17. Dare dari Rian

1K 55 7
                                    

MAAF JIKA ADA TIPO

🌸

"Bisakah kamu selalu bersikap seperti ini? Tersenyum di setiap detiknya, menghadirkan gelenyar aneh dan dejavu?"

🌸🌸🌸

    "Raga suka nasi uduk?"

   Perlahan, Raga menurunkan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia menurunkannya sebatas dada. Ada rasa senang dan malu saat mendapati Echa telah duduk di sampingnya sambil menenteng dua bungkusan dalam sekantung plastik.

    "Lo ngapain di sini?" Raga menatap Echa yang sekarang duduk di atas ranjang.

    "Katanya suruh beli sesuatu? Ya, udah. Echa beli nasi uduk." Echa memperlihatkan nasi itu dengan senyum lebar di bibirnya.

    Rasa sakit itu, rasa malu, rasa khawatir, rasa bersalah menyelimuti Raga. Echa tidak marah? Setelah semua yang dia lakukan tadi? Bahkan kemarin-kemarin?

    Saat mulutnya terbuka karena ingin bertanya, Echa langsung memasukkan sesuap nasi ke mulut Raga. Raga tersentak kaget, dia keselek. Dengan raut wajah panik, Echa membuka tutup botol air mineral dan disodorkan pada Raga yang wajahnya sudah memerah.

    Raga menerimanya dan langsung meminum air tersebut. "Maaf," cicit Echa sambil menundukkan kepalanya. Dalam hati, kenapa dia jadi kalem begini?

    Raga mengangkat alisnya tinggi-tinggi. Dengan satu tarikan napas, kedua telapak tangan Echa telah berada dalam kurungan telapak tangannya. Echa mendongak, matanya bertubrukan langsung dengan mata Raga.

    Raga yang kentara sekali sedang merasa bersalah. "Gue yang minta maaf udah kasar sama lo," ucap Raga lirih. Dia melepas genggaman tangannya secepat mungkin saat sadar dengan apa yang telah dia lakukan.

   Echa mengamati wajah Raga yang bersemu merah. Ingin rasanya ia tergelak tawa atau mengabadikan momen di mana Raga bisa merona, tetapi Echa tahu ini bukan waktunya untuk bercanda.

    Echa tersenyum simpul. "Udah Echa maafin kok. Echa 'kan pemaaf. Nggak kayak Raga, cuma nabrak aja ada acara hukuman-hukuman gaje."

    Raga menonyor jidat Echa. "Bodo amat!"

    Echa menatap Raga lembut sambil menyuapinya. Bolehkah Echa jujur? Kenapa setiap menatap wajah atau mata Raga lama, Echa selalu merasa dejavu? Merasa tak asing?

    "Raga lagi marahan ya sama mama Raga?" Echa menatap Raga dengan tatapan yang sulit diartikan. Sebenarnya, bukan ini yang mau Echa tanyakan! Tapi kenapa malah pertanyaan itu yang terlontar?

    Raga terdiam. Pandangannya menyusuri setiap inci ruangan serba putih itu. Dia berdehem, menghilangkan sekat ditenggorokannya. "Kita udah biasa kayak gitu."

    Echa mengeryitkan dahinya. "Kalian punya masalah apa emangnya?"

    Raga melirik Echa sejenak. Batinnya sedang berperang. Apakah dia akan menceritakan semuanya pada Echa? Sejujurnya, Raga ingin berbagi, tetapi ada dorongan lain pula yang menyuruh dia bungkam.

    Echa tersenyum tipis. Diusapnya punggung tangan Raga. Raga berjengit. "Nggak usah cerita nggak apa kok, Ga. Echa nggak maksa."

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang