Chapter 42

4.5K 310 22
                                    

Bukan tidak peduli, tapi hanya berusaha untuk tidak peduli.

- Blue Lova -

***

Sampai di Bumi Perkemahan Cibubur membuat Farah antusias. Soalnya, Farah belum pernah ke tempat ini sebelumnya. Dengan ransel di punggungnya, dia segera menuruni bus diikuti oleh ketiga temannya.

“Huh, akhirnya gue bisa ngerasain angin sepuasnya,” ujar Kirana sambil merentangkan kedua tangannya seakan merasakan kebebasan.

“Iya ya, di bus mau ada AC juga enggak ngaruh, tetap aja panas,” balas Disti menyetujui Kirana.

“SEMUANYA LANGSUNG KE AREA LAPANGAN BUAT BIKIN TENDA!” Suara Alif melalui microphone membuat anak-anak yang masih membentuk kelompok di luara area  BPC langsung berjalan menuju area lapangan perkemahan.

“EH MAAF, SEBELUMNYA NGUMPUL SAMA KELAS MASING-MASING DULU, BUAT BARISAN, SOALNYA BAKAL DI ABSEN SAMA WALI KELAS,” ujar Alif meralat instruksinya yang sebelumnya.

Anak-anak pun mengikuti instruksi Alif dan kemudian berbaris dengan kelas masing-masing.

Kelas X IPA 3 di absen oleh wali kelas mereka, bu Fahira. Sampai nama terakhir, Zidan Abigail, tidak ada satupun dari anak-anak X IPA 3 yang hilang atau absen. Sepertinya, kelas yang lain juga sama, aman-aman saja, semua siswa-siswi lengkap. Hanya saja, bu Laras, wali kelas XI IPA 1, masih kebingungan.

“Tadi, saya tahunya mereka bawa mobil bu,” Farah mendengar Alif yang ikut kebingungan ketika ditanyai oleh bu Laras tentang keberadaan Keira, Reza, beserta konco-konconya yang nihil itu.

“Tapi kok belum nyampe-nyampe ya?” Bu Laras terlihat khawatir.

Wajar saja, dia wali kelas XI IPA 1, kalau ada apa-apa dia yang akan disalahkan. Padahal setau Farah, tadi Reza sama teman-temannya jalan duluan dengan mobil mereka.

“Mungkin mereka mampir-mampir dulu bu, belanja buat bekal di kemah,” ujar Alif pada bu Laras mencoba menenangkan.

“Kenapa bu Ras?” Bu Fahira datang menghampiri Alif dan bu Laras, yang kebetulan juga disitu ada Farah.

“Ini, Reza sama teman-temannya belum nyampe-nyampe,” jawab bu Laras dengan raut khawatir yang belum bisa dihilangkannya.

“Itulah bu, harusnya enggak dibolehin bawa mobil sendiri, takutnya ya kayak gini bu, enggak bisa di kontrol,” ujar bu Fahira.

“Mau gimana bu? Anak yang punya sekolah, mau dilarang ya susah,” balas bu Laras terdengar pasrah.

“Tapi nanti kalau kenapa-kenapa, tetap kita yang disalahkan,” ucap bu Fahira terlihat tidak habis pikir. “Di telfon ajalah bu,” saran bu Fahira kemudian.

“Lif, coba di telfon,” pinta bu Laras pada Alif yang masih tetap berdiri di tempatnya.

“Maaf bu, tapi saya enggak punya nomor telfon mereka,” jawab Alif jujur.

“Duuhh, ibu juga enggak punya, kamu minta ke teman-temannya coba,” perintah bu Laras lagi.

“Oh… i..iya bu.” Alif malah terdengar tidak yakin.

“Maaf bu, ini saya punya nomor telfonnya kak Reza sama kak Alvaro.” Melihat kebingungan di kelompok itu membuat Farah mencoba membantu.

Hadeh, Reza juga kenapa pakai hilang-hilangan.

“Farah punya? Dapat darimana?” tanya bu Fahira heran.

Sepertinya berita tentang nomor Reza dan teman-temannya yang ekslusif bukan hanya diketahui oleh anak-anak Bhakti Mulya, sampai guru-guru juga kayaknya tahu.

FARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang