaan rumahnya.
"Aku mau main capit boneka, tapi nggak pernah dapet.." ujar Nami satu saat.
Fahmi menaikkan sebelah alisnya, "Terus?"
Mendengar itu, Nami berdecak. "Ya dapetin dong.. gitu ajah nggak peka deh." Katanya dengan bibir mengerucut sebal.
Fahmi menghela napas, meminta kartu timezone kepada Nami. "Yasudah, sini.." lalu berjalan menuju kotak permainan.
Setelah menggesek kartu, Fahmi mulai bermain. Nami mengamati dengan wajah penuh harap. Fahmi mencoba memfokuskan diri.
"Boneka panda! Aku mau boneka panda!" Nami menjerit-jerit saat Fahmi mulai menggerakkan capit, memilih boneka mana yang hendak diambil.
Mendengar permintaan Nami, Fahmi mengangguk dan mengarahkan capit itu pada boneka panda yang Nami inginkan. Setelah dirasa cukup dekat, Fahmi menekan tombol merah, capit mulai turun secara perlahan.
Nami menahan napas, menatap capit itu dengan binar penuh pengharapan. Dalam hati gadis bermata bulat itu merapal doa.
Semoga dapat, semoga dapat!Nami tak bisa menahan jeritnya saat capit itu menangkap boneka panda yang diinginkannya. Perlahan, capit itu membawa boneka berukuran sedang itu menuju kotak keluar.
"Ya Allah jangan jatuh, plis jangan jatuh!" Geram Nami ketika melihat boneka itu seakan hendak terlepas dari capitan mesin itu.
Dan Nami akhirnya melompat kegirangan ketika boneka itu akhirnya berhasil dimenangkan. Ia langsung mengambil boneka itu dari dalam mesin, memeluknya dengan wajah bahagia. Seperti seorang anak kecil.
"Kyaa!!! Alhamdulillah akhirnya dapat juga! Aaa... sukaaa." Katanya sembari memeluk erat-erat boneka panda tersebut.
Melihat itu, Fahmi hanya tersenyum. Entah mengapa, tingkah Nami selalu nampak menggemaskan dimatanya. Tak sadar, Fahmi mengulurkan tangannya, mengusap pucuk kepala gadis berjilbab abu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dua Hati | END ✓
Spiritual⛔Nggak perlu baca cerita ini kalau menurutmu cuma buang-buang waktu⛔ SINOPSIS: "Allah, sebenarnya skenario apa yang telah Engkau buat untuk hamba?" Nami seperti tengah berjudi hati. Mempertaruhkan perasaannya hanya demi seseorang yang bahkan hampir...