Nami menepati janjinya untuk menemui Tesa di kosan gadis itu. Hari masih pagi, dan ini adalah weekend. Banyak orang berlalu lalang, ada yang berolahraga dengan berlari santai, ada yang hanya berjalan-jalan saja di sekitar, ada yang duduk di bangku tukang angkringan, ada yang berjalan bersama pasangan sambil menikmati suasana.
Sudah lama dirinya tidak keluar saat weekend seperti ini. Apalagi dengan tujuan bermain. Dulu, saat hari libur tiba, pasti Nami gunakan untuk beristirahat. Lelah yang menggunung karena bekerja membuatnya amat jarang menikmati akhir pekan dengan bermain. Hanya sesekali saja ia melakukannya.
Berbalut kemeja bercorak bunga dengan warna cream, dan dipadu rok panjang berwarna senada, lalu hijab berwarna putih, Nami berjalan menuju tempat kos sahabatnya.
Rencananya mereka akan menghabiskan waktu di timezone.
Ah.. kapan ya terakhir kali Nami bermain ke sana? Rasanya sudah lama sekali. Padahal umurnya sudah tidak lagi cocok berada di sana. Mengingatnya Nami jadi malu sendiri.
Beruntung Fahmi mengizinkannya kali ini. Pria bersorot mata sayu itu hanya mengangguk mengiyakan, tidak mempersulit seperti yang ada pada bayangannya.Dan sampailah Nami di depan kosan Tesa, sekaligus tempat kos lamanya. Nami memperhatikan sekeliling, tidak ada yang berubah dari rumah yang menampung beberapa orang perempuan ini. Bahkan satpam di sana masih ingat dengan Nami, menyapa ramah saat Nami datang.
"MY TWIN!" suara cempreng yang begitu khas itu menyambut Nami ketika ia telah sampai di pelataran rumah. Ternyata Tesa sudah siap dengan celana training dan jaket armynya, pasmina yang ia pakai hanya dilipat seadanya. Wajahpun tak dibubuhi makeup barang sedikitpun. Begitulah Tesa, ia sederhana, tidak ribet, dan apa adanya.
Tubuh jangkung itu langsung menghambur memeluk Nami, hampir saja gadis bermata bulat itu terjengkang ke belakang kalau saja ia tidak menginjakkan kaki dengan benar.
"Uh! Kangen banget gue..." Kata Tesa, memeluk lebih erat tubuh mungil sahabatnya itu."Ca, gue nggak bisa napas!" Nami memukul-mukul lengan Tesa yang memeluknya. Ini benar, ia benar-benar merasa sesak napas.
Terkekeh, Tesa mengurai pelukannya. Namun sedetik kemudian, wajahnya berubah, menatap jengkel pada Nami.
"Gituan lo! Nggak inget sama gue? Bahkan kirim chat juga nggak. Sahabat macam apa lo?" Cerocos Tesa, bahkan sampai muncrat ke wajah Nami.
"Yaelah, lo masih ngambek ajah. Udahlah... yuk, jadi nggak nih?"
"Dih!"
Walau dengan wajah masam, pada akhirnya gadis cerewet itu malah menarik lengan Nami lebih dulu. Sedang Nami hanya terkekeh melihat sikap Tesa yang kekanakan seperti ini.
Nggak inget umur ni anak!
🍂🍂🍂
"Nggak ajak Mita nih?" Nami bertanya di tengah perjalanan. Mereka pergi menggunakan taxi."Dia pulkam." Jawab Tesa, sibuk memakan coki-coki yang ia beli di warung dekat kosan tadi.
"Hah?"
Tesa mengangguk.
Nami menatap Tesa tak percaya, "Kok gue nggak tau?"
"Karena dia nggak ngasih tau."
"Kok bisa?!"
Tesa memutar bola matanya, mengubah duduk jadi menghadap Nami.
"Lo 'kan sibuk ngurusin pernikahan lo. Jadi dia nggak kasih tau. Lagian dia pulkam sebentar doang kok, katanya cuma mau datangin acara nikahan adeknya."Nami menghela napas, "Gue kira dia ada apa-apa loh, kaget gue.." katanya.
Tesa mengubaskan tangannya, "Alhamdulillah, dia sehat kok." Lalu mengacungkan jempolnya pada Nami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dua Hati | END ✓
Spiritual⛔Nggak perlu baca cerita ini kalau menurutmu cuma buang-buang waktu⛔ SINOPSIS: "Allah, sebenarnya skenario apa yang telah Engkau buat untuk hamba?" Nami seperti tengah berjudi hati. Mempertaruhkan perasaannya hanya demi seseorang yang bahkan hampir...