32. Bantuan Tak Terduga

794 52 16
                                    

MAAF JIKA ADA TIPO

🌸

"Kadang, sesuatu yang tidak disangka-sangka akan datang pada saat yang tak terduga."

🌸🌸🌸

    "Sakitnya kok gini amat, ya. Harusnya Echa nggak pernah suka sama Jiwa!"

    Echa menendang-nendang kerikil di jalan yang dia lalui. Mata gadis itu sibuk mencari taksi yang lewat atau pangkalan ojek yang masih ramai. Ini semua karena dirinya yang mau-mau saja pulang diantarkan Jiwa. Bukannya sampai rumah tepat waktu, dia malah dijauhkan dari rumah. Apalagi, di daerah itu sangat sepi dan jarang dilewati kendaraan umum.

AH, SIAL!!

    Echa mendengus kesal. Dan apa tadi kata Jiwa? Suka??? Sayang?? Mau nunggu?? Echa tertawa sinis. Please, deh. Yang ninggalin siapa? Dia sendiri yang memilih Nathalie! Bukan Echa yang memilih pergi!

    Echa makin menggerutu kesal jika memikirkan semua itu. Tiba-tiba, bayangan akan Ben yang masih dirawat di rumah sakit membuat gadis itu menepuk jidatnya dengan keras. 

    Echa sampai lupa! Gara-gara terlalu lama memikirkan seorang Jiwa, dia sampai melupakan Ben. Dengan kecemasan di hatinya, gadis itu membalik arah jalannya. Dia harus segera ke rumah sakit sekarang juga! Mungkin sekarang, Ben dan tantenya sedang mencemaskan dirinya. Sambil berjalan tergesa, Echa mengeluarkan ponsel dari dalam sling bag-nya.

    "Ck, nggak ada sinyal lagi."

   Echa mengangkat-angkat ponselnya, berharap ada sinyal yang nyantol. "Anjirlah, nggak ada...."

    "EH, JAMBRET!!!" Echa menatap horor ponselnya yang melayang dari tangannya. Ponsel itu tiba-tiba saja sudah berpindah dari tangannya ke tangan seorang jambret yang mengenakan pakaian serba hitam.

     "Tolong!! Jambret!!" Echa berlari mengejar jambret itu dengan sekuat tenaga. Beruntung tadi sore dia menolak untuk mengenakan heels. Jika dia mengenakannya, tidak akan mungkin Echa bisa mengejar jambret itu seperti sekarang.

Bukkk

    Dengan kesal Echa menendang pantat jambret itu. Namun naas, dia menginjak tali sepatunya sampai terjungkal. "Aish, nggak etis banget jatohnya."

    Echa meringtis. Dia mencoba bangkit, tetapi sepertinya kakinya terkilir. Dilihatnya jambret itu sudah berlari jauh, bahkan sekarang sudah tidak terlihat lagi oleh matanya. Echa hanya bisa menahan tangisnya dan mencoba untuk berdiri. "HP Echa gimana, dong?"

    Bibirnya bergetar. "Ish, jambret kurang ajar!"

    Saat Echa sibuk membersihkan dress-nya yang kotor, sebuah tangan terulur di depan wajahnya. "Butuh bantuan?"

    Echa mendongak. Matanya membulat sempurna saat tahu siapa yang menyodorkan tangan di wajahnya; Leon. Reflek, gadis itu mundur beberapa langkah. "Mau apa kamu?! Echa lagi nggak bisa berantem, ya! Jangan macem-macem!"

    Leon terkekeh geli. Lelaki dengan jaket Boomber itu semakin menyodorkan tangannya. "Mau bantuin elo. Nih, siapa tahu nggak bisa jalan."

    Echa menatap Leon sinis. "Bantuin?? Setelah kamu gebukin Raga sampai masuk rumah sakit??! Ogah! Echa bisa sendiri."

    Dengan tergesa, gadis itu berjalan tertatih-tatih menjauhi Leon. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan lelaki itu. Kemarin saja dia menghajar Raga dengan anggota gengnya. Lalu sekarang? Leon ingin memberi bantuan?? Jelaslah Echa merasa curiga. Secara, Leon tahu Echa sudah dua kali ikut serta dalam perkelahian mereka. Dan pasti Leon tahu jika Echa adalah teman Raga. Dia tidak ingin diapa-apakan.

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang