CHAPTER 56

5.5K 375 133
                                    

Kadang memang kita harus mendengarkan diri sendiri, bukan karena egois, tapi karena kita yang paling tahu apa yang sedang kita rasakan saat ini.

- Blue Lova -

***

Playlist di multimedia: Peterpan - Semua Tentang Kita

***

Budayakan vote sebelum membaca ❤️

***

🐣 Selamat Membaca 🐣

***

Farah duduk diam di atas tempat tidurnya dengan selimut yang menyelimuti separuh tubuhnya. Hari itu adalah hari Senin dimana seharusnya dia segera berangkat karena kalau tidak dia akan terlambat.

"Loh Rah, kok kamu belum siap-siap?"

Farah mulai deg-degan ketika ibunya masuk ke kamarnya dan keheranan melihatnya yang masih duduk termenung di atas tempat tidur.

"Rah?" tanya ibunya lagi karena Farah hanya diam.

Ibunya akhirnya mendekatinya dan duduk di atas tempat tidurnya sambil menatap khawatir pada anak perempuannya itu.

"Dari kemarin seharian kamu di kamar, ditanya ini itu enggak mau jawab, sekarang mau sekolah juga masih mau ngerep dalam kamar?"

Farah hanya menunduk, dia tidak berani melihat pada ibunya.

"Lah? Jawab toh Rah."

"Farah enggak mau sekolah bu."

Tentu saja ucapan Farah membuat ibunya kaget. Farah tidak pernah seperti itu sebelumnya, seumur-umur dia menjadi seorang anak, Farah sangat bersemangat untuk sekolah.

"Kok enggak mau sekolah? Kamu ada masalah apa di sekolah, Rah?" Ibunya semakin khawatir.

Farah menggigit bibir bawahnya menahan getir.

"Maaf bu, tapi kayaknya Farah enggak cocok di Bakti Mulya."

Farah memberanikan diri untuk jujur, dia rasanya sudah tidak sanggup lagi berada di sekolah itu dengan semua hal yang dialaminya. Seperti saat ini, jika dia masuk sekolah hari ini, mungkin dia akan habis direcokin, dibicarakan, disinisin oleh anak-anak di sekolah itu karena apa yang melibatkannya bersama Denis di pesta ulang tahun Reza Sabtu kemarin.

"Enggak cocok gimana Rah? Sekarang kamu sudah kelas sebelas toh? Setahun kemarin kamu baik-baik aja kok, peringkat kamu juga tinggi-tinggi walaupun enggak les sana sini, masak kamu enggak cocok toh Rah, Rah." Farah tidak akan menyalahkan ibunya yang merasa sangat heran.

"Farah pindah sekolah aja ya bu, yah?" ucap Farah memohon.

"Loh? Astagfirullah, kamu tuh coba yang jelas gitu loh alasannya, tiba-tiba bilang enggak mau sekolah, tiba-tiba lagi mau pindah sekolah." Ibunya menggeleng-gelengkan kepala tidak habis pikir.

Farah terdiam. Dia bingung bagaimana cara menjelaskan kepada ibunya tentang pergulatan batin yang ada dalam dirinya. Rasanya tidak mungkin jika dia mengatakan ini semua karena dia telah terlibat cukup dalam dengan anak-anak populer di sekolahnya. Ibunya pasti merasa itu terlalu remeh, tapi tentu bagi Farah itu tidak seremeh yang dipikirkan orang yang hanya mendengar dari cerita sekilas.

FARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang