9

1K 168 2
                                    

Langit jingga sore hari menemani Hendery dan Cean yang kini tengah duduk diatas rerumputan. Semilir angin menerbangkan anak-anak rambut, kepakan sayap burung kembali ke sangkar menjadi temannya.

Tempat ini ramai, dan akan terus ramai hingga kapan pun. Kata Hendery tempat ini adalah tempat favorit banyak orang untuk menghabiskan waktunya sebelum akhirnya malam tiba.

Banyak hal telah di lalui mereka hari ini. Banyak hal telah terjadi hari ini. Tidak sedikitpun hal itu membuat getaran di hati.

"Lo punya saudara?" Tanya Cean tiba-tiba.

"Enggak punya, gue anak tunggal. Anak satu-satunya." Jawab Hendery.

Cean membulatkan bibir lalu kembali melihat pemandangan indah dari atas bukit ini.

"Ini kita duduk doang apa disini?" Tanya Cean yang mulai lelah.

"Ya engga lah. Gak cuma duduk doang, tapi juga sambil bersyukur Tuhan udah bikin alam seindah ini, bikin langit yang indah banget mau pagi atau sore hari." Jawab Hendery menoleh pada Cean yang masih memandangi langit sore.

"Kalau gitu gue juga mau bersyukur bisa liat pemandangan indah ini bareng orang yang gue sayang." Celetuk Cean tanpa sadar.

"Orang yang lo sayang? Gimana An?" Ulang Hendery membuat Cean gelagapan.

"Eh anu enggak." Ucap Cean jadi bingung sendiri sambil menggaruk kepala.

"Ry." Panggil Cean.

Hendery menoleh. "Apa?" Katanya merespon panggilan Cean.

"Yang tadi itu mantan lo?" Tanya Cean ragu.

"Iya, mantan gue. Anak sekolah kita dulunya, terus pindah." Hendery menjawab pertanyaan Cean.

"Ohh." Gumama Cean. "Lo udah move on?" Tanya Cean lagi.

Hendery mengendikan bahunya. "Mungkin? Gue juga gak tau." Jawabnya. "Udah dua tahun gak ketemu, dan gue juga jarang mikirin dia selama ini. Cuma ya kadang rada gimana sih."

"Lo belum sepenuhnya move on, sama kayak gue." Cetus Cean.

"Oh ya? Lo punya mantan juga dong?" Sahut Hendery antusias.

Cean menganggukan kepalanya. "Pacarannnya dari SMP, kelas sepuluh semester dua putus. Gatau tuh dia gajelas, gak ada kasih kejelasan sih." Ucap Cean.

"Move on susah ya," celetuk Hendery.

Cean menyahuti. "Engga kok. Kalau kata orang."

"Kan kata orang, bukan kata diri sendiri." Kata Hendery. "Gue selalu suka liat matahari sore begini, indah dan tentram. Apalagi bareng lo." Celetuk Hendery menyenggol lengan Cean.

"Yaiyalah, bareng gue makanya lo suka." Ucap Cean membanggakan diri. Hendery yang mendengarnya terkekeh ringan.

"Awas An nyamuk. Jangan gerak." Ucao Hendery tiba-tiba lalu mendekatkan wajahnya pada pipi Cean.

"Mukulnya pelan-pelan. Jangan ditabok guenya." Ucap Cean.

"Iya-iya, diem dulu." Balas Hendery.

Baru saja jari telunjuk hendery berhasil meremukan badan nyamuk, penjual yang lalu-lalang tiba-tiba tersandung. Dan jatuh mengenai tubuh Hendery.

Lalu, cup.

Tubuh Hendery terdorong kedepan, dan sebuah ciuman mendarat di pipi Cean.

"Kambing." Cean mengumoat dalam hati. Ia juga membulatkan matanya dengan tubuh yang menegang.

-//

Misi kak..
aku ngetik apa ya😐✊🏻

Suara; HenderyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang