BAB XLIV

624 43 0
                                    

Sebelum membaca..
Aku mengucapkan banyak terimakasih kepada readers yang membaca dan memberikan vote untuk "LARASTRIAN" ini🖤🖤🌼🌼
Kuy! Baca chapter ini dengan play musik
🎶 "MUNGKIN-POTRET" 🎶

_______________________________________________

MENDENGARKAN musik di sore hari sembari menatap senja yang akan beranjak merupakan kebiasaan terbaru Laras. Gadis itu, duduk di teras rumah sendirian mengingat sang Bapak sedang bekerja dan sang Ibu sibuk menonton sinetron di ruang utama.

Sayup-sayup terdengar angin yang berhembus lirih sore ini, bersamaan dengan musik yang ia putar. Earphone putih yang ia kenakan tak luput menjadi sasarannya, sesekali ia plintir kabelnya.

Hmm.. sepi, saat musik berganti pasti jeda sejenak. Kemudian, memutar musik yang lainnya secara acak.

...Mungkin
Kumau memaafkanmu kembali
Demi cinta yang ada di hatiku
Meloloskanmu
Dari kata pisah🎶

(Kutipan : Mungkin-Potret)

Lagu itu.. mengingatkan Laras pada sosok lelaki yang telah berhasil merebut hatinya. Dan sialnya, belum ada pertanggung jawaban darinya.

Mendengar suara lantunan Adzan, membuat menghentikan musik yang sedang mengalun itu. Ia pun bangkit dari duduknya menuju ke kamar untuk melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim.

***

Laras, Bapak, Ibu, dan Safira kini tengah menikmati camilan yang Ibu Laras buat. Keripik pisang, sederhana memang. Tapi, membuat suasana menjadi hangat.

Malam ini, Safira memang berniat untuk menginap di rumah Laras karena besok dia akan pergi ke Yogya dan diantar oleh Bapak Laras.

Di ruang utama itu, mereka menonton TV dan sesekali membicarakan topik ringan. Seperti liburan hingga sekolah ke jenjang selanjutnya.

Beberapa menit kemudian. Sebuah ketukan pintu membuat mereka menghentikan acaranya sejenak. Safira bangkit dan meminta agar dirinyalah yang membukakan pintu.

"Waalaikumsalam.." Jawab Safira, gadis itu mendengar suara pria yang berucap salam dari luar.

"Cari siapa, Mas?"

"Larasnya, ada?" Lelaki itu mengedarkan pandangannya ke segala penjuru. Dan disana, di ruang utama itu. Terlihat gadis yang ia cari sedang bersama kedua orangtuanya.

"Ada. Silahkan masuk..."

"Saya tunggu di sini saja." Tolaknya dengan sopan.

Safira pun mengiyakan permintaan lelaki itu dan menghampiri Laras yang masih hanyut dengan kebersamaan kedua orangtuanya.

Laras yang sadar akan isyarat mata Safira pun bangkit dari duduknya menuju pintu utama rumah mereka.

Disana, Laras melihat seorang lelaki dari punggungnya karena ia membalikkan badannya.

"Arayan.."

***

"Ras, maaf ya.. mungkin ini sederhana. Gue cuman pengen punya kenangan manis sebelum lo pergi ke Yogya." Arayan melirik Laras sekilas.

Mereka berdua kini berjalan-jalan ke sebuah bazar yang diselenggarakan untuk menyambut HUT Kota itu. Kebanyakan, bazar menyediakan aneka makanan dan minuman. Mulai dari yang hitz, kesukaan para remaja maskin (masa kini). Hingga jajanan tradisional, yang juga digemari oleh kalangan manapun.

"Ke bazar, yuk!"

Begitulah ajakan Arayan kala Laras memanggilnya pelan. Tak sampai hati jika Laras menolak ajakan Arayan. Sedangkan, lelaki itu sudah sangat baik kepadanya.

"Arayan."

"..." Arayan menoleh sekilas.

"Yang mau pergi ke Yogya itu Bapak, bukan aku."

"Hah!!?" Arayan tak tahu apa maksud ucapan Laras.

Arayan pun memutuskan mencari tempat duduk. Alhamdulillah, Bazar itu menyediakan tempat duduk bagi para pengunjungnya setelah memesan makanan yang dijual di sana.

"Duduk di sini dulu, Ras. Gue beli makan bentar." Pamit Arayan pada Laras. Laras pun menurut dan duduk di kursi yang depannya terdapat meja kecil dan satu buah kursi lagi.

Laras menatap sekitarnya. Terdapat banyak muda-mudi, anak-anak hingga orang dewasa dan orangtua sedang menguras kantung mereka dengan berbagai makanan yang menurut Laras enak-enak dan sangat terjangkau harganya.

Lima belas menit kemudian, Arayan kembali. Laras melihat lelaki itu sedikit berkeringat. Dia membawa dua sosis bakar, dua leker berukuran sedang dan dua buah ice cream. Yang satunya coklat, pastinya untuk dirinya. Dan satunya matcha, untuk lelaki itu sendiri.

"Bisa lanjutin cerita lo tadi?" Arayan membuka suara setelah mengunyah sosis bakarnya.

"Bapak dan Safira yang pergi ke Yogya. Bukan Laras." Laras dengan santai menjawab dan kembali memakan sosis bakar.

"Safira? Siapa? Yang tadi bukain gue pintu, itu?" Laras hanya mengangguk, tanda benar.

"Kenapa mereka ke Yogya? Bukannya lo yang mau pindah ke sana?" Laras menatap Arayan.

Lelaki itu rupanya telah salah mengira. Bagaimana bisa?

"Darimana Arayan tahu kalau sepupu Laras, Safira pindah ke Yogya?"

"Apa!!?? Jadi-" Arayan mengusap bibirnya yang belepotan saus itu dengan selembar tissue.

"Jadi, sepupu lo yang pindah ke Yogya?" Laras mengangguk.

Arayan pun mengulas senyumnya dan menghela napas lega. Ia lega mendengar jika Laras tidak akan pergi jauh dari jangkauannya.

***

LarasTrian [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang