MALAM ini hanya tetesan air yang tersisa setelah sore hujan mengguyur dengan derasnya. Laras menggeliat dibalik selimut tebal yang menutupi tubuhnya hingga menyisakan kepalanya.
Tampak keringat bercucuran menetes. Ia merasa gerah namun juga kedinginan. Ada apakah gerangan?
Ceklek..
"Ras.." Suara lembut itu mengusik Laras. Ia pun mencoba mencari kesadarannya.
"Hmm..Ibu." Laras mendudukkan dirinya. Matanya sayu dengan keringat tak henti-hentinya mengucur deras.
"Astaga! Kamu demam, Ras." Ibu Laras kaget tatkala menyentuh dahi Laras.
"Laras nggak apa-apa, Bu. Paling cuman kecapekan." Laras berusaha tersenyum dan kembali membaringkan tubuhnya.
"Ibu ambilkan makan dan obat ya."
Seusai kepergian sang Ibu. Laras semakin merasakan pusing. Rasanya bumi begitu cepat berputar.
"Nggghhh.." Desahnya memegangi kepalanya sendiri.
Sementara di tempat lain. Saat sang Ibu akan menuju kamar Laras. Bel rumah berbunyi nyaring dan menghentikan aktivitas Ibu Laras.
"Nak Arayan.." Ibu Laras tersenyum lebar seusai membuka pintu dan menemukan Arayan.
"Masuk, Nak." Ibu Laras mempersilahkan Arayan masuk.
"Duduk dulu, Nak. Ada perlu apa sama Laras?" Lanjut sang Ibu.
"Saya ingin meminjam buku tulis Bahasa Indonesia milik Laras, Bu."
"Sebentar. Ibu ambilkan." Ibu Laras pun beranjak.
Arayan mengedarkan pandangannya ke segala penjuru. Berharap matanya menangkap sosok Laras. Namun, saat sang Ibu kembali. Laras tak nampak sama sekali.
Dimana Laras?
"Ini, Nak. Maaf ya, Laras nggak bisa menemui kamu. Dia sedang sakit. Demam dari tadi sore, sepulang sekolah." Jelas sang Ibu yang menjawab seluruh pertanyaan yang muncul dibenak Arayan.
"Mungkin kecapekan." Imbuh Ibu Laras.
***
Sementara itu, di tempat lain. Seorang lelaki nampak gusar. Sedari tadi tak ada satupun jawaban yang berhasil ia tuliskan di buku PR-nya.
Entahlah, tiba-tiba feeling-nya tidak enak. Akan terjadi apa sebenarnya?
"Trian..." Ketukan pintu kamar yang diiringi suara lembut milik sosok wanita paruh baya yang muncul dari pintu kamar berhasil mencuri perhatian lelaki yang merasa dirinya terpanggil itu.
"Iya, Ma." Ia menoleh sebentar. Lalu, kembali fokus pada buku yang ada di depannya.
"Ini, Mama buatkan coklat hangat." Mama Trian meletakkan gelas berisi coklat itu di samping meja belajar Trian.
"Gimana PR-nya? Udah selesai?" Tanya sang Mama sembari mendudukkan dirinya di kasur empuk milik putranya itu.
"..." Trian menggelengkan kepalanya, masih tetap fokus dengan buku tulis di depannya. Trian berusaha keras mengabaikan perasaan tidak enaknya.
"Kenapa? Susah?"
"Gak tahu, Ma. Tiba-tiba perasaanku nggak enak." Trian menoleh pada sang Mama, tatapan lelaki itu sedih.
"Loh, kenapa? Apa yang terjadi?"
"Gak tahu, Ma. Trian gak tahu." Trian mengendikkan
"Yaudah..tutup saja bukunya. Lagian kamu juga tidak fokus. Lebih baik, kamu istirahat." Mama Trian tersenyum dan mengusap kepala Trian lalu beranjak dari kamar putranya.
Trian menuruti Mamanya. Ia menutup bukunya. Kemudian, meminum coklat hangat itu hingga tandas. Lalu, meninggalkan meja belajarnya menuju kapuk ternyamannya.
"Kok gue tiba-tiba kepikiran Laras ya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
LarasTrian [Completed]
Teen FictionCerita ringan, insya'allah seringan kapas. Ehe Mengisahkan dua insan yang merajut persahabatan sejak lama. 10 Tahun. Terlalu mainstream, kalau jatuh cinta sama sahabat sendiri. Relakah mereka mengganti label 'sahabat' dengan 'pacar'? Ini loh! Kalima...