Author POV
Pagi ini mentari yang menembus kaca jendela kamar Tasya berhasil membangunkannya dari rayuan pulau kapuk (kasur). Kelas siang merupakan sebuah anugerah untuknya. Ia tidak perlu bangun pagi setelah tadi malam begadang.
Tasya tersenyum pada burung yang berkicau didekat pohon yang berada disebrang kaca kamarnya. Menghirup udara segar dalam-dalam, lalu menghembuskan seolah lahir kembali. Pagi yang indah.
Beberapa bulan ini Tasya menghabiskan pagi diantara kebisingan Jakarta. Macet dijalanan Jakarta memang tidak kira-kira. Rasanya seperti sedang bermain wahana mobil-mobilan di Indomart yang hanya bisa mengangguk-angguk tanpa jalan. Jalanan Jakarta di pagi hari memang menyeramkan.
Brttt..brrttt..
Tasya melirik pada ponsel yang bergetar dimeja. Ponsel itu sudah mulai tidak beroprasi sejak lama, ketika satu-satunya manusia yang rutin menghubungi Tasya menghilang. Berbulan-bulan ponsel itu hanya dipergunakan untuk menghubungi Mama, Donny, Reyna, Vino dan mengechek grup kampus.
Tasya bahkan sering lupa memberi makan ponselnya. Ketika batrainya habis, yasudah dibiarkan begitu saja. Sampai Donny atau Mamanya dengan sukarelawan mencharger ponsel miliknya.
Karna bersyukurnya Tasya bukan orang yang gila bersosial media, menurutnya sosial media adalah ajang kepalsuan. Dimana manusia lebih dominan mengumbar kebahagiaan daripada kesedihan.
Dan Tasya? Tasya tidak melihat seseorang dari apa yang mereka bagikan disosial media. Nyatanya tidak selalu yang terlihat bahagia benar-benar bahagia. Manusia terlalu senang bertopeng demi menutupi setiap bopeng.
"Harusnya ponsel itu kumuseumkan" ucap Tasya dalam diri.
Tasya meraih ponselnya, menekan tombol hijau untuk mengangkat panggilan. Nama Rere ada disana.
Rehana Arvio Paradista, wanita paling cerewet yang punya bodygoals. Paling tidak bisa diajak susah. Diberkati kecantikan yang bisa menaklukkan hati banyak kaum Adam. Dengan hobi ke salon dan gosip. Dilihat dari luar orang-orang tidak akan tau kalau sebenarnya Rere ini kurang dalam hal akademik.
Tasya; "Halo?"
Rere; "Lo dimana?"
Tasya; "dikamar, baru bangun"
Rere; "HA?!" (Setengah berteriak)
Tasya; "berisik"
Rere; "kelas pagi woi!"
Tasya; "SUMPAH LO?!"
Rere; "cek grup"Tasya langsung mematikan panggilan dari Rere. Sesuai permintaan, ia mengechek grup. Dan benar, kelas pagi.
"Ah sial!" umpatnya.
Buru-buru disabet handuk yang bertengger didekat meja rias. Lima menit untuk sekedar membasuh dan melumuri badannya dengan sabun sebelum akhirnya diguyur dengan air lagi.
Ia menabur pupur tipis pada wajahnya, memoles bibirnya dengan lipstik orange kesukaannya.
Hari ini Donny sedang tidak ada kelas, lumayan setidaknya Tasya tidak perlu merogoh kocek untuk naik taksi. Tasya menggedor-gedor tanpa ampun pada pintu kamar Donny. Sesekali ia mencoba membuka pintu kamar lelaki tersebut yang nyatanya dikunci. Lelaki jomblo seperti abangnya kalau tidak nonton film porno, nge-game, ya molor.
Donny membuka pintu dengan kesal, "apaan sih"
"anterin kampus, gue kelas pagi" balas Tasya.
Donny tertawa. Oh ralat, menertawai kebodohan adiknya.
"lo bego atau gimana?"
"udah buruan, gue tunggu diluar" jawab Tasya.
Tasya tidak mau membuang waktu untuk berdebat dengan Donny, abangnya yang paling resek. Meladeni Donny semacam membuat bubur enak untuk seekor anjing, sia-sia. Harapannya pagi itu agar jalanan diJakarta sedikit bersahabat.
Baru beberapa bulan tinggal diJakarta ia sudah merindukan kota asalnya, Surabaya. Setidaknya Surabaya sedikit bersahabat meskipun macet. Jajanan diSurabaya bisa disetarakan untuk anak-anak milenial yang punya dompet setipis peci.
"Bang, kangen Surabaya gak?" ucap Tasya tiba-tiba.
"liburan semester mau ke Surabaya?" balas Donny yang masih fokus pada kemudi.
"Semarang dululah"
"lo ngebet ke Semarang kenapa?"
Beberapa hari terakhir ini Tasya seringkali menunjukkan potret wisata yang bertempat di Semarang pada Donny, dengan harapan Donny akan menemaninya pergi ke Semarang. Sebab satu-satunya tiket agar Tasya diberi izin luar kota, ya hanya Donny.
"pengen" balas Tasya singkat.
Brttt..Brttt..
Ponsel Tasya bergetar. Kia
Kia; "dimana? 10 menit lagi dosennya dateng"
Kia; "dijalan, radak macet"
Kia; "y oke"Kia mematikan panggilannya.
-c-
Ditempat lain yang dinamai kelas, Rere yang sedikit oon memutar otak. Vino perlu digiring sebelum melakukan sesuatu, harus diiming-imingi hadiah. Lebih dari 3 menit untuk sekedar menemukan ide.
Ia menatap lelaki disampingnya, lelaki yang sedang asik bermain game online. Tangan Rere merapikan poni Vino. Vino menatap aneh ke arah Rere kemudian kembali menatap layar ponselnya.
"Ay" ucap Rere dengan senyum.
"apa, Beb" balas Vino tanpa menghiraukan Rere.
Rere yang merasa tidak dihiraukan mendadak kesal, "pilih game atau aku?!"
Vino buru-buru meletakkan ponselnya. Peduli apa dengan game online. Nyawanya bisa terancam kalau Rere sampai marah.
Rere tersenyum menang, "handle dosennya jangan sampe masuk kelas dong, Tasya belum nyampe nih"
"mager Beb, masih main"
Vino kembali meraih ponsel yang tadinya ia geletakkan, memainkan game yang sebelumnya ia pause. Rere mendekatkan bibirnya pada telinga Vino, membisikkan sesuatu.
"nanti dapet kiss"
Vino melotot dengan tatapan yang abstrak karna tidak bisa diartikan, "kamu kira aku cowo apaan?" disisi lain pipinya berubah warna menjadi merah.
Mata Vino melirik jam yang melingkar ditangannya, "5 menit lagi dosen dateng masih ada kesempatan" batinnya
"yaudah" balas Rere acuh.
"udah, aku kekamar kecil dulu" ucap Vino.
-c-
Vino salah satu mahasiswa kesayangan Si Nenek Sihir, ia memiliki secerca kuasa untuk menghambat pergerakan Si Nenek Sihir menuju kelas. Mata Vino menangkap Si Nenek Sihir yang akan berjalan menuju kelas, ia langsung mencegat dan membicarakan materi-materi yang belum ia pahami dipertemuan minggu lalu. Pada awalnya Si Nenek Sihir enggan menggubris Vino karena ada jadwal mengajar, tapi Vino yang diberkati jiwa penggoda ini selalu berhasil menakhlukkan hati sekeras baja.
Mendapati Tasya dengan jarak yang lumayan dekat dengannya, Vino memberi sinyal agar Tasya buru-buru masuk kelas. Vino juga tidak betah kalau harus pura-pura bodoh terus menerus dihadapan Si Nenek Sihir.
Tasya yang mengerti isyarat dari Vino segera memasuki kelas, ia melayangkan jempol dan cium jauh untuk Vino. Vino bergindik geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anxiety [18+] End.
RomanceAda dua opsi ketika seseorang memilih kembali; memperbaiki kesalahan atau memperburuk keadaan -Donny. Semua berjalan sebagaimana mestinya, Tasya dengan kehidupan barunya, tanpa Adra. Buyar ketika pertemuan pertama mereka diSemarang. Menghabiskan wak...