9. Kata Nenek

1.3K 81 0
                                    

  MAAF JIKA ADA TIPO

🌸
 
"Kamu itu seperti langit. Kadang mendung dan sangat gelap seperti siap memuntahkan semua kemarahan, tetapi malah tidak terjadi apa-apa. Kadang tampak sangat biru, tetapi hujan badai setelahnya."

🌸🌸🌸

    Setelah menempuh perjalanan sekitar dua jam, akhirnya mereka sampai di rumah nenek Raga dan Jiwa. Perjalanan dari Jakarta ke Bandung yang melelahkan bagi Echa karena harus adu mulut dengan Raga.

    Setelah keluar dari mobil, Echa meregangkan otot-ototnya. Gadis itu mematung saat melihat rumah bercat putih yang tampaknya tak berpenghuni. Bukan rumah nenek Raga, melainkan rumah yang berada tepat di sebelah rumah nenek Raga.

    "Ini ada orangnya nggak, sih?" tanya Echa penasaran. Yang mendengarnya hanya Raga karena Jiwa sedang mengeluarkan sesuatu dari dalam mobil.

    "Enggak, kenapa emangnya?" Raga sedikit takut, takut jika Echa mengingat sesuatu.

    "Kayak nggak asing aja. Kayak pernah ke sini. Dan, kayaknya nggak cuma sekali." Echa tampak murung sambil terus mengamati rumah yang berdiri kokoh itu.

    "Perasaan lo aja kali. Nggak usah sok-sokan pernah keliling dunia."

    Echa mencubit perut Raga. "Bukan keliling dunia, cuma rumah ini." Echa mulai kesal dengan Raga.

    "Alah apaan, pas kita ke pantai lo juga ngomong gitu!" Raga mengusap-usap perutnya yang nyeri karena dicubit Echa.

    "Hehehe, iya, ya." Echa cengengesan.

    "Masuk, yuk," ajak Jiwa. Echa mengangguk. Dia menjajari langkah Jiwa. Sedang Raga berada di belakang Echa dan Jiwa sambil mengumpat.

    Mereka disambut hangat oleh nenek kakek Raga dan Jiwa. Terutama Echa, dia langsung diberondong nenek Raga dengan pertanyaan-pertanyaannya.

    "MasyaAllah.... Cantik bangetttt. Anak siapa ini?!? Kamu pacar siapa? Raga atau Jiwa? Tapi keliatannya kamu pacar Jiwa. Iya, 'kan? Mana mungkin kamu mau sama cucu nenek yang nakal ini." nenek Raga yang bernama Sasmita itu mencubit pipi Raga gemas.

    "Ih, Nenek apa-apaan sih!" Raga menatap marah neneknya.

    Sasmita mengerling.

    "Em..., Echa bukan pacar siapa-siapa, Nek."

    Sasmita tampak kecewa. "Kenapa nggak iya aja. Si Jiwa kayaknya siap, tuh."

    Jiwa meringis mendengar celotehan neneknya. Dan Raga, lelaki itu menekuk wajahnya.

    "Cupu, jadi nggak?" Raga mengalihkan pembicaraan karena kupingnya makin panas dengan ocehan neneknya yang tak bermutu, pikir Raga.

    "Eh, kamu anak nakal! Nama bagus-bagus malah dipanggil cupu!" Sasmita berkacak pinggang.

    "Nenek sok tahu! Cupu itu panggilan sayang Raga ke Echa! Panggilan sayang Echa ke Raga itu Kakek Lampir! Jadi jangan sotoy, deh, Nek."

    Echa melotot mendengar jawaban Raga. Namun, saat Echa ingin merevisi, Raga menatapnya dengan tajam membuat Echa mengurungkan niatnya.

    "Jadi, kamu sukanya sama anak bandel ini?" Sasmita tampak tidak percaya.

    "Enggak, Nek. Echa nggak suka sama dia!" Echa panik sendiri.

    "Tapi, asal kamu tahu, Raga itu sebenarnya baik kok. Tapi ya gitu, gengsian, kurang belaian lagi jadi suka marah-marah nggak jelas. Maklumin aja, ya." Sasmita terkekeh geli.

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang