57. Nine Years Ago (1)

469 45 11
                                    

MAAF JIKA ADA TIPO

🌸

"Mengenang dan dikenang adalah dua hal yang sangat berbeda."

🌸🌸🌸

   Anak laki-laki berumur 7 tahun itu melemparkan bola basketnya asal ke dalam ring. Bukannya menatap arah lemparan, matanya malah terus terarah pada anak perempuan berkucir kuda yang sedang mengumpat di balik pohon depan rumahnya.

    "Dia..., siapa, Nek?"

    Seorang wanita berumur 50-an di dekatnya tersenyum miris. "Anak tetangga Nenek. Rumah cat putih itu," jawab sang Nenek sambil menunjuk rumah di samping rumahnya menggunakan dagu.

    "Kenapa, Raga?" tanya Sasmita heran.

    Raga menekuk wajahnya, anak itu menaruh bola basketnya di dalam rumah lalu keluar lagi dan duduk di samping neneknya. "Dia lagi ngapain sih? Ngumpet-ngumpet gitu."

    "Dia takut sama papanya."

    "Kenapa? Papa 'kan orang baik," tanya Raga lugu.

    Sasmita mengusap dahi Raga yang berkeringat sehabis bermain. "Iya ... Papa emang baik. Papa Aren juga baik, sama kayak papa Raga. Malah saking baiknya, dia nggak mau Aren sampai kenapa-kenapa, jadi Aren nggak boleh main. Karena itu, Aren sering diem-diem keluar rumah kalau mau main supaya papanya nggak khawatir dan berujung marah."

    "Aren?"

    "Iya. Namanya Aren. Cantik 'kan?"

    Raga mengangguk mantap. "Iya. Tapi, masih cantikan Lauren 'kan, Nek?"

    Sasmita terkekeh geli. "Raga yakin cantikan Lauren?"

    Raga berpikir sambil menaruh telunjuk di dagu. Sampai akhirnya, dia mengangkat bahu. "Nggak tahu juga. Nggak keliatan jelas dari sini."

    "Terus??"

    "Raga mau ke sana," kata anak itu dengan senyum lebar.

🌸🌸🌸

    "Jangan takut," kata Raga saat Aren semakin menyembunyikan tubuhnya di balik pohon.

    "Aku nggak gigit kok," tambahnya mencoba meyakinkan.

    Aren menyembulkan kepalanya. Matanya menyipit, mengintimidasi Raga. "Kamu nggak jijik sama Aren?"

    Raga mengernyit bingung. "Enggaklah. Jijik kenapa? Kamu cantik tahu."

    Perlahan, anak perempuan itu keluar dari balik pohon. Dia menunduk, memainkan jemarinya. "Cuma kamu yang bilang Aren cantik. Semua orang bilang Aren kayak mayat hidup. Mirip vampire di film-film."

    Raga tersenyum kecil. Berjalan pelan mendekati Aren. Tapi, Aren malah gelagapan. "Jangan! Jangan! Nanti kamu ketularan!"

    "Ketularan apa?" tanya Raga bingung.

    "Penyakit aku! Kanker hati."

    "Emang kanker hati nular?"

    Aren menggeleng pelan. "Enggak. Tapi..., semua temen-temen bilang gitu," katanya sedih sambil menunjuk anak-anak yang sedang bermain di lapangan.

    Raga tertawa. "Ya terus kalau nggak nular kenapa aku harus takut? Kenapa aku nggak boleh deket-deket? Aku cuma mau kita berteman."

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang