Part 38. Kampanye Kayra

17.9K 1.5K 53
                                    

SURPRISE! Lagi mood rajin update! Hahaha 🤪

Playlist;
🎶Miss Independent - Ne Yo

Jangan lupa vote dan comment❤️
Ps; hati-hati typos

•••

"... Kayra Venusia Rasjid, nomor urut empat. Pilihan anak milenial"

Aku memijat keningku pelan dan menghela nafas "The milenial term is overused, saya ga mau kampanye menggunakan kata-kata milenial. Lagipula kalau begitu caranya, terkesan seperti saya hanya merangkul anak muda saja sedangkan pemilih berasal dari berbagai kalangan. Saya mau kampanye saya terlihat universal"

Pak Andra, salah satu petinggi partai, mengangguk setuju "Ada benarnya juga kata Kayra, sepertinya kalau menggunakan kata milenial terlihat seperti partai-partai lain, sedangkan pemilih nanti berasal dari berbagai segmen masyarakat" ia mengalihkan pandangannya kearahku "Kalau kamu ada saran apa, Kayra?"

"Bagaimana kalau dalam kampanye nanti, ikut mempromosikan prestasi yang sudah diraih oleh calon? Supaya masyarakat tau kalau partai ini tidak mengusung calon hanya karena popularitasnya saja" aku melirik ke Pak Alfi, DPP yang menggebu-gebu memasukkan artis sensasional sebagai caleg dari partai ini.

"Tidak! Saya tidak setuju, nanti partai kita di cap sombong"

"Apanya yang sombong Pak, kalau memang itu baik dan benar?" Aku menatapnya penasaran dan mengulum bibir agar tidak tersenyum melihat Pak Alfi yang pucat mendengar jawaban - sekaligus pertanyaan - yang ku lontarkan "Pak, kalau mau pakai cara ini, masyarakat akan lebih gampang melakukan background check calon. Dan dengan itu, masyarakat juga lebih percaya kepada kita, kalau masyarakat bisa percaya dan memilih kita, setidaknya kita bisa memenuhi kuota untuk presidential treshold." Aku menatap seluruh Dewan Pengurus Partai yang ada di ruang ini dengan percaya diri "Lagipula saya yakin, partai sudah mulai bersiap-siap untuk maju di pemilihan presiden lima tahun lagi, kan? Apa tidak sayang persiapannya kalau nanti kita tidak memenuhi kuota syarat presidential treshold hanya karena masyarakat kurang informasi atas latar belakang masing-masing caleg? Masyarakat berhak dan wajib tau mengenai latar belakang orang yang akan mewakili aspirasi mereka lima tahun kedepan, kalau hanya mengandalkan popularitas saja, apa bedanya dengan partai-partai lain?"

Mereka mulai kasak-kusuk riuh atas usulan ku, mempertimbangkan strategi yang digunakan untuk memenuhi kuota syarat kursi di DPR agar dapat maju ke pemilihan presiden lima tahun lagi.

"Bagaimana kalau Kayra ikut bergabung di tim konsultan politik kita pemilihan tahun ini?"

Aku menatap Mentri yang juga atasan ku dulu ketika aku magang dengan bingung, apa tadi katanya?

"Setau saya, Kayra pernah summer internship di kantor konsultan politik yang juga menjadi konsultannya Theresa May waktu Kayra di Inggris dulu. Artinya, tentu saja kemampuan analisis politik Kayra tidak perlu diragukan lagi. Terlebih Kayra sudah mengemukakan pendapat nya yang terdengar menjanjikan tadi, pasti dengan adanya Kayra sebagai salah satu mesin politik kita, maka akan semakin besar juga kemungkinan kita menang banyak periode ini" ia menatapku dan seisi ruangan dengan senyum meyakinkan. Harus ku akui, ia adalah tipe pejabat kharismatik yang mampu membuat orang terkagum akan kharismanya

Ketua partai yang daritadi diam, akhirnya mengangguk "Saya setuju. Besok akan saya hubungi konsultan kita, dan Kayra bisa masuk kedalam tim nya untuk memperkuat tim sukses partai"

Aku yang mendengar penuturan tersebut hanya bisa terduduk lemas di kursi ku.

Damn. Its gonna be a long twelve fuckin' months.

•••

Seven months later.

Langit menjemputku tepat setelah aku selesai rapat dengan dewan pengurus partai, untuk memberi laporan jalannya kampanye ku selama beberapa bulan terakhir. Oh ya, mau tau kabar baru? Surprisingly aku yang bahkan bukan kader resmi dari partai ini, didaulat untuk menjadi garda terdepan selama musim pemilihan umum. Alasannya? Apalagi kalau bukan reputasi baik ku di bidang pemerintahan dan politik selama ini.

"Kamu besok kampanye?"

Aku mengangguk "Iya, pagi aku ada senam bareng sama ibu-ibu di perumahan penduduk sekitar, terus siang nya aku ada fogging buat beberapa RW. Sore baru aku free"

"Kamu ga mau bayar timses lebih untuk bantu kamu sosialisasi aja?"

"Dan turun sosialisasi untuk sekedar pencitraan? No way" aku menggeleng "Untuk apa aku bayar timses? Tujuan ku turun dan sosialisasi itu supaya aku bisa kenal konstituen ku dan tau apa aja masalah dan keluhan mereka. Bukan cuma sekedar mengenal kan diri. Seandainya semua dilakukan timses, terus nanti kalau aku terpilih aku mau bawa isu apa di sidang pleno?"

"Lalu, kalau kamu kampanye terus kapan kamu punya waktu buat aku?"

Aku tertawa kecil mendengarnya "Kok kamu kaya anak kecil?"

Ia menatap ku tajam "Kayra, aku serius."

"I always have time for you, Sky" aku mengelus pipi dan rambutnya

"Bukan itu, maksud ku kapan kamu punya waktu untuk quality time kita?"

"Kamu tuh apa-apaan sih, Kay-"

"Sky." Aku menatap Langit, nyali ku yang tadi menggebu-gebu mendadak ciut "Aku Langit, bukan Kayser. Sky, bukan Kay" ia menatapku tajam "Kayanya memang otak kamu isinya Kayser doang ya?"

"Ga gitu juga, Sky."

"Udah lah, percuma juga aku ngomong sama kamu sekarang. Kayanya kamu butuh istirahat, supaya bisa bedain yang mana Sky dan yang mana Kay. I'm not that damn doctor"

"Ga usah pakai damn bisa kan?"

Ia tertawa sinis "Oh, kamu masih bela dia?"

"Bukannya aku bela Kay- dia," aku menarik nafas dalam, mencoba menahan emosi yang sudah akan meledak dan menghindari menyebut nama you-know-who yang akan menambah emosi Langit "Tapi kamu bisa kan ngomong baik-baik? Aku tau aku salah tadi, dan aku minta maaf. Tapi aku ga suka dengan cara bicara kamu yang seperti ini ke aku. You can be mad but please be polite, kamu bukan orang biasa, kamu orang yang mulai disorot oleh majalah-majalah bisnis. Dan kalau cara kamu marah ke aku kaya gini, aku takut cara kamu marah ke employee kamu jauh lebih parah. Aku cuma khawatir kalau kamu terbiasa kaya gini, nanti kamu juga seperti ini di depan pegawai kamu. What they need is a leader not a boss. Dan pemimpin yang baik akan selalu memberi contoh yang baik bagi team nya."

"I don't need you lecturing me" ia menatapku dan berkata dengan nada dinginnya.

Aku menghirup nafas dalam-dalam. Aku tidak boleh emosi.  Aku harus sabar. Emosi hanya akan membuat hubungan kami berantakan. Belajar dari pengalaman. Tahan Kayra, tahan...

"Darling, I'm not lecturing you" aku mengelus tangannya "Aku cuma mau kamu belajar untuk lebih mengendalikan emosi kamu di muka umum, kamu udah mulai disorot sekarang dan sayang kalau citra kamu yang mulai baik hancur lagi"

"Udah lah, masalahnya itu cuma kamu ga bisa bedain aku sama that damn doctor, iya kan?"

"Langit!" Aku meradang mendengar Langit yang terus saja memancing emosi ku saat aku sudah berusaha meredam situasi "Kamu kenapa sih? Harus ya kamu kaya gini ke aku? Aku ga suka, kamu pojokkin aku kaya gini!"

"Kamu bilang tadi, aku pojokkin kamu?" Ia tersenyum sinis dan menjalan mendekat, semakin medekat membuat aku terpojok "Aku cuma ga suka dengar kamu sebut-sebut nama orang itu ketika kamu sama aku, paham?"

Aku mengangguk dan menunduk, kaki ku terasa lemas. Aku tidak pernah melihat Langit menatap ku setajam tadi. Langit yang tadi.... bukan seperti Langit yang ku kenal, Langit yang tadi terlalu dingin dan memiliki tatapan yang menusukku. Aku membersihkan tenggorokan, berusaha agar suara yang keluar tidak terdengar gemetar

"Maaf"

Langit mengambil jaketnya yang tergeletak di sofa dan beranjak kearah pintu, namun sebelum itu ia tak lupa mencium kening ku "Kamu capek dan aku lagi ada masalah di kantor. Musim PEMILU adalah waktu paling sibuk untuk politisi dan pengusaha, lebih baik kamu istirahat, besok pagi aku antar kamu ke Dapil." Ia melangkah keluar dan menutup pintu "Good night."

Anomali Hati (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang