BAB XXII

539 50 2
                                    

SORE ini mendung menjadi teman bagi seorang gadis yang tengah terduduk di Halte Bus. Siapa lagi jika bukan Laras. Laras sengaja berjalan dari sekolah ke tempat pemberhentian bus itu karena memang jaraknya dekat.

Ddrrrrtt...drrrttt..

Arayan is calling📞

"Halo-" Sesaat setelah Laras memencet tombol hijau.

"Lo dimana? Kan tadi berangkat lo bareng gue." Laras menepuk jidatnya. Lupa.

"Eee--Arayan..maaf. Laras pulangnya naik angkutan umum aja-"

"GAK! Lo dimana? Di Halte? Ok, gue kesana." Panggilan terputus sebelum Laras menjawab ucapan Arayan.

Tiba-tiba hujan deras mengguyur. Untung saja, keadaan halte sedikit sepi. Bayangkan jika ramai, pasti akan berebut tempat untuk meneduh.

Tin..Tin..

Suara klakson mobil mencuri perhatian Laras. Raut wajah Laras berubah seketika. Matanya menatap tajam pada mobil yang ia kenali.

Trian. Lelaki itu turun dari mobil dan berlari kecil menuju Laras.

"Ras, ayo aku antar." Trian hendak menarik tangan Laras, sebelum akhirnya Arayan tiba.

"Ras!" Arayan datang dengan keadaan sedikit basah.

"Arayan, kehujanan?" Laras melepaskan genggaman tangan Trian begitu saja.

"Ras, gue lupa gak bawa mantel dan lo tau sendiri 'kan? Kalau tadi pagi gue jemput lo pakai motor."

"Gak apa-apa. Sesekali Laras pengen hujan-hujan." Jauh diluar dugaan. Arayan mengira bahwa Laras akan memilih pulang bersama Trian.

"Ras.." Suara itu. Suara lembut namun sebenarnya menyimpan amarah. Trian murka.

"Ayo! Arayan." Laras hendak menarik tangan Arayan.

Brukkk.. Laras terhempas di sebelah Trian.

"Heh!! Apa-apaan sih lo! Gak usah kasar, bisa?"

"Sorry. Laras bareng gue aja!" Trian menarik Laras dan memaksanya untuk masuk kedalam mobil.

***

"Nggak suka pulang bareng aku?"

Tak ada jawaban dari Laras. Keheningan kian menguasai kendaraan beroda empat itu.

"Ras.." Suara itu lagi.

Tak di sangka. Laras menoleh pada Trian dengan mata memerah dan hendak menjatuhkan lelehan bening yang sudah menumpuk di pelupuk matanya.

Seketika, Trian menghentikan mobilnya.

"Ras, kenapa nangis?" Trian menangkup wajah Laras yang ia rindukan.

"..." Tangis Laras semakin menjadi dan sialnya, tak mengeluarkan suara.

"Ras..maaf. Aku kasar ya?"

"..."

"Ras, ngomong dong!" Trian masih tetap dalam posisi menangkup wajah Laras. Jujur saat ini ia sangat khawatir dengan Laras.

"Kamu minta maaf karena kasar. Kamu nggak minta maaf soal yang kemarin-" Ucapan Laras terpotong karena Trian membawa Laras kedalam pelukannya.

"Jangan bahas itu."

"Kamu egois." Laras melepaskan pelukan Trian. Dan, Trian? Tidak menahannya.

"Gue? Egois?" Trian menatap kaca di depannya dan menampilkan senyum sinisnya.

"Seandainya gue bisa jujur sama lo, Ras."

***

LarasTrian [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang