23

689 104 2
                                    

Cean menarik sabuk pengaman hingga melintangi tubuhnya. Seorang wanita berumur tiga puluhan duduk di sebelahnya. Mengemudi. Itu Bunda Vivian, ibunda Cean. Beliaulah yang mengantarkan Cean menuju salah satu pusat perbelanjaan tempat dimana Cean akan menghabiskan waktunya bersama teman-temannya.

"Bunda kepo deh sama pacarnya adek si Hendery itu. Ajak kerumah dong malam ini." kata Bunda Vivi tiba-tiba beberapa saat setelah keluar dari komplek.

Cean-pun menoleh, membantah pernyataan bahwa Hendery adalah pacarnya. "Bukan pacar Bun. Ya ampun, siapa yang bilang pacar? Temen doang kok."

"Mana ada temen begitu Dek." ucap Bundanya.

"Di bilangin juga, Bunda kok ga percaya si? Pasti udah kena guna-gunanya kakak. Ngomong apa aja tuh dia ke bunda?" celetuk Cean sambil memanyunkan bibirnya.

"Bunda tau semua loh, jangan salah kamu. Kakak gak ada ngomong apa-apa ke bunda, selain masalah yang kemarin." ujar Bunda menjawab perkataan putrinya.

"Bunda tau apa aja tentang Hendery sama Cean?" tanya Cean kepo dengan Ibunya yang tiba-tiba mengetahui segalanya.

"Apa ya?" kaya Bunda memiringkan kepala. "Dia pernah minta maaf karena gak sengaja nyium pipi kamu kan?"

Cean tersedak, padahal ia tidak sedang mencerna apapun. "Kok Bunda tau? Bunda maaf, dia gak sengaja. Itu gara-gara penjual es kesandung karpet kita, jadi dia jatoh."

Bunda tersenyum miring. "Gak mau maafin ah, harus dia yang minta maaf ke bunda udah berani nyium anak bunda."

"Bunda ih, bilang aja mau ketemu sama Hendery. Iyakan?" tuduh Cean.

"Tuh tau. Gampang sih, kalo kamu gamau ajak ntar bunda aja yang minta dia kerumah. Bunda punya kontak teleponnya." tutur Bunda bangga.

"Ya Allah bunda, Bunda bukan stalker atau agen FBI kan?" celetuk Cean.

"Dulu mah pernah, sekarang udah pensiun. Jadi dokter aja, enak." sahut Bunda.

"Bunda yang bener ih, jangan nagarang gitu. Ngeri tau." kata Cean mengusap lengannya.

Bunda tertawa, menggelengkan kepalanya. "Kamu udah SMA, kelas sebelas lagi. Tapi mudah banget di kibulin, heran bunda." ucap bunda.

Ceanpun merubah dirinya berlagak seperti anak kecil. Sambil bersikao manis Cean mengatakan, "kan masih kecil bun, aqutu gangerti apa-apa hehehe."

"Kalo kata kakak iyain aja daripada ribet." balas Bunda lalu terkikik sendiri.

Mobil yang berisi seorang ibu dan anaknya itu melaju dengan kecepatan sedang menuju arah utara kota. Gedung-gedung pencakar langit, menjulang tinggi. Polusi udarapun kian meningkat setiap tahunnya. Gedung-gedung itu jika dilihat dari kejauhan, bak gedung yang menembus awan. Padahal, gedung-gedung itu tertutupi polusi udara.

Cean yang sedang melihat-lihat sekelilingnya, berdecak sedih sebab udara kian memburuk setiap tahunnya. "Makin parah aja ya bun kondisi udara, kalo gini terus lama-lama adek pindah ke tempat Oma di Aussie." celetuk Cean sesaat setelah melihat sekelilingnya.

"Bagus malahan. Bunda setuju kalo kamu mau tinggal di sana." balas Bunda menyetujui omongan Cean.

"Tapi ntar deh, mikir-mikir dulu." kata Cean.

"Oh ya, nanti jangan lupa pas kakak jemput suruh parkir aja. Kalian belanja bahan buat makan malem nanti. Bunda kirim uangnya nanti ke rekening kakak." pesan Bundanya tiba-tiba.

"Beli apa aja?" tanya Cean.

"Nanti bunda kirim di whatsapp. Jangan sampe maghrib ya, biar nanti selesainya pas." ucap Bunda lalu memutar kemudi memasuki pelataran lobby pusat perbelanjaan.

"Siap bunda. Adek main dulu ya, hati-hati pulangnya!" ucap Cean berpamitan lalu mengecup pipi ibunya.

"Iyaa, have fun nak. Nikmatin jalan-jalannya bentar lagi ujian kamu gak bunda bolehin keluar sebelum ujian selesai." Pesan Bunda Vivian sekali lagi.

"Siaaap!" ucap Cean lalu turun dari mobil dan munutup pintu.

-o-

Cean menunggu temannya di salah satu coffe shop yang berada didalam pusat perbelanjaan. Agata dan Cindy berkata bahwa mereka akan tiba sepuluh menit lagi, sebab mereka masih ngantri mengisi bahan bakar di SPBU.

Cean memesan greentea latte dengan whipped cream diatasnya dan juga cheesecake blueberry sebagai camilannya.

"Atas nama siapa?" tanya penjaga kasir.

"Oceana." jawab gadis itu.

"Totalnya delapan puluh enam ribu ya kak. Bisa ditunggu, nanti dipanggil." ucap kasir sekali lagi sambil menyerahkan kembalian.

Cean duduk di salah satu meja yang nantinya cukup untuk memuat kedua temannya.

Agata dan Cindy.

Dua nama itu tidak asing bagi seluruh murid kelas sebelas di SMA mereka. Mereka adalah dua anak berprestasi yang berhasil membawa nama sekolah dan nama Indonesia ke tingkat international. Agata dan Cindy salah satu anggota team debat Bahasa Inggris yang berhasil lolos seleksi nasional dan akhirnya dikirim untuk mengikuti perlombaan itu di Beijing, China. Dan tentu saja mereka memenangkan perlombaan itu.

Terkadang Cean sangat mensyukuri kehadiran kedua perempuan itu didalam hidupnya. Mereka sangat baik, dan juga sangat mengerti satu sama lain. Mereka juga tidak pernah angkuh dan selalu baik pada semua orang. Mereka gampang berbaur dan senang melakukan kegiatan sosial.

Telepon genggam Cean berdering. Nama Agata terpampang jelas di layar. Cean mengangkatnya, lalu suara berisik Cindy terdengar dari sana.

"Lo dimana?" tanya Cindy dengan nada kesal.

"Di Beryl Coffee. Kalian dimana?" balas Cean tolah-toleh.

"Di depan body shop, tungguin disitu jangan ngilang." Ucap Cindy lalu sambungan telpon dimatikan.

Cean geleng-geleng kepala. Pasti Agatha telah melakukan eksperimen pada Cindy, makanya suara Cindy terdengar kesal saat di telepon tadi. Gadis itupun kembali menunggu kehadiran temanya, menyedot minumannya dan memakan kue yang ia pesan.

—//—

Suara; HenderyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang