BAB XIII

587 55 0
                                    

HUJAN deras mengguyur dengan sangat deras. Laras seorang diri berada di depan kelasnya dan berharap hujan sedikit reda.

Beberapa kali kilat membuatnya ketakutan. Memeluk dirinya sendiri. 16.25. Laras melihat beberapa temannya sudah mulai beranjak.

"Laras!" Panggil seorang lelaki yang langsung disambut dengan senyum merekah gadis itu.

"Arayan."

"Kenapa belum pulang?"

"Hujan."

"Naik apa? Dijemput Trian? Kemana dia-"

"Nggak. Dia udah pulang dari tadi. Antar Naomi." Potong Laras dengan berusaha menampilkan senyumnya.

"Ras, aku duluan ya. Mama nyuruh aku-"

"Iya, Trian. Hati-hati."

"Laras, aku duluan ya." Ucap Naomi lalu gadis itu mengikuti Trian.

Laras hanya menyunggingkan senyum mirisnya. Dikala hujan, bukankah kenangan indah yang akan tercipta? Tapi mengapa luka yang mendera?

Laras menatap miris Arayan yang mulai meraih payungnya. Lelaki dingin itu tak mungkin menawarinya untuk pulang bersama. Laras pun enggan meminta bantuan pada Arayan. Ia merasa tidak enak hati.

"Ayo!" Arayan menatap Laras yang menaikkan sebelah alisnya.

"..." Laras bingung dengan 1 kata yang terlontar dari mulut lelaki itu. Ajakan atau hanya sapaan? Ambigu.

"Ayo.." Arayan yang gemas dengan ekspresi Laras, ia menarik tangan gadis itu. Jarak mereka kini sangat dekat.

Bahkan, tubuh mereka menempel. Tangan Arayan berada di bahu Laras. Merangkul gadis itu agar ia tak keluar dari jangkauan payungnya yang tidak terlalu besar itu.

"Makasih, Arayan." Laras menoleh pada lelaki itu yang sibuk menyetir mobilnya.

Ya. Entahlah, firasat akan datangnya hujan benar adanya. Arayan tidak salah memilih menggunakan mobilnya dibanding motor kesayangannya.

Hening.

"Arayan..gimana soal misi Trian?" Laras berusaha membuat topik perbincangan.

"Pak Bani udah nganggep misi itu sukses."

"Baguslah." Laras lega karena Trian telah kembali menjadi sosok yang rajin.

"Kenapa lo harus perduli.. sama orang yang nggak pernah perduliin lo?" Deg. Pertanyaan Arayan tepat mengenai ulu hati Laras.

"Bukan berarti Trian nggak perduli lagi sama Laras. Trian itu berusaha memenuhi keinginan Tante Tania. Mama Trian."

"Oohh..Trian dijodohin sama Naomi?"

"Eh.." Hati Laras mencelos. Mengapa Arayan bisa memikirkan suatu hal yang bahkan tidak pernah terbesit difikiran Laras?

"Laras nggak tahu." Gadis itu membiarkan rasa nyeri menjalari hatinya.

***

Keesokan harinya.

"Arayan udah lama nunggu Laras? Kenapa nggak masuk. Pintu gerbangnya nggak di kunci-"

"Ayo." Arayan membukakan pintu mobilnya untuk Laras.

"Mulai besok, gue antar-jemput lo." Entah sebuah pemberitahuan ataukah sebuah pertanyaan.

"..." Laras menolehkan menatap Arayan.

"Mulai besok, gue antar-jemput lo." Laras mengerjapkan matanya beberapa kali. Sebelum akhirnya ia mengerti dengan maksud Arayan.

"Eh..enggak usah-"

"Gue nggak nerima penolakan. Lagian Trian juga belum tentu besok antar-jemput lo." Arayan tersenyum sinis pada gadis di sampingnya itu.

Seperti itulah senja kemarin berlalu. Laras kini mulai menyadari, bahwasannya selama ini ia salah menilai Arayan. Lelaki itu, sebenarnya baik dan tidak sedingin es kutub. Jika, sedang bersama orang terdekatnya.

Terdekat.

Terdekat.

What?

***

LarasTrian [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang