38

487 82 3
                                    

Bel istirahat baru saja berbunyi, dan Cean sudah berada di Kantin sejak sepuluh menit yang lalu. Ia duduk di salah satu bangku sambil memangku kepala, kepalanya pening gara-gara soal ulangan ekonomi tadi. Ponsel yang ia letakan tak jauh dari kepalanya bergetar terus-terusan, tetapi tak ada sedikitpun niat untuk melihatnya.

Samar-samar Cean mendengar langkah kaki mendekat. Kemnudian bunyi decitan kursi yang di tarik tepat di depannya. Cean mengangkat kepalanya, melihat siapakah yang datang.

"Gue boleh kan duduk sini?" tanya orang itu yang ternyata adalah Alona.

Cean mengangguk, meskipun ia ragu. "Boleh kok." Katanya mengizinkan.

Alona mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja. Sangat Awkward. Dan Alona juga tampak seperti ingin mengajak Cean bicara, namun cewek itu tak kunjung mengeluarkan suaranya. Sedangkan Cean, ia kembali menyandarkan kepalanya di atas meja, melihat siswa-siwi yang berlalu lalang. Termasuk Hendery yang tiba-tiba lewat.

Pada kenyataannya, Cean jadi uring-uringan setelah masalah mengisi celah diantara Ia dan Hendery. Hal itu sungguh menganggu dirinya, ia jadi seperti setengah-setengah dalam melakukan sesuatu. Terkadang ia berfikir, kenapa ia bisa tertarik pada Hendery? Atau bahkan Apakah cowok itu serius padanya? Dan banyak hal lainnya yang mengganggu pikirannya. Cean tidak mengerti, namun ia tidak mau juga bertanya.

Kalau dipikir-pikir, Oceana juga tidak menyangka ia bisa jatuh cinta pada Hendery.

Tunggu. Jatuh cinta? Mengulangnya membuat Cean tertawa dalam diam. Tapi mungkin saja ia memang jatuh cinta.

Sekelebat bayangan saat Hendery tersenyum membuat perut Cean geli. Ia tidak mau membohongi diri, kalau kenyataannya seringkali ia terpukau pada senyuman, cengiran, tawa, cara bicara laki-laki itu. Entahlah hanya hal kecil namun berdampak besar pada diri Cean.

Ia pernah berada dimasa dimana ia sangat amat ingin menjalin kisah asmara. Saat itu sekitar satu bulan yang lalu. Di tengah keheningan malam, di ruang tidurnya yang gelap. Namun keinginan itu hancur dengan sendirinya sebab pemikirannya sendiri. Ia sering berfikir:

"Hendery menganggap aku temannya. Hanya sebatas adik dan kakak kelas yang dekat karena saudara. Hanya teman yang terlalu berlebihan untuk dikatakan teman."

Sedih dan terlalu menyakitkan untuk dipikirkan, namun itulah kenyataannya. Cean juga tidak tahu banyak mengenai cowok itu. Yang ia tau hanyalah sebatas Hendery yang ingin menghasilkan uang sendiri agar Papanya tidak memaksa untuk ikut terjun kedalam dunia bisnis. Hendery yang memberitahunya, malam dimana Cean menangis haru dan Hendery yang mengucap beribu maaf.

Perihal Kun yang memberi bocoran bahwa Hendery adalah penyiar yang sering Cean hubungi belum ia tanyakan kebenarannya secara langsung. Lagi pula Cean tidak percaya dan menganggap itu hanyalah kibulan semata dari Kakaknya. Dan menganggap itu adalah orang yang berbeda.

Cean menghela nafasnya, berhenti memikirkan hal itu. Kepalanya bertambah pening karenanya. Belum jadian saja sudah patah hati, bagaimana kalau jadian? Huh jangan sampai tersakiti lagi.

Alona akhirnya mengajak bicara. Cewek itu menyebut nama Cean lalu memberi tahu maksud dan tujuannya kesini. Tidak mungkin kan Alona tiba-tiba datang dengan tujuan hanya untuk duduk diam bersama Cean.

"Cean, gue boleh ngomong sesuatu nggak sama lo?" Alona bertanya, tentu saja Cean mengiyakan pertanyaan Alona.

"Boleh kok. Ngomong aja." Jawab Cean.

Tanpa menunggu lagi, Alona membeberkan apapun yang ingin ia bicarakan pada adik kesayangan pacarnya, Kun.

"Pertama, gue mau minta maaf sama lo karena sempet nyakitin hati kakak lo. Kedua, gue mau minta maaf sama lo sekaligus jelasin apa yang sebenernya terjadi. Gue mohon dengan sangat supaya lo dengerin penjelasan gue. Boleh?" Ucap Alona, dan Cean mempersilahkannya.

"Soal yang baru baru ini, gue minta maaf yang sebesar-besarnya sama lo karena gue udah ganggu hubungan Lo sama Hendery. Maaf banget Cean gue bener-bener minta maaf. Gue kemakan omongan temen gue, dan mau mau aja disuruh ngelakuin hal kayak gitu ke lo." Jelas Alona sambil menatap Cean dengan penuh harapan.

Cean menhmgernyit. Bingung akan maksud Alona. "Maksudnya gimana ya?" Tanya Cean.

Alona menumpuk tangannya di atas meja. "An, gue bohong tentang Hendery yang nyuruh gue putus dari Kun. Gue juga bohong tentang Hendery yang gak suka sama Lo, yang jadiin lo pelampiasan, gue bohong An. Gue disuruh sama temen-temen gue buat bilang begitu ke Lo. Hendery sayang sama Lo, dia serius sama Lo. Maafin gue Cean, maafin gue yang hancurin hubungan kalian." Jelas Alona.

Nafas Cean seperti tertahan. Ia bingung harus bagaimana. Mempercayai ucapan Alona lagi atau tidak. "Jujur Kak, Gue agak bingung dan gak percaya sama lo. Tapi gue berusaha buat percaya karena Kak Kun ngomong sama gue kemarin tentang hal ini juga." kata Cean.

"Maaf." Lirih Alona.

"Gue gak nyangka aja gitu masa iya Hendery berani kayak gitu, dan kalaupun berani pasti Kak Kun udah tau dan gak bakal ngizinin gue deket sama Hendery lagi. Tapi nyatanya, Kak Kun selalu dukung Gue. Dan yang paling bikin gue bingung, kok lo tega sih kak? Gue kira lo selama ini baik, ngak mungkin aneh-aneh kayak gini. Tapi nyatanya? Haha." Cicit Cean dengan tawa hambar di akhir ucapannya.

"Gue emang suka sama Hendery. Tapi gue sadar rasa suka itu hanya sesaat, rasa suka karena kagum dan gak pernah melebihi dari itu.  Tapi temen-temen gue terus mendesak gue untuk ngejauhin lo dari Hendery. Ini salah gue. Sorry. Gue bener-bener minta maaf sama Lo, atas apapun yang telah terjadi." Balas Alona lagi.

Cean terdiam, sungguh ia bingung akan permasalahn ini yang tak kunjung selesai.

"Cean, lo mau kan maafin gue?" Tanya Alona lagi sebab Cean tak kunjung menerima permintaan maafnya.

Cean tersenyum kecil. "Iya Kak, gue maafin lo. Makasih udah jelasin yang sebenarnya." kata Cean mengiyakan permintaan maaf Alona.

Lantas Alona tersenyum lebar. "Thanks! Makasih banyak." Katanya bersorak riang.

"Gue harap lo tetep jaga perasaan lo untuk kakak gue, dan jangan kemakan omongan temen lo lagi kak." Pesan Cean.

"Pasti An. Maaf kalau gue bikin kalian jadi begini." Sahut Alona meyakinkan. "Oh ya Kemarin Hendery berpesan, Kalau ada apa-apa itu diomongin." Katanya melanjutkan.

—//—

Suara; HenderyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang