"Mampir Ry? Ada bunda di dalem tuh. Siapa tau mau kenalan." Ucap Cean setelah ia turun dari boncengan.
"Ntar aja An," tolak Hendery lalu berlagak seperti mengendus tubuhnya. "Bau asem." Lanjutnya menyengir.
Cean terkekeh setelah itu menyerahkan helm yang tadi ia kenakan. "Makasih Ry, hati-hati dijalan."
"Sama-sama Cean. Pulang dulu ya, jangan kangen. Salam juga buat yang dirumah." Pamit Hendery.
"Dih? Siapa yang kangen coba." Tanya Cean.
"Ya kamu lah, masa Kun." Balas Hendery.
"Ogah kali gue kangenin situ." Sahut Kun dari belakang Hendery. "Minggir pak. Pacaran jangan di depan pagar, ngalangin jalan." Tegur kun sambil menepuk jok belakang motor yang kosong.
"Ya sabar kali pak. Gue pulang ya, bye bye!" Ucap Hendery lalu menaikan standar motornya dan melambaikan tangan.
"Bye! Hati-hati ya." Balas Cean melambaikan tangan.
"Bang pulang bang." Pamit Hendery pada Kun.
"Iye iye udah sono lu pulang. Ngalangin jalan aja." Balas Kun mengerakan tanganya seperti menguris.
Setelah itu, motor yang dikendarai Hendery melejit pergi. Tinggalah Kakak beradik itu yang saling menatap.
"Apa lo liat-liat? Buka pagarnya." Ucap Kun.
"Dih, aneh lu kak." Balas Cean lalu membuka pagar sedikit, agar ada ruang untuk tubuhnya masuk ke pekarangan rumah. Setelah itu ia meninggalkan pagar itu, tidak mengikuti perintah Kakaknya.
"CEAN BUKANYA JANGAN SETENGAH-SETENGAH GITU DONG!" Seru kakaknya dari dalam mobil sambil memencet klakson berkali-kali.
Cean yang mendengar itu menolehkan wajahnya, lalu memeletkan lidah. "Bweee!"
-o-
Setelah mengantar Cean pulang, cowok itu langsung menuju kamarnya. Rumahnya sepi, mungkin kedua orangtuanya masih diperjalanan pulang selepas kerja.
Hendery melepas kemeja sekolahnya dan langsung membersihkan diri. Tak lama setelah itu, ia keluar dari kamar mandi dengan setelan santai miliknya. Kaos biru dongker dan celana pendek selutut. Tangan laki-laki itu mengusak-usak kepala, mengeringkan rambutnya.
Hendery menyalakan mesin pendingin ruangan, menggantung handuknya lalu setelah itu ia mengeluarkan buku cetak tebal miliknya dan juga alat tulis beserta buku tulis. Ia melakukan hal yang rutin ia lakukan sepulang sekolah, mengerjakan tugas sekolahnya sebelum ia mengerjakan hal lainnya.
Suara notifikasi khas aplikasi chatting menggema mengisi sunyinya kamar Hendery. Hendery yang sedang fokus mengerjakan tugas mengabaikannya, dan terus mengerjakan tugas sekolahnya. Namun semakin lama notif itu mengganggu konsentrasi Hendery, dan pada akhirnya cowok itu menaruh pulpenya lalu meraih ponsel yang ia charge.
Baru saja menghidupkan layar, Hendery menghela nafasnya. Perasaanya mendadak gusar, kepalanya mendadak berat membaca deretan pesan itu. Emosinya juga membuncah, ingin rasanya ia menghajar orang yang mengiriminya pesan sekarang juga.
Tak lama setelah Hendery membaca habis runtutan pesan itu, dering ringtone tanda ada telepon masuk sukses membuat alis Hendery bertaut. Dengan ragu, ia mengusap tombol hijau dilayar dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya.
"Gue kira bakal gak di angkat." Suara seseorang dari seberang. "Gimana? Setuju gak?"
"Gak penting banget sih. Mau lo apa?" Sahut Hendery tidak sabaran.
"Haha, ya menurut lo aja sih." Ucap orang itu.
"Gue gak akan biarin lo bawa cewek gue di permainan licik lo." Tolak Hendery mentah-mentah.
"Gak usah sok mau ngelindungin. Lo gak punya hak apa-apa."
"Ya terus? Karena gue gak punya hak gue gak boleh ngelindungin, gitu? Otak lo dimanasih? Bisa mikir gak? Jadi orang tuh mohon maaf aja nih jangan terlalu tolol." Ucap Hendery.
"Cih." Decih orang itu lalu menutup sambungan telepon.
Setelah itu Hendery menonaktifkan ponselnya. Ia juga meneguk habis air mineral yang ada di kamarnya. Bicara dengan oramg itu sungguh membuat emosinya naik.
"Dasar bego." Umpat Hendery menyenderkan tubuhnya sambil mengusap wajahnya gusar.
—//—
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara; Hendery
FanfictionOceana tidak pernah menyangka seseorang yang mengantarkannya pulang ternyata teman dekat saudara kandungnya. Oceana juga tidak menyangka tempat dimana ia selalu mengeluarkan keluh kesalnya ternyata orang yang ia cintai. Oceana juga tidak menyangka...