44 [Mencari]

22.4K 1.1K 18
                                    

Assalamu'alaikum
Apa kabar?
Part ini pendek, cuma 951 kata.
Di sini cuma ada Fahmi sama Angga, dan jangan bingung ya pas baca dialog Angga, nanti diakhir cerita ini dijelasin semua kok, In Sya Allah.
Ok, semoga suka!
Update lebih cepat karena kemungkinan besok nggak bisa update soalnya ada urusan di dunia nyata yang nggak bisa ditinggal~
Kemungkinan hiatus dulu beberapa hari :"
Maapkeun 😔
❤Happy reading~

"Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah"
(QS. Al-Hadid 57: Ayat 22)

"Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri,"
(QS. Al-Hadid 57: Ayat 23)

🌹🌹🌹

Angga menggiring Fahmi duduk di halte tak jauh dari sana, meminta Fahmi untuk tenang lalu menceritakan apa yang terjadi sampai membuat pria itu sefrustrasi ini.

Beberapa kali Fahmi menghela napas, menghapus jejak derai air matanya yang sempat menganak sungai. Dirinya menahan gejolak dalam dada, menahan untuk tidak membenturkan kepalanya pada aspal jalan sebab kekecewaan dan penyesalan terhadap diri sendiri yang semakin membesar.

Teringat akan senyuman Nami setiap menyambutnya pulang, atau tawa wanita itu ketika berbincang setiap malam, juga pelukan hangat yang menenangkan kala hatinya merasa resah. Dan semua itu hilang dalam sekejap mata, karena ulahnya sendiri.

Dasar bodoh! Lelaki macam apa kau Fahmi! Kau tak ubah pria brengsek di luar sana yang suka menyakiti hati perempuan.

Batinnya memaki. Menyesali diri.

"Istigfar, Mi!" Angga mengingatkan ketika melihat Fahmi yang tak jua tenang, gelisah di tempagnya.

Mendengarnya Fahmi tertegun, langsung beristigfar dalam-dalam. Berdoa pada-Nya untuk selalu melindungi istrinya dimanapun ia berada.

Astagfirullah..
Ampuni hamba ya Allah..
Dan, hamba mohon
Bantu hamba agar bisa menemukannya.

"Sebenernya ada apa sih sampe lo kelihatan kacau kayak gini?" Angga akhirnya bertanya, Fahmi menggeleng menanggapi.

"Gue bener-bener brengsek ya, Ga? Laki-laki macam apa gue yang tega nyakitin istri gue sendiri kayak gini?" Bergetar suara pria itu, tak kuasa menahan sesak dalam dadany.

Angga menghela napas, sudah mengira hal itu sedari awal.
Namun ia teringat sesuatu, segera merogoh saku jaketnya, mengeluarkan sebuah kotak kecil yang siang itu ia temukan namun belum sempat ia berikan pada pemiliknya.

"Apa lagi masalah lo sekarang?"
Angga tak langsung serta merta memberikan kotak itu, ia menimang dahulu di tangannya.

Fahmi mengangkat wajah, menghirup udara dalam-dalam.
"Dia... pergi, karena ulah gue sendiri."

Kening Angga tertaut, ia menjengit terkejut. "Pergi? Kabur maksud lo?"

Fahmi menggeleng, kepergian Nami tidak bisa dibilang kabur juga, sebab wanita itu mengabarinya lewat secarik sticky notes tentang kepergiannya. Tapi tetap saja, rasanya sesak. Bukankah itu berarti Nami sudah tak lagi tahan bersamanya? Sudah telanjur sakit hati teramat dalam sampai memilih pergi darinya, menghindari sakit hati yang lain yang mungkin akan kembali ia torehkan.
Mengingatnya membuat Fahmi kembali merutuki diri, membenci dirinya habis-habisan.

"Seharusnya gue lebih bisa kontrol emosi gue, dan nggak ngelampiasin semuanya sama dia. Wajar dia pergi, sikap gue udah terlalu menyakitinya, bahkan sedari awal hubungan ini terjalin. Gue.. gue harus gimana? Gue nggak mau kehilangan dia."

Angga mengulurkan tangannya, memberikan kotak itu pada pria di sampingnya.
"Tadi siang sebenernya gue lihat Namira keluar dari ruangan lo, terus ngebuang sesuatu ke tempat sampah. Gue penasaran sama apa yang dia buang, dan kotak ini yang gue temuin." Jelas Angga.

Dengan alis tertaut bingung, Fahmi meraih kotak merah dengan pita putih itu dari tangan Angga. "Apa ini?" Tanyanya.

"Buka aja, yang pasti lo harus tahu tengang hal ini. Ini bukti, bahwa hidup lo sekarang itu bukan lagi tentang rasa bersalah atau rasa kecewa lo mengenai masalalu. Jangan sia-siakan apa yang ada di depan mata, yang sudah Allah kasih sama lo, seseorang yang sudah buat hidup lo perlahan berubah, kembali semangat mengambil langkah. Dengerin gue,"

Angga menghela napas, matanya menerawang ke atas langit kota yang sempit. Gemerlap lampu gedung-gedung menjulang tinggi itu menggantikan bintang menghiasi malam, walau cantiknya kalah hebat oleh bintang ciptaan Sang Maha Kuasa.
Pikirannya terbang, melanglang buana, mengingat hari dimana Fahmi menjadi sosok yang berbeda dari yang terakhir ia kenal. Kejadian belasan tahun silam yang berhasil membuat hidup Fahmi terbelenggu nestapa, kebingungan mencari tahu apa yang sebenarnya ia rasakan, apa yang sebenarnya ada dalam hatinya, dan tersesat di dalam relung keputus asaan.

"Gue tahu, lo sebenarnya lagi bingung. Lo linglung selama ini. Apa perasaan lo selama ini, pada siapa hati lo terpaut, semua itu membuat perasaan lo diselimuti rasa gelisah. Lo nggak tahu apa yang harus lo lakukan, lo menyangkal semua perasaan yang tumbuh dalam hati lo, demi mempertahankan rasa yang lebih dulu lo pupuk diam-diam. Dan saat takdir mulai memainkan perannya, lo lari dari kenyataan, dan berakhir dalam kubangan penyesalan, tanpa mau mengakhiri."

Angga mengangkat bahu, menghirup udara sebanyak yang ia bisa. Selama ini ia hanya diam melihat Fahmi bergelut dengan dunianya sendiri, berperang dengan hati dan logika miliknya. Namun ketika semua menjadi runyam seperti sekarang, ia merasa perlu menjadi penengah untuk ikut membantu menyelesaikan kesalah pahaman selama ini.
Membantu Fahmi untuk menyadari perasaannya sendiri.

Kini ia memutar wajah, menatap sahabatnya. "Waktunya untuk sudahi semua ini. Menerima semua masalalu yang sudah berlalu, keluar dari pusara masalalu, kejar impian lo selama ini." Katanya penuh keyakinan.

Bertepatan dengan itu, Fahmi membuka kotak dalam genggamannya.

Dan jangan tanya bagimana reaksi Fahmi kali ini. Antara bahagia juga menderita. Bahagia, bersyukur atas kepercayaan yang telah Allah beri kepadanya. Menderita, karena sesak yang memenuhi rongga dada sebab penyesalannya pada wanita itu semakin menderanya.

Allah, ampuni hamba...

Ia kembali menangis.

🍂🍂🍂

Angga menyuruhnya pulang untuk menenangkan diri. Ia berjanji akan ikut membantu mencari keberadaan Nami esok hari, ia yakin wanita itu tidak akan pergi jauh. Fahmi mengangguk saja, berjalan gontai menuju apartemen. Hawa dingin menyelimuti dirinya ketika sampai di dalam, tak ada lagi sapaan hangat yang ia terima ketika membuka pintu, betapa rindu itu kembali menyakitinya.

Ia terbangun disepertiga malam setelah hanya satu jam memejamkan mata. Fahmi menggelar sajadahnya, melaksanakan shalat malam, meminta ampun atas dosa-dosa yang telah ia perbuat, berdoa untuk perlindungan bagi istri juga calon anaknya yang tengah wanita itu kandung.

Bergetar ia meminta, untuk segera dipertemukan dengan sang istri. Ia akan langsung memeluknya, berlutut di kakinya, meminta maaf sebesar-besarnya.

Ingatannya memutar kejadian beberapa hari belakangan. Pantas Nami bertingkah aneh, tiba-tiba gugup dan tampak ingin menyampaikan sesuatu. Namun Fahmi malah abai, merasa itu bukanlah hal penting. Nayatnya selama ini Nami menanggung semua sendiri, dan Fahmi dengan tak berperi membiarkan begitu saja.

Astagfirullah..

Nami, maaf...




4 sep 2019

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang