Nami duduk gelisah di tempatnya. Kursi yang ia duduki tepat di hadapan pria bersorot mata sayu itu seperti mengguncang tubuhnya, membuatnya berdebar-debar.
Sudah ia letakkan totebag berisi makan siang yang telah ia siapkan tadi di hadapan pria itu.
Sambil menggigit bibir bawah, dengan perasaan gugup setengah mati, Nami mulai membuka totebagnya. Mengeluarkan sebuah kotak makan berwarna biru dan sebotol air minum kemasan. Disusunnya dengan rapi peralatan makan yang ia bawa di atas meja. Tangan mungilnya menyodorkan kotak makan pada pria bersorot mata sayu itu dengan perasaan kikuk.
"A..aku nggak tau apa yang Kakak suka, ja..jadi aku masak sebisaku saja. Semoga sesuai sama selera Kakak." Cicit Namira. Atmosfer yang ia rasakan saat ini masih terasa menegangkan.
Nami seperti, seorang yang ketahuan mengintip orang lain sedang mandi. Dan saat ini, sedang menjalani eksekusi karena ia adalah satu-satunya terduga yang bermata bintit. Siap menerima cap sebagai orang mesum dan tidak tau etika.
Aih... melantur kemana-mana pikiran Nami ini!Ia menghela napas pasrah, terserah akan bagaimana.
Fahmi mulai membuka tutup kotak makan itu, permukaannya masih terasa hangat, harum masakan mulai menguar diudara, jujur sangat menggugah selera.
Tutup makan itu sudah sepenuhnya dibuka. Menampilkan nasi dengan beberapa lauk yang tersaji. Ada sayur capcai dengan beberapa potongan bakso dan sosis di dalamnya. Ada tahu dan tempe, dan terakhir sambal yang dibungkus rapi di dalam sebuah plastik kecil. Dalam hati Fahmi tersenyum. Walau sederhana, namun semua ini adalah kesukaannya. Entah kebetulan atau bukan, semua yang tersaji di dalam kotak makan berwarna biru ini merupakan makanan favoritenya.
Harus Fahmi akui, ia merasa senang saat ini. Karena sudah lama sekali dirinya tidak makan masakan rumahan seperti ini. Hidup sendiri membuatnya jarang menyentuh dapur, kesibukannya mengharuskan ia selalu serba cepat, jadilah ia jarang makan masakan rumah dan lebih sering makan makanan cepat saji karena praktis dan cepat.
Ah, Fahmi ingat sesuatu. "Kamu sudah makan?" Tanya Fahmi pada gadis yang masih duduk dengan wajah kikuk di depannya ini.
Merasa Fahmi bertanya padanya, Nami mengangkat kepala. "Ya Kak?"
"Kamu sudah makan?"
"Eh?" Nami menggeleng kecil, "Be..Belum."
"Terus kenapa kamu cuma bawa satu kotak makan? Untuk kamu mana?"
"Aku.. bisa makan di rumah kok. Kakak makan ajah,"
Nami meringis, tadinya ia hanya berniat mengantar makanan saja. Tidak ada bayangan ia akan diminta menemani seperti ini. Dan saat Fahmi pulang nanti, ia berencana memulai pendekatannya dengan bertanya mengenai masakannya, apa yang ia suka? Bolehkah ia memasak lagi untuknya? Dan lain sebagainya. Dan yang ini, sungguh diluar prediksinya.
Dilihat Fahmi mulai menyendok makanannya. Namun bukannya memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya, pria itu malah menyodorkan sendok berisi nasi lengkap dengan lauk itu kepada Nami.
Kening Nami berkerut, menatap bingung pada sendok yang masih melayang di depan wajahnya."Kak?"
"Makan."
"Eh?"
Nami menggeleng keras, menjauhkan sedikit wajahnya dari sendok,
"Ng...nggak usah Kak, makan ajah nggak apa-apa. Aku bisa makan nanti di rumah, kok. Lagian aku masak ini buat Kakak, jadi.."
Fahmi menghela napas, "Kalau kamu nggak makan, aku juga nggak akan makan."
Nami terdiam, menatap sendok dengan wajah tak yakin. Jadi, jadi, ceritanya mereka akan makan berdua begitu? Satu sendok begitu?
Woah... tiba-tiba Nami merasakan hawa panas disekitar wajahnya. Rasa malu menyerangnya. Ada apa ini?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dua Hati | END ✓
Spiritual⛔Nggak perlu baca cerita ini kalau menurutmu cuma buang-buang waktu⛔ SINOPSIS: "Allah, sebenarnya skenario apa yang telah Engkau buat untuk hamba?" Nami seperti tengah berjudi hati. Mempertaruhkan perasaannya hanya demi seseorang yang bahkan hampir...