48 [Lembar Usang dalam Kenangan]

22.2K 982 5
                                    

Assalamu'alaikum
Apa kabar?
Update lebih cepat dan sekaligus dua karena ingin cepat tamatin cerita ini :3
Aku bakal hiatus lama soalnya, dikejar waktu banget dan kemungkinan nggak akan buka wattpad dulu :"

Maaf kalau ceritanya nggak dapet feelnya, aku ngerjain sambil dipepet waktu (T ^ T)
Monangiddd~
Aku harap kalian masih mau baca ceritanya sampai akhir :"

Happy reading ❤

🌹🌹🌹

Asap dari seduhan teh panas itu mengepul diudara, bersatu dengan hawa dingin yang diciptakan oleh derasnya hujan di luar sana.
Meja kayu kecil dengan polesan cat berwarna putih gading menjadi tempat untuk secangkir teh panas itu singgah, ditemani dua kursi kayu dengan dua perempuan berbeda latar dan watak itu saling berhadapan.
Wanita dengan khimar biru langit tampak ragu mengutarakan apa yang hendak ia ucapkan, beberapa kali terlihat bibir dengan polesan lipstick peach itu terbuka namun berakhir dengan tertutup rapat kembali.
Sedang wanita dengan khimar mocca dan corak garis putih, diam menunggu dengan kedua tangan bersidakep di atas dada, menatap tak sabaran pada perempuan yang sedari tadi tak kunjung mengutarakan maksudnya.

"Jadi? Kakak mau tetep diam saja?'' Wanita berkhirmar mocca berujar tak sabaran saat melihat perempuan itu tak juga buka suara setelah menit demi menit berlalu.

Wanita berkhimar biru itu menggeleng, ''Bukan begitu, aku cuman lagi berpikir kalimat apa yang cocok untuk mengutarakan hal ini. Aku tau, setelah semua yang terjadi padamu, semua itu tak luput atas kesalahanku. Jadi--

"Cukup,'' wanita berkhimar mocca menukas, ''aku sudah capek dengan semua ini, tidakkah Kakak mengerti? Aku hancur! Hatiku, ragaku, hancur semua! Apakah aku tidak boleh menenangkan diri barang sebentar? Melupakan semua sakit yang kuterima dari hubungan memuakkan kami. Dan Kakak dengan tak berperi datang ke sini hanya untuk mengingatkanku tentangnya?''
Ia berhenti sejenak, napasnya memburu menahan sesak yang tiba-tiba mencekik paru.

"Dengarkan dulu!'' Habis sudah kesabaran wanita berkhimar biru itu menghadapi segala tingkah seseorang yang kini mulai berkaca-kaca di hadapannya. Entah sudah berapa kali ia mencoba menjelaskan semuanya, tapi selalu saja wanita itu enggan mendengarkan.

Ruangan persegi tak seberapa besar itu kemudian lengang, menyisakan suara rintik hujan di luar sana yang saling bersahutan, pun deru napas dari keduanya yang sama-sama menahan rasa sesak.

🍂🍂🍂


Rae, wanita dengan khimar biru itu menghela napas dalam-dalam. Tangannya meremas satu sama lain, jantungnya berdebar kencang, hatinya tiba-tiba diserang ragu haruskah ia ceritakan?
Rasa takut itu kembali merundungnya setelah sekian lama, mencekat parunya, membuat tubuhnya diserang getaran hebat.

"Na..Nami, terserah kamu mau menanggapi se..seperti apa ceritaku kali ini. Tapi mungkin ini bisa menjawab semua pertanyaanmu selama ini tentang Fahmi dan..A..aku." Rae berujar dengan nada gugup, air mata mulai menggenang dipelupuk mata.

Ingatan menyakitkan tiga belas tahun lalu yang selama ini mati-matian ia lupakan kembali berputar dalam benaknya. Rasa takut itu kembali menyeruak dalam dadanya. Trauma yang mulai menghilang kembali ia rasa, tubuhnya bergetar ketakutan.
Namun Rae berusaha tetap tegar, memaksakan diri untuk tetap teguh pada tujuannya saat ini.

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang