41. Kakak Mesum

630 35 8
                                    

MAAF JIKA ADA TYPO

🌸

"Karena berusaha memahami sosok yang tak ingin dipahami itu sulit."

🌸🌸🌸

    Bulan bersinar terang malam ini. Dia tidak sendiri, tetapi ditemani ribuan bintang yang tampak jelas dipandang mata. Kedua benda langit itu seakan sedang menghibur perasaan Raga yang campur aduk.

     Lelaki itu terus menatap bintang yang bertaburan dari kaca bagian depan mobilnya dengan pandangan menerawang. Sejenak, Raga menghela napas kasar. Beban yang dia pikul terlalu berat, beban yang dia pikul serasa tak ingin lepas, dan Raga selalu benci fakta itu, fakta di mana sudah sembilan tahun berlalu, tetapi rasa bersalahnya tak pernah pudar.

     Mengingat sesuatu, lelaki dengan wajah kusut itu menarik sebuah kalung dari balik kausnya. Kalung yang terbuat dari tali berwarna hitam dengan bandul setengah bulan. Raga tersenyum tipis. Senyumnya semakin lebar seiring debaran jantungnya yang menggila. Kalung ini, kalung yang hampir saja Echa lihat di awal pertemuan mereka-saat Raga tertidur.

     "Air mineral tiga, teh kotak, sama camilan. Oh, iya. Roti tawar sama selai sekalian, Cha."

     Raga menoleh ke samping kanan. Dia sedikit menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatan di tengah lampu yang temaram-pada siluet seorang gadis yang sedang mengangguk-anggukkan kepalanya, Echa. Gadis itu sedang berdiri berhadapan dengan Tante Ratih di samping mobil wanita paruh baya itu.

    "Beneran mau beli sendiri aja?"

     Echa mengangguk mantap. "Iya, Tan. Tante jaga papa aja. Dah, Tante!" Gadis itu berlari kecil ke arah yang dia tuju, supermarket.

     Raga memasukkan kalungnya kembali ke balik kaus yang dia kenakan. Saat matanya menangkap siluet Tante Ratih yang masuk lagi ke dalam rumah sakit, Raga beranjak dari duduknya. Lelaki itu berlari kecil untuk mengejar Echa.

     Langkah lelaki itu terhenti saat matanya melihat sosok Leon berlari dari seberang jalan, tepatnya angkringan yang dipenuhi anak Geng Tiger. Lelaki dengan jaket belel itu memanggil Echa dan membuat Echa yang akan mendorong pintu supermarket mengurungkan niatnya.

     Raga terkekeh geli saat Echa memelintir tangan Leon. Mengingat Echa pernah menghabisi musuhnya itu, perasaan khawatirnya perlahan menguap. Lelaki itu menggeser badannya sedikit melipir ke trotoar saat ada sebuah mobil melewatinya. Sedang matanya awas menatap Echa yang sedang melipat tangan di depan dada sambil mengangkat dagu.

     Sejurus kemudian, Raga ikut menatap arah yang ditunjuk Leon. Lelaki berjaket belel itu menunjuk angkringan tempatnya nongkrong bersama Geng Tiger dengan wajah serius. Raga menajamkan matanya. Kekhawatirannya muncul lagi. Dia khawatir, dibalik wajah Leon yang tampak serius dan bersahabat, Leon memiliki niat jahat pada Echa. Wajah lelaki berkaus coklat itu sudah abstrak sekarang, seabstrak perasaannya.

     Namun, saat dengan mata kepalanya sendiri dia melihat Echa tertawa. Wajah tak terbacanya mendadak mengeras. Otot-otot lehernya terlihat. Raga mengepalkan tangannya erat. Sepertinya tidak ada yang perlu dia khawatirkan, buktinya Echa bisa tertawa seperti itu bersama Leon.

     Itu yang dia pikirkan, lain lagi dengan hatinya yang mendadak bergemuruh dengan desiran aneh yang sampai membuat dadanya nyeri. Dan entah dorongan dari mana, lelaki dengan wajah memerah itu mendekati Leon dan Echa. Semakin dekat, semakin jelas suara gadis bersweter krem itu.

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang