16

825 125 3
                                    

Pagi tadi Cean dan Hendery pergi ke sekolah bersama dengan mengendarai motor hitam mengkilat Hendery. Semalam, Hendery pulang pukul setengah sebelas malam setelah tertidur di sofa ruang keluarga kediaman Cean.

Cean sudah kembali bersekolah setelah izin beberapa hari yang lalu. Kini gadis itu tengah meletakan air mineral dan juga semangkuk soto ayam yang baru saja ia beli dari kantin.

Cindy dan Agatha juga sedang bersamanya. Keduanya tengah menyantap makan siang masing-masing. Agatha dengan Mie gorengnya, dan Cindy dengan Sate Taichan.

"An lu tau gak berita baru-baru ini?" tanya Cindy tiba-tiba. "Berita tentang Wina, anak kelas sebelah," lanjutnya.

"Gue ada denger, tapi gak tau kenapanya. Lo tau?" Agatha menyahut.

Cean meletakan sendoknya dan meraih tisu di atas meja. "Gimana mau tau, gue aja gak sekolah. Mana tau apa-apa," ucapnya.

"Itu loh, katanya kak Winwin baru-baru ini nemuin Wina di gang dekat taman kota. Dan tau gak kondisi Wina saat itu gimana?" kata Cindy.

"Gimana?" Sahut Agatha lagi. Gadis ini sangat bersemangat mendengar cerita.

"Dari mulutnya keluar busa putih, dia di temuin dengan keadaan tak sadarkan diri. Terus wajahnya pucat banget." Jawab Cindy.

"Terus sekarang keadaan nya gimana?" Kini Cean lah yang bertanya.

"Dia masih dirawat di rumah sakit. Katanya dia masih belum sadarkan diri." Jawab Cindy sambil mengaduk jus mangga miliknya.

"Oh iya!" Pekik Agatha tiba-tiba.

Sontak Cean dan Cindy menaruh perhatian pada Agatha yang tiba-tiba memekik.

"Gue lupa anter tugas ke Pak Seungmin!" katanya, "gue deluan ya! Bahaya nih siaga satu." Ucap Agatha lalu berdiri membenahi seragamnya.

"Ck kebiasaan." Decak Cean.

Cindy geleng-geleng kepala. "Tiap ada pelajaran Pak Seungmin pasti gitu."

"Berisik lo pada. Bye!" Balas Agatha lalu mengangkat sebelah tanganya dan melangkah pergi.

-o-

"Coba yang bernama Oceana saya mau tanya. Apakah jawaban yang di berikan Hanbin benar?"

Suara Pak Doyoung terdengar memenuhi ruang kelas, namun Oceana yang diberi pertanyaan tengah menatap keluar kelas.

Cindy yang menyadari bahwa Cean tidak fokus dengan pelajaran lantas menendang bangku yang diduduki oleh temanya itu.

"Ce! Shhht! Woy!" Panggil Cindy dari belakang Cean.

"Ah eh? Iya?" Ucap Cean abstrak.

"Oceana, saya bertanya lagi. Apakah jawaban Hanbin benar?" Tegas Pak Doyoung lagi.

"Bapak nanya saya?" Celetuk Cean menunjuk dirinya.

"Ya kamu pikir saja, masa saya bertanya dengan air?" Jawab Pak Doyoung.

"Ohhh hehe. Itu jawaban Hanbin benar pak," ucap Cean asal.

Pak Doyoung yang mengetahui bahwa muridnya itu hanya menjawab asal lantas bertanya lagi. "Memangnya dia jawab apa? Apakah saya sudah menjelaskan?"

Damn! Rasanya Cean ingin menjadi transparant saat itu juga, agar ia bisa pergi dari kelas. Cean tidak memperhatikan Pak Doyoung, jadi ia tidak tahu apakah beliau sudah menjelaskan atau belum.

Lagi. Dengan instingnya yang acakadut, Cean manjawab, "bapak sudah menjelaskan tadi."

Pak Doyoung tersenyum miring. Ia melepas kacamatanya, bersandar pada papan tulis sambil melipat tangan. Lalu setelah itu ia mengangkat sebelah tangannya dan menunjuk Cean setelah itu pintu.

"Kamu, silahkan keluar dari kelas saya. Saya tidak membutuhkan siswi yang malas belajar." Ucap Pak Doyoung tegas.

Cean melihat sekelilingnya. Siswa-siswi kelasnya bungkam, melirik satu sama lain.

"Tunggu apa lagi Oceana? Bukan kah kamu sedari tadi melihat keluar kelas? Sekarang saya suruh keluar kamu tidak mau." Suara Pak Doyoung lagi.

"Keluar aja An, gak papa." Bisik Cindy dari belakang bangku Cean.

Cean pun berdiri. Ia pun berjalan takut-takut melewati Pak Doyoung menuju luar ruangan. Hari ini ia merasakan lagi apa yang pernah ia lakukan saat kelas sepuluh.

Cean menjauh dari kelas, matanya masih melihat ke gedung seberang. Kedua objek yang sedari tadi ia perhatikan masih disana, berdiri sambil mengobrol.

Cean menghela nafasnya, "bego banget gak sih gue berharap sama dia?" cicit Cean.

"Engga bodoh kok, itu wajar," sahut seseorang dari belakangnya. Cean berbalik dan ia pun menemukan Winwin berdiri di belakangnya.

Winwin mengangkat tangan kanan nya. Lalu berkata, "berharap itu hal yang wajar. Tapi jangan sampai salah menaruh harapan, nanti lo sakit hati."

"Eh? Ah anu.. siang kak," sapa Cean membungkuk sedikit.

"Iya siang. Santai Cean, sama gue doang kok." Balas Winwin.

"Hehe."

"Kok diluar?" tanya Winwin heran. "Gak masuk ke kelas? Ini jam belajar loh." Ucapnya lagi  yang heran dengan keberadaan Cean yang berkeliaran di luar kelas.

Cean menggaruk kepalanya, "anu kak, gue di keluarin dari kelas."

Mata Winwin membulat, "kok bisa?" katanya terkejut.

"Tadi gak merhatikan Pak Doyoung. Malah liatin luar... gedung seberang." Ucap Cean, matanya melirik gedung itu.

Winwin menoleh melihat objek yang adik kelasnya itu katakan. Dan lagi, ia terkejut bukan main. Seketika tangan Winwin mengepal, sorot matanya pun menjadi tajam.

"Kak? Kak Sicheng?" panggil Cean menepuk lengan Winwin.

"Eh iya, apa?" ucap Winwin menyahut.

"Enggak, kirain kenapa. Habisnya diem doang." kata Cean.

"Oh engga, kaget aja. Sekarang mau kemana?" Balas Winwin senormal mungkin.

Cean menghela nafasnya, "sama. Gue juga kaget." balasnya. "Gue mau ke perpus sampai jam pelajaran Pak Doyoung habis. Lo sendiri mau kemana?" tanya Cean.

"Tadi dari toilet gedung ini, disana airnya mati. Gue free class sih, bosen juga di kelas." jawabnya.

"Ohh."

"Gue boleh ikut gak?" Tanya Winwin.

"Ke?" balas Cean.

"Perpus," jawab Winwin.

"Ya boleh lah, siapa gue ngelarang-ngelarang. Perpusnya aja memperbolehkan seluruh warga sekolah masuk sana." Balas Cean.

"Yaudah kalo gitu, ayo sekarang." Ucap Winwin.

Cean mengangguk, kemudian ia melangkah lebih dulu. Winwin mengekor di belakangnya.

-//-

Suara; HenderyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang