Chapter 39

4.6K 344 25
                                    

Persoalan hati seringkali membuat manusia bertingkah tidak jelas dan berubah-ubah, entah karena cinta monyet ataupun cinta sejati.

- Blue Lova -

***

“Buk, pak, Farah pergi dulu,” pamit Farah pada kedua orang tuanya.

“Mau kemana?” tanya ayahnya bingung, karena tidak biasanya anak gadisnya itu keluar sore-sore.

“Ada rapat bentar pak,” jawab Farah. “Di kafe dekat sekolah Farah,” lanjut Farah memberitahu, karena pasti itu juga akan ditanyakan oleh ayahnya.

“Sama siapa?” Ayahnya masih bertanya.

“Teman pak,” jawab Farah.

“Laki-laki atau perempuan?” Farah mengulum bibirnya mendapati pertanyaan ini. Sebelumnya, ayahnya tidak pernah secerewet ini jika Farah akan pergi, tumben sekali ayahnya sampai menginterogasi seperti ini, rasanya ayahnya sudah tidak sepercaya dulu padanya.

“Farah ada rapat buat kegiatan OSIS pak, Farah harus kerjasama dengan kakak kelas Farah, dan kakak kelasnya itu cowok,” jawab Farah jujur. Farah tidak pandai berbohong, apalagi pada orangtuanya.

Ayah Farah memicing sembari memperhatikan putrinya itu dari atas sampai bawah.

“Jangan-jangan kakak kelas yang waktu itu kenalan sama Ais ya?” Aisyah tiba-tiba ikut nimbrung. “Yang ganteng itu kan kak?” Farah melirik pada adik perempuan satu-satunya yang sepertinya kecepatan dewasa itu. Aduh, Aisyah semakin menyuramkan suasana saja. “Ais nyesal waktu itu enggak nanya namanya, siapa sih namanya kak?”

“Ais…” ucap Farah sambil meringis pada Aisyah. Benar-benar adiknya yang satu itu pura-pura tidak mengenali suasana. Farah sebenarnya cukup heran karena Aisyah bisa menebak dengan tepat.

“Oh, laki-laki, pantas rapi,” ucap Ayahnya terdengar menyindir. Farah mulai merasa hawa tidak enak.

“Cuman berdua?” tanya Ayahnya lagi.

“Enggak kok pak, ada sama teman perempuan juga, sama Vanya,” jawab Farah dan ini juga jujur.

“Udahlah pak, percaya aja toh sama Farah, dia udah bisa jaga diri, ibu percaya sama dia.” Farah bisa sedikit menghela nafas mendengar ibunya membelanya.

“Ingat ya Rah, jangan macam-macam!” Tegas ayahnya, sehingga membuat Farah sedikit menunduk.

“Iya pak, enggak, emang karena ada kepentingan sekolah kok,” ucap Farah dengan nada yang lebih pelan.

“Sudah-sudah, sana cepat pergi,” ujar ibunya. Dengan segera Farah menyalami kedua orang tuanya.

“Assalamu’alaikum,” pamit Farah dan kemudian dia langsung menuju motornya, karena pembicaraan dengan ayahnya tadi membuat Farah jelas terlambat sampai di kafe. Masalahnya, Alvaro sudah disana.

***

Saat sudah meletakkan motornya di parkiran kafe, Farah tidak langsung masuk, karena Vanya meminta Farah menunggunya dulu agar bisa masuk ke kafe itu bersama, Vanya katanya malu kalau berjalan sendirian menuju tempat salah satu teman Reza itu.

“Ra!” Farah spontan menoleh ke arah sumber suara yang didengarnya.
Disitu dia, teman yang ditungguinya sejak tadi.

“Udah lama?” tanya Vanya ketika gadis itu sudah berada tepat dihadapan Farah.

“Enggak juga kok,” jawab Farah.

“Hehe, untung deh, enggak enak kan kalau misalnya ternyata kamu nungguin aku sampai lumutan,” ujar Vanya.

“Untungnya aku juga baru sampai Van, ya udah yuk,” ajak Farah pada Vanya agar mereka segera meninggalkan parkiran itu dan masuk ke dalam kafe.

Saat di dalam kafe keduanya menoleh ke berbagai meja di tempat itu mencari keberadaan Alvaro.

“Kamu enggak nanya emang posisinya dimana?” tanya Vanya lelah karena mereka belum menemukan keberadaan cowok itu sama sekali.

“Udah, tapi enggak dibalas, padahal di read,” jawab Farah dengan wajah yang juga keheranan.

FARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang