"Pedes." Ucap Cean lalu menyedot es jeruk di hadapannya.
Hendery pikir Cean memang tahan pedas sebab cewek itu dengan percaya dirinya memesan satu porsi bakso yang berisi cabai rawit pedas didalamnya. Hendery hanya geleng-geleng kepala dan memesankan Cean minuman lagi.
"Ih pedes banget dah, gue kira gabakal sepedes ini." Cean misuh-misuh. Bibirnya seperti habis di sengat tawon, matanya berair, bahkan wajahnya memerah karena kepedasan.
"Tuh udah gue pesenin susu. Baksonya gak isah dimakan lagi, nanti sakit perut." Ucap Hendery menyodorkan susu hangat yang baru diantar oleh pegawai warung bakso.
Cean meminumnya dengan perlahan, mengehela nafas panjang lalu meminumnya lagi hingga ia tidak merasakan pedas lagi.
"Gue kira lo tahan pedes, makanya gue biarin lo pesen yang itu." Celetuk Hendery memberikan Cean tisu.
"Thanks. Sebenernya gue tahan, tapi kalau rawit kayak gini gak bisa. Haduh bibir gue." Ucap Cean.
"Pesen lagi gih kalau masih mau." Suruh Hendery.
Cean menggeleng. "Enggak deh, udah kenyang juga."
Hendery mengangguk saja dan melanjutkan makannya. Sedangkan Cean, cewek itu bertumpu dagu sambil menghembuskan nafasnya melalui mulut. Hal kecil yang dilakukan Cean itu membuat Hendery tersenyum.
"Kenapa lo? Seneng ya liat gue kepedesan?!" Celetuk Cean dengan galak.
"Dih, siapa juga yang seneng liat orang kepedesan. Cicak noh lucu." Hendery berkata dengan datar.
"Kampret." Cetus Cean. Hendery terkikik melihatnya.
Hendery melanjutkan acara makan-makannya. Memotong pentol bakso menjadi ukuran yang lebih kecil lalu menyodorkan pada Cean.
"A, buka mulut." Koor Hendery.
Cean menundurkan kepalanya. "Apaan?"
"Udah nganga aja, nih makan." Ucap Hendery mendekatkan garpunya.
Cean akhirnya mengikuti perintah Hendery dan melahap potongan pentol itu. Hendery pun tersenyum senang.
"Mau lagi?" Tanya Hendery, Cean menggeleng. "Kalau mau lagi bilang ya, ntar gue suapin bakso satu mangkok sampe habis." Ucap Hendery sambil memegang garpunya. Cean memundurkan wajahnya sambil berekspresi bingung.
Lima menit kemudian bakso Hendery habis, setelah membayar makanan Hendery mengantarkan Cean untuk pulang. Dan setelah ini Hendery juga punya pekerjaan lain, ia harus memenuhi pekerjaan itu.
Mereka berpisah di halaman rumah Cean. Setelah melambai, keduanya sama-sama berbalik arah. Dengan perasaan baru di benak masing-masing.
-O-
Pukul delapan malam saat Cean melirik jam di dinding kamarnya. Ia meregangkan otot-ototnya dan menyambar ponsel yang batrainya telah terisi penuh. Ia segera membuka aplikasi radio dan membuka salah satu saluran kesayangannya.
Cean menghembuskan nafasnya lega, ia tidak ketinggalan siaran radio itu. Suara sang penyiar bagai obat penawar di hatinya. Selain menerima curahan hati, penyiar itu juga memiliki cerita hati yang menurut Cean mirip dengan nya. Hanya berbeda sudut pandang.
Kali ini penyiar yang memiliki nama udara Zoe itu kembali mencetitakan gadisnya. Cean mendengarkan dengan saksama sambil menunggu sesi curahan hati.
"Gue punya temen. Adiknya cewek dan lagi gue deketin. Gue gak ngerti sama diri gue sendiri, kenapa gue bisa tertarik sama dia. Tadi gue sempat makan bareng dia, terus ada kejadian yang dimata gue kalau dia lucu. Gue belum bisa mastiin gimana sebenarnya perasaan gue ke dia, semoga secepatnya gue tau."
Penyiar bernama Zoe itu menutup ceritanya dengan memutarkan lagu hasil request para pendengar radio. Setelah ini, tiga menit tepat saat lagu ini berakhir, sesi curahan hati itu dimulai. Cean menggenggam ponselnya dengan wajah harap-harap cemas.
Tak berselang lama, suara penyiar itu kembali terdengar. Saat Zoe menyatakan bahwa sesi itu telah di buka, Cean segera menekan tombol telepon di ponselnya. Dan telepon itu tersambung, Cean mulai menyuarakan isi hatinya.
"Halo, ini gue Polar Bear. Kalian pasti masih ingat cerita minggu lalu. Hari ini gue ketemu dia, dan diajak makan di salah satu warung bakso kaki lima. Selama kita makan, di selalu kasih gue perhatian lebih. Bahkan dia sempet nyuapin gue sepotong bakso. Iya gue tau cuma hal kecil dan mungkin menggelikan. Tapi dimata gue enggak begitu. Gue sebenernya masih bingung sama perasaan gue sendiri, gue juga makin bingung kalau ternyata ada orang lain yang berencana nyelakain gue kalau deket-deket sama dia. Gue gak tau sekarang harus gimana." Cerita Cean panjang.
Helaan nafas terdengar di ujung sana. Penyiar bernama Zoe itu memberikan nasihatnya.
"Polar, cerita lo sama gue itu kayak mirip haha. Kayak cuma beda sudut pandang. Gimanapun itu Polar, gue harap lo tetep nunggu cowok itu sampai pasti. Gue yakin cowok itu bakal lindungin lo dari mereka yang pengen jahatin lo. Semangat terus Polar!" Ucap Zoe si penyiar radio. Cean tersenyum, ada sedikit beban yang terangkat dari hatinya. Setelah telepon itu di tutup, Cean kembali melakukan kegiatan belajarnya sambil mendengarkan siaran radio tersebut. Suaranya bagai obat penenang bagi Cean.
-//
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara; Hendery
FanfictionOceana tidak pernah menyangka seseorang yang mengantarkannya pulang ternyata teman dekat saudara kandungnya. Oceana juga tidak menyangka tempat dimana ia selalu mengeluarkan keluh kesalnya ternyata orang yang ia cintai. Oceana juga tidak menyangka...