Chapter 7

56.9K 911 7
                                        

Rizky POV

Aku sangat malu dengan kejadian barusan. Entah mengapa "adik kecil"ku tidak bisa bersikap tenang. Tanpa ku sadari ia jadi mengeras dan menegang dengan sendirinya.

Setelah Halimah pergi, aku berbalik menuju kamar.

" Guys...tuh ditunggu Pak Raharja ngeteh"
"Ayo...lah...kebetulan perut gue udah keroncongan"

Aku beserta teman-teman menuju meja makan. Disana sudah ada Pak Raharja dan Halimah. Melihat Halimah aku senyum-senyum sendiri.

"Ayo...mari...nak silakan...minum tehnya...ini ubi rebusnya hasil dari kebun sendiri lo..."
"Iya..pak makasih"

Kami menikmati hidangan yang disediakan di meja tersebut. Aku berusaha mencuri-curi pandang ke arah Halimah. Ternyata ia juga sedang melirikku. Jujur saja ada rasa ketertarikan diriku terhadap Halimah.

"Habis ini apa rencana kalian"
"Selama 3 hari kedepan mungkin kami masih beradaptasi dan kenalan dengan dengan warga sekitar sini pak..yang supaya kami lebih mengenal lingkungan ini"
"Ohh..ya..kalau kalian mau jalan-jalan nanti Halimah bisa menemani kalian..iya kan Mah?"
"Iya...pak.."

Aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Mumpung hari masih sore aku berniat jalan-jalan dulu.

"Emmmh....kalau begitu saya mau jalan-jalan di sekitar sini pak...di belakang sini ada sungai kan..?"
"Oohh..silakan nak Rizky...Halimah temani mas nya.."
"Iya pak.."
"Guys..kalian mau ikut gue gak..?"
"Gak..ah...kami mau istirahat aja dulu"

Bagus...jadi ada kesempatanku buat ngedekatin Halimah.

~

Kami berdua berjalan menyusuri sungai kecil di belakang rumah pak Raharja.
"Halimah, sering main ke sini..?"
"Sering Mas..ini tempat mainku sejak kecil"
"Ada gak tempat-tempat yang asyik dikunjungi, maksudnya yang punya pemandangan indah"
"Ada..Mas.."
"Nanti ajak aku ya.."
"Di sekitar sini juga ada mas.."
"Dimana...kita ke sana yuk.."

Halimah mengangguk dan berjalan mendahuluiku menyusur sungai. Entah sudah berapa lama kami menyusur sungai, tibalah kami di sebuah air terjun kecil yang indah. Di bawahnya terdapat batu-batu besar yang cukup luas buat duduk.

Aku cukup terpesona dengan pemandangan tersebut. Di kota tidak pernah kutemukan hal seperti ini. Aku menuju ke salah satu batu besar, dan mengajak Halimah juga duduk.

Aku duduk berdampingan dengan Halimah sambil menatap air terjun yang berjatuhan. Mata Halimah memandang ke air terjun tersebut. Tapi mataku terus memandang Halimah. Ia memang cantik, rambutnya hitam panjang terbang ditiup angin. Bibirnya yang berwarna merah alami merekah membuatku ingin mengecupnya.

Aduuuh...kenapa pikiranku jadi seperti ini, dan "adik kecil" ku tegang lagi.

Ketika aku asyik memandang wajah Halimah, tiba-tiba ia berbalik menatap aku. Aku jadi salah tingkah.

"Mmmppp..kenapa Mas?"
"Cantik.."
"Maksudnya...apa yang cantik Mas?"
"Kamu cantik"
"Ah...mas bisa aja"

Pipi Halimah merah merona, aku jadi tambah gemes. Ingin mencium pipinya. Entah, setan apa yang merasuki ku, aku menyentuh tangannya. Ada rasa berdebar-debar ku rasakan. Jujur saja ini pertama kalo aku bertindak agresif terhadap perempuan.

Halimah terlihat diam saja ketika tanganku menyentuh tangannya. Itu kuanggap sebagai respon untuk melakukan hal yang lebih. Ku dekatkan bibirku ke arah bibirnya. Bibir kami saling bersentuhan, perlahan ku lumat bibir Halimah dengan lembut. Ia tidak membalasnya, tapi aku terus berusaha melesakan lidahku ke dalam mulutnya, akhirnya mulutnya terbuka. Ia membalas ciumanku.

"Mmmppphhh" terdengar erangan lolos dari bibirnya. Kami terus berciuman, kurasakan bibirnya yang manis, dan aku dapat merasakan buah dadanya yang mengganjal. Tapi aku belum berani untuk meremasnya.

Ciuman kami sangat mendalam kami saling bertukar saliva. Halimah terlihat sangat menikmati ciuman itu. Nafas kami terasa hampir habis. Akhirnya ku lepaskan ciuman itu.

Pipi Halimah memerah menahan malu, perlahan ku sentuh pipinya.

"Maaf ya...Mas..gak tahan lihat bibirmu.."
"Gak..papa Mas"
"Udah sore kita pulang ya...nanti dicari sama bapak..nanti bolehkan Mas cium bibir kamu lagi.."
"Ahhh....mas"
Halimah merajuk manja, sambil mencubit lenganku.

Kami berjalan sambil bergandengan tangan menuju kembali ke rumah. Pengalaman ini tak bisa ku lupakan. Bibir Halimah serasa jadi candu buatku. Aku ingin merasakannya kembali.

CINTA GADIS DESATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang