BAB XLV-(END)

1.2K 50 6
                                    

TRIAN menatap nanar pada beberapa tas besar yang tergeletak di ruang tamu. Matanya tadi tak sengaja menatap objek yang mengiris hatinya itu. Bagaimana tidak? Sahabat 10 tahunnya, selalu menemaninya dalam suka dan duka. Kini, harus meninggalkannya pergi keluar kota entah apa alasannya. Dan, tanpa pamit..

"Kenapa, Nak Trian?" Ibu Laras datang dan menyuguhkan teh hangat untuk Trian.

Bapak dan Safira tetap berada di ruang utama menonton TV. Sedangkan, Ibu Laras menemani Trian di ruang Tamu. Menunggu Laras..

"Nggak apa-apa, Bu."

"Nak Trian, Ibu lihat-lihat.. Laras sudah jarang pergi bersama kamu. Ibu pikir, kalian sudah tidak bersahabat lagi." Ibu Laras berusaha membuka topik perbincangan yang malah membuat Trian membulatkan matanya.

Terkejut dengan ucapan Ibu Laras barusan.

"Hahaha. Tegang sekali. Biasa saja, Nak Trian." Ibu Laras menutup mulutnya karena tertawa melihat ekspresi Trian yang menurutnya sangat lucu itu.

Trian pun ikut tertawa kecil. Karenanya Ibu Laras tertawa. Sedikit rasa percaya diri mulai tumbuh pada dirinya lagi.

"Assalamu'alaikum.." Orang yang ditunggu-tunggu Trian pun hadir melewati pintu utama.

Gadis itu menyalimi tangan Ibunya dan menatap Trian biasa saja. Tak ada senyum dan tak ada raut wajah dingin.

"Yaudah.. Ibu tinggal masuk ke ruang TV dulu. Selesaikan masalah kalian. Jangan berantem lagi.. ingat kebersamaan kalian selama 10 tahun lamanya." Seusai meninggalkan wejangan dadakan itu. Ibu Laras ngacir ke ruang yang lebih dalam di rumah Laras.

"Kamu ngadu ke Ibu?" Laras mendudukkan dirinya di sofa, tepat berada di depan Trian.

Trian menghela napas pasrah, "Nggak, Ras. Aku nggak tahu kalau Ibu sadar sama interaksi kita."

Trian merasa selalu salah di mata Laras. Laras yang sedang duduk di depannya kini bukanlah Laras yang ia kenal. Melainkan, Laras yang baru dengan segala sikap dingin, cuek, dan egois yang tinggi. Tak ada lagi kata mengalah. Padahal dahulu, Laras-lah yang selalu mengalah.

"Kenapa kamu ke sini malam-malam begini?" Langsung saja Laras menyerbu Trian dengan pertanyaannya.

"Kalau besok.. mungkin, kamu sudah pergi." Laras menatap Trian dengan tatapan bingungnya.

Pergi kemana? Ke sekolah, ya sudah pasti.. besok hari rabu.

"Ras.. aku cuman butuh waktumu. Sebentar saja." Laras tak melawan saat Trian menggandengnya. Entah kemana Trian mengajaknya pergi selarut ini.

'Apakah ia sudah izin Ibu?' Pikir Laras.

"Ibu pasti mengizinkan." Trian seperti titisan cenayang. Selalu saja tahu apa yang Laras pikirkan.

***

Bazar, 21.45 WIB

Laras menghembuskan napas pasrah. Kedua kalinya ia memutari tempat yang dibilang street food itu. Ingin rasanya ia berkata kasar.

Jika tadi bersama Arayan, tempat ini begitu ramai dan banyak orang berjualan. Namun, kini.. bersama Trian, tempat ini sedikit sepi karena sudah banyak penjual yang membereskan dagangannya yang sudah ludes itu.

"Maaf ya, Ras. Ini udah pada tutup.." Laras menatap Trian yang menyembunyikan raut sedihnya dibalik senyum.

"Gak apa-apa, kok." Laras mengulas senyum dan berusaha membuat Trian tidak bersedih.

Bagaimanapun juga.. tetap saja, perasaan Laras tetap. Tak ada yang berubah. Jika kemarin ia mencintai Trian, maka hari ini ia sangat mencintai lelaki itu. Karena semakin hari, cintanya bukan malah semakin hilang. Tapi, semakin menggebu.

LarasTrian [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang