Assalamu'alaikum
Apa kabar?
Aku update bab baru dan semoga masih ada yang nunggu cerita ini (itu mulu dah bahasannya_-)
Yah.. buat sekarang silahkan nikmati dulu romansa kedua anakku ini ya~
Happy reading,
dan semoga suka ^^🌹🌹🌹
"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan."
(QS. Al-'Ankabut 29: Ayat 57)🍂🍂🍂
Mereka sampai di sebuah tempat pemakaman umum yang jaraknya lumayan jauh, butuh dua jam lamanya untuk mereka sampai di sana. Pantas Fahmi meminta agar mereka mengisi perut dulu sebelum berangkat, ternyata bukan perjalanan yang hanya semenit dua menit.
Erat, Fahmi menggenggam erat tangan Nami. Menuntun Nami pada pusara milik Papanya berada.
Usai pengakuan Fahmi tentang status Nami pada sang perawat di rumah sakit tadi, Fahmi pamit untuk masuk ke dalam ruangannya, membawa Nami serta bersamanya. Nami hanya bisa tersenyum canggung lalu cepat-cepat berlalu dari sana, mengabaikan keterpakuan perawat tersebut mendengar penuturan Fahmi.
"Kak, maaf ya. Waktu itu aku bingung banget harus jawab apa pas tiba-tiba ditanya aku ini siapanya dokter Fahmi?"
Fahmi duduk di kursinya, menggeleng lalu menarik senyum tipis. "Nggak apa-apa. Tapi lain kali jangan seperti itu lagi ya?"
Seraya mendudukkan diri pada kursi, Nami memgangguk. Meletakkan totebag birunya di atas meja. "Memang nggak apa-apa Kakak bilang kayak tadi? Nanti 'kan ketahuan kalau ternyata Kakak sudah menikah."
Dilihat Fahmi mengangkat bahu acuh, mendahului Nami membuka totebag yang ada di hadapannya, mengeluarkan semua isi yang ada di dalamnya. "Aku rasa, sudah waktunya kita berhenti menyembunyikan status kita pada orang-orang."
Mendengar itu, entah mengapa ada desir hangat yang menyambut relung hatinya. Perutnya seperti digelitiki, seakan ada ribuan kupu-kupu berterbangan di sana. Ia, senang, ketika tau kalau Fahmi benar-benar mengakuinya sebagai istri, terlebih memberitahukannya pada orang-orang kalau mereka sudah menikah.
Nami tersenyum, lagi-lagi hanya mengangguk menanggapi ucapan Fahmi. Membiarkan Fahmi membuka kotak bekal yang Nami bawa. Terlihat Fahmi yang tersenyum senang melihat isi kotak bekalnya, memuji kemampuan memasak Nami yang hebat, lalu mulai menyendok menu makan siangnya hari itu.
"Kamu sudah makan?" Tanya Fahmi.
Malu, Nami menggeleng kecil.
Fahmi tersenyum. Menyodorkan sendok berisi sesuap nasi dan lauknya pada Nami."Kita makan sama-sama kalau gitu."
🍂🍂🍂
Entah sudah berapa lama Fahmi tak menginjakkan kaki di depan gundukan tanah tempat peristirahatan terakhir mendiang Papanya itu. Rumput-rumput sudah menjulang tinggi menutupi nisan bertuliskan nama Handoko Prajaya di sana.
Fahmi dan Nami berjongkok di depan pusara tersebut, tangan mereka mulai sibuk mencabuti rumput-rumput liar di sana, membersihkan pusara Papa Handoko bersama.
"Kakak sering ke sini?" Tanya Nami disela-sela kegiatan mereka.
Fahmi menggeleng kecil, "Nggak sering, tiga atau empat bulan sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dua Hati | END ✓
Spiritual⛔Nggak perlu baca cerita ini kalau menurutmu cuma buang-buang waktu⛔ SINOPSIS: "Allah, sebenarnya skenario apa yang telah Engkau buat untuk hamba?" Nami seperti tengah berjudi hati. Mempertaruhkan perasaannya hanya demi seseorang yang bahkan hampir...