61. ILY

447 32 5
                                    

Untuk menemani malam minggu kalian:))
MAAF JIKA ADA TIPO

🌸

"Obat rindu itu cuma dua. Kalau enggak temu, ya kamu."

🌸🌸🌸

    Pukul tiga sore, tepatnya setelah Echa, Ben, dan Tante Ratih berkemas, mereka memutuskan untuk pulang ke Jakarta. Kata Ben, dia sudah banyak mengingat tentang yang lalu. Jadi, dia rasa sudah cukup untuk sekarang, dan dia merasa sudah tidak ada yang terlewatkan lagi.

    "Besok pelantikan OSIS, Cha?"

    "Iya, Pa."

    "Besok Echa berangkat sama Papa, ya?"

    Echa mengangguk semangat. "Siap, Papa!"

    "Lho? Mas Ben terapinya gimana?"

    Ben tersenyum kecil. "Kita berangkat bareng Echa, Rat. Habis nganter Echa, kita langsung ke rumah sakit."

    Tante Ratih mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oke," katanya menyetujui lalu kembali fokus pada ponselnya.

    "Cha."

    "Kenapa, Pa?"

    "Kamu sama Raga gimana?"

    Echa mengernyit samar. Kenapa Papanya mendadak menanyakan hal itu? Biasanya Ben akan meledek tanpa diminta dan membuat kesimpulan sendiri tanpa bertanya. Seperti mengklaim bahwa Raga adalah gebetannya atau pacarnya. Tunggu, apa Ben sudah ingat jika Raga adalah anak yang dulu sangat dia benci? Anak yang dia bilang pembawa sial?

    "Cuma ditanya kayak gitu mukanya pucet banget." Ben tertawa geli.

    Echa mencubit lengan Ben kesal. "Kebiasaan godain Echa!"

    Ben mengacak gemas rambut Echa. "Jadi, gimana?"

    "Apanya?" tanya Echa sensi.

    Ben mengerling jail. "Kamu sama Raga?"

    "Nggak gimana-gimana."

    "Ah, yang bener...," goda Ben.

    "Iya, ih...."

    "Masa?"

    "CUMA TEMENAN PAPA, ASTAGFIRULLAH."

🌸🌸🌸

    Raga memandang gusar pada sekitar. Jemarinya tidak bisa diam, terus mengetuk-ngetuk meja kayu yang ada di depannya.

    "Aden, kenapa?" tanya Mbok Inem heran melihat gelagat aneh Raga.

    Raga mengerjapkan matanya beberapa kali. "Ah, enggak kenapa-kenapa, Mbok."

    Mbok Inem tersenyum jail. "Udah keburu kangen ya sama non Echa?"

    Raga tertawa kecil. "Iya, nih, Mbok. Gimana, dong? Berat banget, Raga nggak kuat." Lelaki itu nyengir lebar.

    "Kebanyakan nonton Dilan." Mbok Inem memicikkan matanya.

    Raga tertawa renyah. "Raga kan Dilannya, Mbok."

    "Dilanda rindu?"

    Raga terkekeh geli. "Kayaknya Mbok Inem deh yang sering nonton Dilan."

    Mbok Inem mengibaskan tangan di depan wajah. "Bukan cuma nonton, Mbok sering ketemu kalau di pasar."

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang