22 [Mencoba]

17.5K 1K 12
                                    

Nami terdiam di balik selimut. Malam sudah larut, namun gadis itu belum merasakan kantuk sama sekali. Mata bulat itu beberapa kali terpejam, berusaha untuk tertidur. Namun gagal, matanya selalu berakhir terbuka lagi dan lagi.

Ini semua karena ucapan Mita siang tadi. Tak ada yang salah dari saran wanita dengan aura dewasa yang kental itu. Hanya saja, Nami kebingungan, haruskah ia mencoba? Mencoba mendekati Fahmi dengan lebih berani? Bila ia seperti ini terus, pernikahannya hanya akan menjadi sebuah hubungan di atas kertas yang tak bernilai. Kalau seperti ini, lebih baik dari awal ia tidak terima permintaan Renata 'kan?

Tapi... memangnya ia tega menolak?

Gadis itu menghela napas, padahal ia sudah berusaha menerima pernikahan ini.
Lalu bila ia menuruti apa kata Mita, apa yang harus ia lakukan sekarang!

Nami mengacak-acak rambutnya, pusing dengan semua pemikiran yang memenuhi kepalanya. 
Sampai suara pintu yang dibuka sukses menarik Nami kembali dari kegundahan hatinya.

Itu pasti Fahmi. Nami melirik jam dinding, sudah menunjukkan pukul 11.45
Selalu selarut inikah pria itu pulang?
Gadis itu menarik selimutnya sampai menutupi wajah, memejamkan mata kala mendengar suara langkah Fahmi yang mendekat ke arah kamar.
Nami berpura-pura tidur meski telinganya tetap awas.
Terdengar suara pintu almari yang dibuka tak lama kemudian, suara baju-baju yang dilempar ke bak pakaian kotor di sudut ruangan, lalu akhirnya suara pintu kamar mandi yang dibuka lantas ditutup kembali. Menyusul suara shower dari dalam sana setelahnya.

Nami membuang napas, ia seperti pencuri yang sedang bersembunyi saja rasanya.
Sekarang, apa yang harus ia lakukan? Terus berpura-pura tidur sampai akhirnya betul-betul tidur begitu?

Hash.. ia butuh pengalih pikiran agar kantuknya segera datang. Dan pengalih pikiran yang biasa ia lakukan adalah, menggambar. Tapi masa tiba-tiba bangun lalu menggambar gitu? Hanya akan membuat Fahmi kebingungan jadinya.

Sibuk bergelut dengan pikiran, Nami tidak sadar kalau Fahmi sudah selesai membersihkan diri. Pria itu naik ke atas tempat tidur, menempati sisi di samping Nami.
Nami yang merasakan kasurnya bergoyang, langsung memejamkan matanya kembali, menyembunyikan wajahnya dibalik selimut tebal.

Ia menunggu, sampai tak lagi dirasa pergerakan dari pria itu, sampai Nami yakin bila Fahmi sudah benar-benar tertidur, barulah Nami berani membuka mata lagi. Gadis itu menyingkap selimut yang menutupi wajahnya, menghirup udara sebanyak-banyaknya.

Dan tepat ketika Nami memutar tubuh menghadap Fahmi,

"Astagfirullah!"

Nami terkejut bukan main ketika mendapati Fahmi masih membuka matanya. Pria itu menatap Nami penuh tanda tanya, kening Fahmi berkerut dalam.

Aish... ia kira Fahmi sudah tidur.

"Kamu belum tidur?" Fahmi bertanya.

Nami mendengus, menatap Fahmi canggung. "Be..belum."

"Kenapa?" Dingin sekali nada bicara pria itu.

"Ng..nggak bisa tidur."

"Oh,"

Lalu hening. Fahmi masih belum juga memejamkan matanya. Alih-alih menatap Nami dengan sorot sendunya, dan ditatap seperti itu membuat Nami gugup setengah mati.
Namun, dirinya teringat ucapan Mita sesaat sebelum ia pulang siang tadi.

"Aku tahu ini nggak mudah, tapi kalau kamu diam saja semua nggak akan ada yang berubah. Kamu istrinya, buat dia menjadikanmu prioritasnya kali ini. Buat dia lupa akan semua masalalu yang pernah terjadi. Buat kamu, menjadi berharga untuknya. Itu akan merubah semuanya. Dia, kamu, hubungan kalian. Semua."

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang