38. Seksi

611 39 0
                                    

MAAF JIKA ADA TIPO

🌸

"Kadang, masa lalu mempermainkanmu. Dia mencoba membuatmu berpaling kepadanya, lagi."

🌸🌸🌸

     Echa menatap papan administrasi di hadapannya. Hanya sebuah papan, tapi papan itu bisa membuatnya merasakan yang namanya bingung. Dalam hitungan detik, dia harus memutuskan untuk memilih sekbid yang akan dia ampu di antara 10 sekbid yang ada.

    "Jadi? Kamu ingin masuk sekbid yang mana?" tanya Amel—sekretaris OSIS pada Echa.

    Echa menatap papan administrasi itu sekali lagi. Dia harus memilih! Tapi, dia tak tahu harus memilih yang mana. Walau sebenarnya, ada satu sekbid yang menarik perhatiannya sejak tadi. Sekbid yang tugas-tugasnya kurang lebih dia mampu. "Sastra dan budaya, Kak," jawab Echa sedikit ragu.

    Echa melirik Raga yang melipat tangan di depan dada. Lelaki itu duduk jauh darinya bersama Rizal, Diki, Pevita, Frida, dan Joy yang memilih sekbid Kebugaran Jasmani dan Olahraga sepertinya. Lelaki itu menatapnya tajam, tetapi Echa membalasnya tak kalah tajam. Mau bagaimanapun, jangan salahkan Echa jika ia tidak memilih sekbid yang sama dengan Raga. Salahkan saja Pevita yang menyerobot antrean dan membuat dia kedahuluan memilih sekbid tersebut. Gadis berambut pirang itu sangat antusias dan terobsesi untuk masuk ke dalam sekbid yang sama dengan Raga.

    Amel mengangguk sekilas dan menulis nama Echa di papan administrasi tadi, tepatnya pada kolom anggota sekbid sastra dan budaya. "Silakan bergabung dengan anggota lainnya," kata Amel mempersilakan Echa untuk bergabung dengan anggota sekbid sastra dan budaya lainnya.

    Dengan setengah dongkol, Echa berjalan ke arah teman seanggotanya yang duduk di pojok kanan Aula. Yang sialnya, bersebelahan dengan Raga.

    Echa berdecak saat matanya tak sengaja melihat bagaimana wajah Pevita yang terkagum-kagum pada Raga. Bahkan, gadis itu sampai menyangga dagu dan menatap Raga terang-terangan. Tetangga kelasnya itu benar-benar sudah sinting, pikir Echa. Apanya dari Raga yang patut dikagumi? Ah, tentu saja wajahnya! Tapi, wajah Raga itu menyeramkan.

Itu cuma opini kamu, Cha. Orang lain mah beda lagi.

    Echa tersenyum lebar untuk menyapa teman-temannya. Di sana ada Galih, Tias, Ayumi, dan Jaki yang langsung membalas senyumannya.

     "Wihhh, kita sama Echa...," celetuk Jaki disusul kerlingan jailnya. Kakak kelas yang satu angkatan dengan Raga itu terkenal ramah dan playboy cap kadal.

    Echa hanya terkekeh pelan dan duduk di samping Galih. Tapi, saat Galih menyikut lengan Jaki, dan berkata, "Dibacok Raga baru tahu rasa lo."

    Tawa Echa lenyap. Gadis itu menghela napas pelan. "Nggak apa kok, Kak Galih. Raga nggak akan ngebacok Kak Jaki. Dia 'kan cuma bercanda."

    "Kata siapa?"

    Kelima anggota sekbid sastra dan budaya itu sontak menoleh ke sumber suara. Wajah Jaki memucat, sedang Galih mati-matian menahan tawanya.

    "Kata Echa-lah, masa kata Miss Glen."

    Raga menyentil jidat Echa. "Kalau dia ganjen sama lo, ngomong sama gue. Biar gue tebas kepalanya."

    Echa tahu itu hanya bercandaan, tapi melihat Jaki yang semakin pucat, gadis itu rasa Raga terlalu berlebihan. "Bercandanya yang lebih kalem bisa nggak? Kasian Kak Jaki-nya jadi pucet gitu," tanya Echa sambil menatap Jaki prihatin.

    "Nggak!"

   Echa mencebik.

    Raga beralih menatap Galih. "Lo nggak mau masuk Geng lagi, Lih?"

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang