39. Couple-an Tak Disengaja

661 45 3
                                    

MAAF JIKA ADA TIPO

🌸

"Yang jauh mendekat, yang dekat merapat."

🌸🌸🌸

    Echa mengerjapkan matanya beberapa kali. Gadis itu tersentak kaget saat seluruh kesadarannya kembali. Bagaimana tidak? Wajah Raga hanya berjarak beberapa senti saja dari wajahnya. Dan yang lebih mengagetkan lagi adalah fakta jika lekaki itu sedang tersenyum sekarang. Raga, senyum. Raga, senyum.... Raga? Senyum???!

    Echa memundurkan kepalanya. Namun, hal itu sama sekali tidak membuahkan hasil karena kepalanya sudah mentok sandaran kursi. Dengan gugup Echa bertanya, "Ra-Raga ngapain sih? Sana munduran dikit." Echa mengintruksikan dengan tangan kanannya agar Raga jauh-jauh darinya. Tapi, sifat keras kepala Raga sedang kambuh. Lelaki itu malah semakin mencondongkan badannya.

    Echa menahan napas. Sial, ini adalah momen paling mendebarkan yang pernah dia rasakan. Jika biasanya Raga hanya menatapnya intens, entah jarak dekat atau jarak jauh, tapi kali ini Raga menatapnya intens, dengan jarak sedekat ini, lembut dan hangat, serta jangan lupakan senyumannya. Senyuman yang seakan melumpuhkan saraf-saraf otaknya.

    "Dia sahabat aku! Bukan sahabat kamu!"

    "Dia sahabat aku! Bukan sahabat kamu!"

    "Sahabat aku!"

    "Aku!"

    "Aku!"

    "Argggh." Echa mengerang. Gadis itu memijat pelipisnya yang terasa nyeri. Suara itu menghantuinya sejak tadi. Suara yang membuat kepalanya berdenyut nyeri. Bahkan, dia seperti sulit menghapus bayang-bayang gadis kecil bersurai panjang yang menatapnya penuh kebencian.

    Itu..., apakah masa lalunya yang hilang?

    Raga yang melihat Echa kesakitan langsung menepis tangan Echa dan menggantikan gadis itu memijat pelipisnya.
Echa mendongak, ditatapnya Raga yang tampak sangat khawatir pada dirinya. Bibir Echa terkatup rapat. Rasanya hanya untuk menyuarakan kata hatinya dengan lirih saja dia tak bisa, tak mampu, dan terasa sangat berat.

    "Pusing banget, ya?" tanya Raga dengan suara rendah.

    Echa menggeleng pelan. Perhatiannya hanya terpaku pada manik mata Raga, mencoba mencari jawaban dari mata yang selalu menyorot tajam itu. Perlahan, tangannya naik menggenggam tangan Raga yang memijat pelipisnya. Diusapnya punggung tangan Raga dengan lembut, sedangkan tangan yang satunya berusaha menggapai sisi wajah Raga.

    Raga mematung. Usapan di punggung tangan juga pipinya terasa hangat dan menenangkan. Setengah sadar, lelaki itu bahkan menggerakkan kepalanya untuk menyamai usapan Echa di pipinya. Raga menikmatinya, matanya terpejam.

    "Apa kita pernah berhubungan sebelumnya, Raga?"

    Dengan terpaksa, Raga membuka matanya. Lelaki dengan jaket bomber hijau lumut itu menatap Echa tak suka. "Maksud lo?" Lelaki itu menegakkan badannya. Memposisikan badannya untuk menyetir mobil. Matanya menyorot jalan raya di depannya dengan kosong, sedangkan tangannya mencengkeram erat stir mobil.

    "Raga?"

    Raga bergumam. Lelaki itu menengok, menatap Echa dengan tatapan elangnya. Sorot hangat yang dia berikan beberapa detik lalu hilang entah ke mana. Echa tak suka itu. "Bokap lo tadi telepon, dia nyuruh lo cepet pulang terus ke rumah sakit."

    Echa mengurungkan niatnya untuk mengusap keringat di pelipis Raga, gadis itu mengangguk pelan dan memusatkan perhatiannya ke depan. "Ya, udah, ayo."

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang