Hendery melipat tangannya di depan dada. Menatap dingin perempuan yang kini tengah berdiri di balik pagar. Ia tidak tahu mengapa perempuan ini ada di halaman rumahnya, dan untuk apa kesini.
Bahkan ia tidak menantikan kedatangan perempuan itu sama sekali.
"Lo gak mau bukain gue pagar?" tanya perempuan itu.
"Nggak." jawab Hendery dingin.
"Ry please. Gue mau ngomong." katanya lagi.
"Yaudah, ngomong."
"Hendery!"
"Apasih Na? Kalau mau ngomong, ya ngomong aja." Kata Hendery menatap Alona sepersekian detik.
Alona mendengus. "Please. Biarin gue jelasin semuanya. Gue punya alasan untuk itu," katanya.
"Gue juga punya alasan buat gak dengarin penjelasan lo." sahut Handery.
"Hendery!" tegur Alona dengan nada meninggi. "Gue kesini punya niat baik, gue mau jelasin yang kemarin."
"Sayangnya gue gak butuh penjelasan lo Na." ucap Hendery menatap Alona serius. "Udah jelas, ngapain di jelasin lagi."
"Hendery, please. Kali ini aja,"
Alona memelas. Melihat hal itu Hendery akhirnya membukakan pagar, tapi ia tidak membiarkan Alona masuk.
"Hendery."
"Lo gak perlu jelasin, gue udah ngerti." Kata Hendery. "Semuanya."
"Gue gak maksud apa-apa, gue memang pacaran sama Kun. Tapi gue udah gak cinta lagi sama dia." Jelas Clara.
"Terus maksud lo apa? Lo mau mutusin Kun terus berharap pacaran sama gue gitu?" Hendery berkata sarkas.
"Iya, begitu." jawab Alona, Hendery tertawa renyah.
"Alona, Alona. Lo bodoh tau gak?" kata Hendery. "Udah jelas-jelas gue lagi deket sama cewek, lo juga udah dapet yang bahkan lebih baik daripada gue terus lo malah sia-siain demi sesuatu yang gak akan bisa lo milikin."
"Menurut gue Lo lebih baik daripada Kun, Ry."
"Kalo lo terus mencari yang lebih, gak ada habisnya. Lo harusnya bersyukur atas semua yang lo punya." ucap Hendery tegas. Perempuan di depannya ini kalau tidak disadarkan akan terus begini sampai kapanpun.
"Gue bakal ngelakuin segalanya buat dapetin lo. Apapun itu gue lakuin." Kata Alona.
Hendery mendecih. "Memaksakan kehendak," katanya.
"Lo emang udah se-suka itu sama cewek itu?" tanya Alona.
"Bener kok. Gue udah se suka itu sama Cean, dan gak ada ruang lagi buat orang kayak lo." ucap Hendery membenarkan.
"Gue pulang." kata Alona lalu melangkah pergi dari hadapan Hendery.
-o-
Malam ini langit tampak mendung. Tidak ada bintang, dan angin berhembus cukup dingin. Jari-jari Hendery menghantup permukaan meja berulang kali. Ia menatap kosong figura foto di depannya.
Entah kenapa, ia mendadak pusing memikirkan hal-hal yang terjadi akhir-akhir ini. Hal itu rumit. Ia saja bingung bagaimana cara mendeskripsikan nya.
Alona. Perempuan yang ternyata pacar dari sahabatnya sendiri. Satu pekan yang lalu perempuan itu menyatakan perasaannya pada Hendery, biarpun ia telah menolak Alona tapi tetap saja seperti ada yang menjanggal dihati. Bukan karena perasaannya yang berubah, tetapi karena ia tidak enak dengan sahabtnya sendiri. Terlebih lagi kakak dari perempuan yang ia suka.
Lydia. Perempuan yang tiba-tiba datang meminta tolong agar memantau June dengan embel-embel saling membantu. Hendery tidak tahu, apakah menyetujui permintaan Lydia adalah hal yang benar atau salah. Ia bingung, sangat bingung.
Hendery meletakan keplanya di atas meja. Jam dinding menunjukkan pukul tujuh malam, seharusnya saat ini ia berada di gedung siaran. Namun ia meminta izin karena kondisinya yang tidak stabil dan fokus.
Laki-laki itu memutuskan untuk pergi tidur. Ia menarik selimut hingga menutupi kepalanya, lalu memejamkan matanya masuk ke alam bawah sadar.
—//—
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara; Hendery
FanfictionOceana tidak pernah menyangka seseorang yang mengantarkannya pulang ternyata teman dekat saudara kandungnya. Oceana juga tidak menyangka tempat dimana ia selalu mengeluarkan keluh kesalnya ternyata orang yang ia cintai. Oceana juga tidak menyangka...