22. MAAF?

5.9K 382 18
                                    

Ketika kamu kecewa, meski cukup dewasa untuk memberi maaf padanya, kamu juga harus cukup pintar untuk tidak kembali mempercayainya.
-ANONIM-

***

Halaman rumah itu mendadak ramai dengan para muda-mudi yang saling berbincang, tertawa, bernyanyi, dan segala aktifitas yang membuat mereka merasa bahagia malam itu.

Pasalnya, sedang ada perayaan karena keberhasilan kelas mereka memenangkan pertandingan basket siang tadi. Kelas XI IPA 1 berhasil unggul dari kelas lawan mereka, X IPA 3. Skor 50-27 menjadi akhir pertandingan basket siang tadi, dan pencipta goal kemenangan terakhir adalah Reza.

Maka, karena usul Keira, kemenangan kelas mereka harus dirayakan, dan tempat perayaan itu adalah rumah Reza, sang pencipta goal terakhir. Alasan yang dibuat-buat oleh Keira saja sebenarnya agar Reza mengijinkan mereka untuk menggunakan rumahnya sebagai tempat pesta.

"Pertandingan tadi sebenarnya dalam rangka apaan Sa?" tanya Gian disela-sela kunyahan sosis bakarnya.

Esa yang sedang memainkan gitar asal, memilih berhenti sejenak dan menoleh pada Gian yang memang berada di sebelahnya. Esa sedikit berpikir sebelum menjawab pertanyaan Gian.

"Rangka pemuasan nafsu kali," jawab Esa asal.

"Seriusan? Nafsu apa lagi?"

"Gue sih cuman ikut maen aja, loe tanya aja sama abang yang lagi mainin hape disana," jawab Esa kencang sambil menunjuk dengan menganggukkan kepalanya pada Reza yang sedang duduk di atas kursi plastik berwarna biru muda, laki-laki itu bermain HP juga sambil menemani Keira yang sedang membakar beberapa sosis berukuran jumbo. Menu utama malam itu memang sosis bakar.

"Apaan Re?" tanya Gian masih penasaran.

Sebenarnya, pertanyaan Gian juga mewakili rasa penasaran teman-temannya yang lain.

"Makanin aja tu sosis loe, banyak tanya amat," jawab Reza ketus tanpa melepas pandangan dari ponselnya.

"Ya Allah, pertanyaan gue cuman satu Reza, ck, sedih dedek."

Reza sama sekali tidak memperdulikan decakan sedih Gian. Berbeda dengan teman-temannya yang lain yang tertawa senang mendapati Gian seolah tersakiti karena jawaban Reza.

"Keira, babang loe jahat sama gue," adu Gian pada Keira dan segera mendapat toyoran dari Esa. Keira tertawa pada Gian.

"Lagian, kapan sih Reza baik Gi," balas Keira dan lagi-lagi berhasil menyudutkan Gian yang sudah menjadi kepiting rebus karena menjadi bahan tertawaan malam itu.

"Ro, tadi tu pertandingan basket bisa ada karena apaan?" Belum menyerah, Gian mengalihkan pertanyaan itu pada Alvaro yang baru saja selesai memenuhi panggilan alam.

Alvaro terdiam mendengar pertanyaan Gian. Laki-laki itu melihat pada Reza yang sekarang melahap satu sosis bakar jumbo, seolah tidak terganggu dengan pertanyaan Gian.

"Karena perasaan cemburu tanpa alasan," jawab Alvaro santai, namun berhasil menarik perhatian teman-temannya yang super kepo dengan semua tingkah empat laki-laki paling popular di sekolah mereka.

Kalau bukan karena Keira, tentu mustahil mereka dapat bergabung dengan Reza, Alvaro, Esa, dan Leon. Menginjakkan kaki di rumah pemilik sekolah mereka, juga tentunya hanyalah suatu angan yang seolah tidak mungkin tercapai. Jadi, meskipun sekarang mereka terlihat berbaur tetap saja ada dinding pembatas yang sulit untuk tertembus.

FARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang