7 [Ternyata Fahmi]

20.3K 1K 12
                                    

Suara deru mobil memasuki halaman rumah membuat Nami mengangkat kepalanya dan langsung tegang seketika. Jantung Nami yang semula mulai tenang kini seperti hendak melompat dari tempatnya, dan perasaan kalut langsung menyelimutinya. Nami masih belum siap untuk semua ini! Ia remas kedua telapak tangannya dengan mata yang mulai mencuri-curi pandang ke arah pintu.

Ayah tersenyum kecil, mengusap pucuk kepala Nami sebelum beranjak menuju daun pintu. "Tenanglah Nami," bisik Ayah.

Bila sudah seperti ini, Nami tidak dapat lagi bisa tenang. Gugup, penasaran, namun was-was semua menyerangnya bersamaan. Bagaimana dia tidak gamang? Ketika mimpi buruk tentang sosok Fahmi  tak pernah berhenti menghantuinya. Ia tak bisa membayangkan hari-harinya bila apa yang dia takutkan ternyata benar, bahwa Fahmi putra Mama Renata adalah orang yang sama dengan Fahmi sang idola sekolah.

Mengapa Nami bisa sangat takut?
Hei, bayangkan saja! Seorang Nami menikah dengan manusia bak pangeran seperti itu? Dipikir ini negeri dongeng dimana rakyat jelata sepertinya dinikahi oleh seorang pangeran? Bagaimana nasibnya nanti? Mungkin saja nanti banyak orang mencibirnya, kebingungan atas kejadian mustahil seperti ini dan mulai membicarakannya, dari mulai bagaimana semua ini bisa terjadi? Bahkan mungkin sampai pelet apa yang Nami gunakan untuk bisa dinikahi oleh Fahmi.

Sebagai salah satu manusia penyuka ketentraman dan kedamaian juga benci menjadi pusat perhatian. Hal di atas cukup membuat Nami kalang kabut tak keruan, membayangkannya sudah seperti penjara baginya, menakutkan!

Dan ketika terdengar suara pintu dibuka, juga suara Ayah yang tengah menyambut tamunya, saat itulah Nami merasakan puncak dari semua rasa takutnya hampir membuatnya menggigil.
Nami mengintip dari celah tubuh besar milik Ayah, siluet dua orang di luar sana amat sibuk menyambut basa-basi dari sang Ayah. Ada satu orang yang menarik perhatiannya, yang membuat Nami menahan napasnya, yang membuat jantungnya seakan berhenti berdetak lupa caranya bekerja.

🍂🍂🍂


"Kenapa dari sekian banyak Fahmi di dunia ini, harus Kakak sih yang mesti dihadapi?"
Nami mengusap wajahnya kasar, mendengus kesal karena apa yang diharapkannya ternyata tidak terkabul.

Pria itu, mimpi buruknya telah menjadi nyata. Bulu kuduknya merinding seketika ketika retinanya menangkap wajah tak asing itu berdiri diambang pintu. Oh sungguh, rasanya sudah seperti bertemu hantu saja! Nami ingin kabur saat itu juga, pergi jauh-jauh darisana tanpa pernah kembali lagi. Tapi, yang dilakukannya hanya diam, sampai kesempatan untuk bicara datang, ia bawa pria itu ke halaman belakang untuk bicara empat mata.

"Lalu kamu maunya Fahmi siapa?" Pria itu berujar dengan nada tak bersahabat. Nami agak tersinggung, ia menatap tajam ke arah Fahmi.

Namun, ada perasaan mengganjal saat ia mendapati sorot mata Fahmi. Kosong tanpa semangat, lalu bila ditilik lebih jauh, wajahnya tanpa ekspresi seakan kehilangan gairah hidup. Bahkan cara pria itu menarik napaspun, terdengar kacau ditelingan Nami.

Nami melipat tangannya, berdehem mencoba mengurai atmosfer yang tidak mengenakkan. Ia melirik Fahmi sekilas, pria itu masih diam tanpa menatapnya, pandangannya lurus, namun Nami tau tak ada apa-apa di dalam pandangan itu. Benar-benar kosong.

"Aku mau tanya satu hal," Fahmi tetap diam, tapi Nami tau pria itu mendengarkan.
"Kenapa harus aku? Kenapa nggak yang lain?" Lanjutnya, dan itu sukses membuat kepala Fahmi berputar menatapnya.

Lama keduanya saling diam, Nami sabar menunggu jawaban. Sebenarnya Fahmi memang bukan orang asing bagi Nami, memang benar kalau dirinya lupa pernah menjadi adik tiri pria itu dulu, tapi selama masa SMAnya dia amat sangat sering berinteraksi dengan Fahmi. Kenapa? Karena dulu, ialah yang menjadi wakil ketua osis mendampingi Fahmi. Hal itu tentu membuatnya banyak terlibat dengan pria satu itu, apalagi kalau sudah ada acara besar yang hendak digelar, keduanya kompak saling bekerjasama mengerahkan kemampuan.

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang